Breaking News:

UU Cipta Kerja

Tunjukkan Solidaritas, Jaringan Masyarakat Sipil Internasional Turut Mengutuk UU Cipta Kerja

Lembaga-lembaga tersebut bersama ratusan organisasi dan individu mengeluarkan pernyataan solidaritas.

Editor: Claudia Noventa
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI - Aparat Kepolisian bersitegang dengan pendemo di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNWOW.COMMasyarakat sipil internasional menyatakan solidaritas dengan disahkannya  Omnibus Law oleh parlemen Indonesia, yang kemudian disusul aksi protes besar-besaran oleh masyarakat sipil Indonesia, serikat buruh, pelajar, dan aktivis.

Para aktivis mengkritik bahwa UU ini memotong standar peraturan untuk perlindungan lingkungan serta mengganggu jalannya perlindungan tenaga kerja dan pekerjaan.

Jaringan masyarakat sipil internasional seperti Asia Europe Peoples Forum, Institut Transnasional, 11.11.11 (Asia), Fokus di Dunia Selatan, Monitoring Sustainability of Globalization (MSN), dan Member of Malaysian Parliament-Charle Santiago, ikut prihatin dengan pengesahan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Kronologi Ricuh Demo Tolak UU Cipta Kerja di Monas, Sekumpulan Massa Tanpa Identitas Mulai Bergabung

Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan, Undang-undang Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh serta mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan.
Massa dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di jalan Medan Merdeka Barat tepatnya depan Gedung Sapta Pesona mengarah ke Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan, Undang-undang Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh serta mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Lembaga-lembaga tersebut bersama ratusan organisasi dan individu mengeluarkan pernyataan solidaritas, yang mengutuk “segala bentuk pembungkaman suara rakyat, terutama ketika pasukan keamanan digunakan untuk mengekang protes rakyat, dan protes damai dibubarkan oleh polisi bersenjata."

"Ini tidak bisa diterima di dunia yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sejati," kata Jaringan masyarakat sipil internasional dalam keterangan resmi yang diterima redaksi Kompas.com pada Selasa (13/10/2020).

Tercatat sekitar 5.918 orang dalam aksi penentangan tersebut ditangkap polisi tanpa alasan yang jelas. Penangkapan juga dilakukan dengan kekerasan dan tidak berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

Baca juga: Dituding Ngabalin Jadi Provokator Demo Tolak Omnibus Law, Ahmad Yani: KAMI adalah Orang Terpelajar

Perilaku rahasia para pembuat kebijakan Indonesia merupakan penyimpangan dari akuntabilitas dan penyimpangan dari prinsip-prinsip demokrasi yang telah dijanjikan Indonesia kepada rakyatnya.

Minimnya transparansi dari akhir teks UU mengakibatkan banyak disinformasi mengenai isi undang-undang yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum.

Jaringan masyarakat sipil internasional juga dalam pernyataannya juga menyoroti dampak pandemi Covid-19.

“Pandemi Covid-19 saat ini tidak dapat digunakan sebagai kedok untuk mengelabui masyarakat untuk mengambil keputusan yang berdampak luar biasa bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia”.

Organisasi dan aktivis masyarakat sipil internasional mendukung perjuangan demokrasi dan membela tuntutan rakyat Indonesia, untuk menuntut kelestarian lingkungan dan perlindungan maksimal dalam memajukan ketenagakerjaan dan hak asasi manusia.

Baca juga: Ancaman bagi Pelajar yang Ikut Demo, Identitas Dicatat di SKCK hingga Sulit Dapat Pekerjaan

Jaringan tersebut juga prihatin dengan kebijakan ekonomi global saat ini yang merupakan hasil dari carte blanche atau kekuatan diskresioner yang tidak terbatas untuk bertindak.

Model kebijakan yang didasarkan pada kebijakan ekstraktif yang merusak dengan mengabaikan strategi ekologi, eksploitatif, dan monopolistik yang rumit, yang menekankan pada keuntungan sebagai lawan ekuitas, tanpa ada perlindungan hak asasi manusia.

“Kami membutuhkan kebijakan baru dan mengembangkan model pembangunan ekonomi alternatif baru”, tegas jaringan masyarakat sipil internasional.

Sumber: Kompas.com
Tags:
Jaringan Masyarakat Sipil InternasionalUU Cipta KerjaOmnibus LawDPR RIdemo
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved