Breaking News:

UU Cipta Kerja

Tuai Polemik, Mahfud MD Ungkap UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan karena Ini: Zaman Saya Pernah

Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi protes yang diajukan banyak pihak terkait omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture YouTube Karni Ilyas Club
Menko Polhukam Mahfud MD menjawab polemik seputar omnibus law UU Cipta Kerja, diunggah Minggu (18/10/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi protes yang diajukan banyak pihak terkait omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Ia menyebutkan undang-undang yang menuai kontroversi itu dapat dibatalkan jika menurut Mahkamah Konstitusi (MK) terdapat cacat formal.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Karni Ilyas Club, diunggah Minggu (18/10/2020).

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersama Karni Ilyas. Dirinya menjawab keraguan dari masyarakat terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersama Karni Ilyas. Dirinya menjawab keraguan dari masyarakat terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Youtube/Karni Ilyas Club)

Baca juga: Fahri Hamzah Sebut UU Cipta Kerja Diadopsi dari China: Akan Diketawain Investor Amerika dan Eropa

Mahfud memaparkan cacat formal dimaksud adalah substansi draf yang beredar di masyarakat yang berbeda-beda versi.

"Di meja saya itu sudah ada enam naskah, enam versi," papar Mahfud MD.

"Di eksekutif sendiri saya punya empat. Semula undang-undangnya 900 sekian (halaman)," lanjutnya.

Ia menyinggung banyaknya versi draf bukan terkait substansinya, memang karena ada proses perubahan.

"Sesudah beredar di masyarakat, diprotes, berubah menjadi menebal. Diprotes lagi, berubah lagi," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

"Sehingga yang versi pemerintah pun sudah beberapa kali diubah sebelum masuk ke DPR," lanjutnya.

Selama rapat paripurna di DPR pun, Mahfud menyebutkan ada banyak perubahan yang terjadi.

Secara khusus Mahfud menyoroti versi draf yang sudah disahkan DPR.

Diketahui sampai saat ini versi resmi draf yang sudah disahkan belum dipublikasikan di situs pemerintahan manapun.

"Memang yang agak serius bagi saya, yang harus dijawab DPR itu, sesudah palu diketok itu apa benar sudah berubah atau hanya soal teknis?" ungkit Mahfud.

Baca juga: Ikut Pertanyakan Polemik Draf UU Cipta Kerja Beda-beda Versi, Mahfud MD: Saya Saja Ada 6 Draf

Ia menyebutkan kabar yang disampaikan kepada dirinya, perubahan terakhir di DPR hanya menyangkut masalah teknis penulisan.

"Yang saya dengar itu tidak berubah. Jadi semula dicetak dengan font tertentu yang lebih besar dengan spasi lebih besar menjadi 1.035 (halaman)," kata mantan politikus PKB ini.

"Sesudah font-nya dikecilkan, menjadi 812 halaman," jelasnya.

Menurut Mahfud, pernyataan DPR ini perlu dicocokkan kebenarannya.

"Benar apa tidak, nanti bisa dicocokkan saja. 'Kan mestinya ada dokumen untuk mencocokkan itu," ungkap dia.

Apabila ternyata pernyataan itu tidak benar, maka MK dapat menetapkan undang-undang tersebut mengalami cacat formal dan dapat dibatalkan.

Ia menyebutkan hal itu pernah terjadi ketika menjabat sebagai Ketua MK.

"Kalau terpaksa juga itu misalnya benar terjadi 'kan berarti cacat formal. Kalau cacat formal itu Mahkamah Konstitusi bisa membatalkan," terang Mahfud.

"Mahkamah Konstitusi waktu zaman saya pernah membatalkan seluruh undang-undang Badan Hukum Pendidikan. Hanya diuji tiga pasal tapi karena formalitasnya salah, jantungnya kena, kita batalkan semua satu undang-undang," paparnya.

Lihat videonya mulai menit 14.30:

Kupas Hoaks Pesangon UU Cipta Kerja

Diketahui sebelumnya aspek ketenagakerjaan menjadi sorotan masyarakat dan buruh dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon.

Baca juga: Buka Dialog UU Cipta Kerja, Mahfud MD Tetap Persilakan Demo: Lari-lari di Tengah Hujan Kan Bagus

Mahfud MD lalu menanggapi polemik terkait PHK dan pesangon tersebut.

"Secara umum saya mengikuti pembahasan itu di kabinet, sebenarnya ini pro-buruh juga," papar Mahfud MD.

"Misalnya tentang PHK. 'Kan dulu PHK dengan pesangon 32 kali," singgungnya.

Mahfud mengungkapkan fakta pada peraturan sebelumnya pun urusan pesangon kerap dilanggar pengusaha.

Namun melalui UU Cipta Kerja ada jaminan pengusaha wajib membayar pesangon.

"Itu dulu hanya 7 persen, itu pun dilaksanakan tidak penuh. Biasanya orang kalau sudah PHK, (perusahaan) 'Kami enggak punya uang, kamu dibayar pakai apa?'," jelasnya.

Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020).
Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

"Sekarang jaminannya ada," ungkap Mahfud.

"Pokoknya PHK itu kalau belum diputus oleh pengadilan industrial itu, ya bayar dulu," terang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Ia lalu menerangkan jumlah pesangon yang dibayarkan memang berkurang, dari 32 kali menjadi 25 kali.

Enam di antaranya dibayarkan pemerintah.

Baca juga: Soroti soal Majikan dan Buruh, Hotman Paris Puji UU Cipta Kerja: Pertama Kali dalam Sejarah

Mahfud mengakui secara angka jumlah pesangon memang terkesan turun, tetapi di sisi lain ada jaminan hukum yang lebih mengikat pengusaha.

"Itu pesangonnya 19 kali ditambah 6 yang dari pemerintah," ungkap Mahfud MD.

"Itu 'kan satu hal yang baru juga. Meskipun kelihatannya turun, tapi jaminan hukumnya lebih ada," lanjut dia.

Jurnalis Karni Ilyas lalu menyinggung kemungkinan pengusaha enggan mengikuti aturan tersebut.

"Bagaimana kalau yang 19 itu pengusaha ada yang bandel, tidak mau mematuhi 19. 'Kan dulu 32 itu banyak yang tidak mematuhi, walaupun banyak juga yang mematuhi," ungkit Karni Ilyas.

Mahfud menerangkan jika ditemukan pelanggaran seperti itu, maka buruh dapat melaporkan pengusaha melalui hukum pidana.

"Sekarang 'kan dimasukkan ke ancaman pidana, kalau Anda enggak bayar ini dipidana, dilaporkan sebagai tindak pidana akhirnya meskipun dasarnya perdata," jelas mantan politisi PKB ini.

"Keengganan memenuhi itu bisa dilaporkan sebagai tindak kriminal, kalau dulu 'kan tidak bisa kita," tambahnya. (TribunWow.com/Brigitta)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Mahfud MDUU Cipta KerjaOmnibus LawYouTubeKarni IlyasMahkamah Konstitusi (MK)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved