Kasus Djoko Tjandra
Barita Simanjuntak Minta Kejagung Contoh Mahfud MD soal Kasus Jaksa Pinangki Tak Diserahkan ke KPK
Kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tak diserahkan ke KPK menjadi sorotan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Editor: Lailatun Niqmah
"Supaya publik yakin institusi kejaksaan, bekerja profesional, bekerja akuntabel, dan dapat dipercaya," kata dia.
• Tegaskan Kejagung Harus Limpahkan Kasus Pinangki, MAKI: Seburuk Apapun KPK, Masyarakat Percaya
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyampaikan akan turut melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani perkara suap Djoko Tjandra terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono mengatakan pelibatan ini untuk menjawab keraguan publik terkait transparansi pengusutan kasus tersebut.
Namun, pelibatan itu hanya berupa koordinasi dan supervisi.
"Untuk menjawab keraguan publik, pasti nanti kami akan koordinasi dan supervisi."
"Ketika nanti perkara akan naik ke penuntutan, kami akan lakukan koordinasi dengan KPK," kata Hari di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Lebih lanjut, dia mengatakan pihaknya juga akan mengundang penyidik KPK dalam proses gelar perkara kasus tersebut.
Menurutnya, hal itu juga dilakukan sebagai transparansi perkara yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung, kata dia, sangat terbuka jika lembaga anti rasuah terlibat dalam penanganan perkara tersebut.
Begitu juga aparat penegak hukum lain yang ingin membantu perkara itu.
"Setiap saat teman-teman KPK bisa menanyakan, menambah, memberikan data, memberi informasi. Kami terbuka, oleh karena itu kami akan secara transparan melakukan kegiatan itu," pungkasnya.
Untuk diketahui, Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra dalam statusnya sebagai terpidana korupsi cassie bank Bali.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.

Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra.
Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.