UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja Berubah Lagi dan Ada Pasal Dihapus, Refly Harun Ajukan 2 Pertanyaan: Harus Clear
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti perubahan yang kembali muncul dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti perubahan yang kembali muncul dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Jumat (23/10/2020).
Diketahui terdapat perubahan banyak halaman pada UU Cipta Kerja, dari 812 halaman yang dikirimkan DRP kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara kepada sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Baca juga: Sebut Pemerintah Selalu Cari Kambing Hitam Demo, Refly Harun: Kali Ini KAMI dan Gatot Nurmantyo
Selain itu, Pasal 44 Undang-undang Migas juga dihapus.
Menanggapi hal itu, Refly menilai proses pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja perlu dipertanyakan.
"Pertanyaan kita adalah apakah yang berubah itu substansi? Atau yang berubah itu hanya jumlah halaman?" tanya Refly Harun.
Ia menjelaskan, jika perubahan itu hanya terkait format maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
Meskipun begitu, Refly menegaskan seharusnya format yang diajukan semirip mungkin sehingga tidak banyak perubahan yang berarti.
Hal itu menjadi sorotan, mengingat sebelumnya disebut ada enam versi naskah yang berbeda-beda jumlah halamannya.
"Kalau jumlah halaman, tidak soal karena bisa jadi format lembaran negara yang akan mengundangkan UU Ciptaker ini berbeda dengan format yang disampaikan DPR," singgung Refly.
"Walaupun menurut saya harusnya memberikan format yang kurang lebih sama untuk menjaga agar jangan terjadi perubahan," lanjutnya.
Baca juga: Feri Amsari Bahas UU Cipta Kerja di Mata Najwa, Aria Bima Langsung Debat: Itu Hoaks Kamu, Mana Buka
Pakar hukum tersebut menyinggung perubahan itu dilakukan bahkan setelah disahkan oleh DPR, yakni oleh Sekretariat Negara (Setneg).
Tidak hanya itu, perombakan itu terkait materi undang-undang, bukan sekadar format penulisan.
"Tapi rupanya tidak demikian. Setneg masih mengolahnya dan menurut berita ada perubahan itu, yaitu ada pasal yang hilang dan juga ada bab yang berubah," ungkit Refly Harun.
"Ini substansif. Kalaupun dianggap ada kesalahan, Sekretariat Negara tidak berwenang mengubahnya karena sudah diparipurnakan