UU Cipta Kerja
Sebar Undangan di Medsos, Mulai dari FPI, GNPF, PA 212 Siap Aksi Serentak Tolak UU Cipta Kerja
Sejumlah ormas berbasis agama, siap melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja, pada Selasa (13/10/2020) nanti.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sejak disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-undang, penolakan dan kontra terus berdatangan dari berbagai pihak, mulai dari politisi, masyarakat, hingga mahasiswa.
Diketahui, aksi besar-besaran telah dilakukan oleh para mahasiswa dan buruh, pada Kamis (8/10/2020) lalu.
Kini, giliran sejumlah ormas Islam menyatakan rencana mereka hendak mengadakan aksi tolak UU Cipta Kerja, pada Selasa (13/10/2020) nanti.

Baca juga: Jadi Tersangka, Ini Sosok Sari Labuna yang Usung Keranda Puan Maharani saat Demo UU Cipta Kerja
Undangan aksi tersebut beredar di media sosial, satu di antaranya di akun Twitter @HrsCenter.
Pada cuitannya, Sabtu (10/10/2020), akun @HrsCenter, membagikan undangan kepada seluruh Korda dan Korwil Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK NKRI), untuk datang bersama dalam aksi penolakan UU Cipta Kerja.
Tidak hanya menolak UU Cipta Kerja, tuntutan lainnya adalah meminta pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Pada undangan itu, lokasi aksi ditulis di wilayah masing-masing, pada Selasa (13/10/2020).
Dikutip dari WARTAKOTAlive.com, Minggu (11/10/2020), aksi penolakan serentak itu dimotori oleh sejumlah ormas besar, seperti Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, hingga PA 212.
Di Jakarta sendiri, aksi akan berpusat di Istana Negara, mulai pukul 13.00 WIB.
Sebelum undangan ini disebar, sejumlah ormas Islam telah menyatakan sikapnya terhadap UU Cipta Kerja.
Pernyataan itu merupakan sikap bersama dari FPI, GNPF Ulama, PA 212, dan HRS Center.
Konferensi pers mereka diunggah lewat akun YouTube FRONT TV, Jumat (9/10/2020).
Total terdapat tujuh poin terkait sikap mereka terhadap UU Cipta Kerja.
Tuntutan-tuntutan itu di antaranya adalah meminta presiden mundur, hingga meminta partai-partai pendukung pengesahan UU Cipta Kerja untuk membubarkan diri.
Berikut tujuh poin pernyataan ormas tersebut yang tertulis dalam kolom deskripsi akun YouTube FRONT TV, Jumat (9/10/2020):
1. Mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
2. Menasehati dan meminta rezim beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri.
3. Segera membebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan menghentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
4. Mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kezdaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki dan tidak menyerah terhadap berbagai kekejaman yang dilakukan rezim ini.
5. Mendesak segera dikeluarkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.
6. Menuntut Presiden untuk menyatakan diri mundur/berhenti sebagai Presiden karena
ketidakmampuan dan tidak kompeten dalam menjalankan roda pemerintahan.
7. Menuntut Partai Partai pendukung pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja untuk segera membubarkan diri karena telah menjadi kepanjangan tangan kepentingan Cukong Aseng dan Asing daripada menjadi penyalur aspirasi rakyat.
Baca juga: Aksi Besar-besaran FPI, GNPF, PA 212, dan Puluhan Ormas Lainnya Tolak UU Ciptaker di Istana Negara
Jokowi Kupas Hoaks Seputar UU Cipta Kerja
Penolakan dan kritik tak henti-henti menyasar Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (5/10/2020) lalu.
Disebut merugikan buruh, timbul perbincangan mengenai sistem gaji yang diubah menjadi per jam, hingga penghapusan jatah cuti kawinan, kematian, dan isu-isu lainnya.
Menanggapi hal tersebut, akhirnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memaparkan sejumlah hoaks yang beredar seputar UU Cipta Kerja.
Hal itu ia sampaikan lewat Keterangan Pers Presiden RI Terkait Undang-Undang Cipta Kerja, di Istana Bogor, Jumat (9/10/2020).
Pertama, Jokowi menanggapi soal ramainya aksi penolakan yang ditenggarai oleh kesalahpahaman atas UU Cipta Kerja.
"Saya melihat adanya unjuk rasa, penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini, dan hoaks dari media sosial," kata Jokowi.
Ayah dari Gibran Rakabuming Raka itu lalu membahas soal hoaks penghapusan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK).
Jokowi menegaskan hal tersebut adalah hoaks.
"Hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional (UMR) tetap ada," terang RI 1.

Baca juga: Singgung UU Cipta Kerja, Hotman Paris Bahas Pesangon Buruh: Dia Tidak Mampu Bayar Pengacara
Kemudian Jokowi lanjut membahas soal isu upah per jam yang tengah ramai menjadi bahan perbincangan di masyarakat.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu memastikan bahwa kabar itu bohong.
"Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang," ucap Jokowi.
"Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," lanjutnya.
Jokowi kemudian menyinggung soal kabar penghapusan cuti, mulai dari cuti nikah, khitan, baptis, hingga kematian yang diisukan dihapus.
Lagi-lagi Jokowi membantah hal itu.
Ia menegaskan hak cuti masih ada seperti sedia kala.
"Hak cuti tetap ada dan dijamin," kata pria yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo itu.
Selanjutnya Jokowi membantah soal hoaks tentang perusahaan bisa melakukan PHK secara sepihak.
"Apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.
Lalu Jokowi juga memastikan bahwa jaminan sosial dan bentuk-bentuk kesejahteraan pegawai lainnya masih akan terus ada.
"Jaminan sosial tetap ada," tegas Jokowi. (TribunWow.com/Anung)