Terkini Nasional
Ketua Komisi Kejaksaan Curigai Sikap Tertutup Kejagung soal Jaksa Pinangki: Kasih Dong, Mana LHPnya?
Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak buka suara terkait banyaknya kecurigaan yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung, terlebih setelah terbakar.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak buka suara terkait banyaknya kecurigaan yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung, terlebih setelah gedungnya terbakar pada Sabtu (22/8/2020) lalu.
Karena saat ini, Kejaksaan Agung sendiri sedang menanggani kasus-kasus besar, di antaranya adalah skandal Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, Barita menyoroti sikap tertutup dari Kejaksaan Agung dalam melakukan pemeriksaan terhadap oknum jaksanya yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra, yakni Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

• ICW Bandingkan Penanganan Kasus Djoko Tjandra di Kejagung dengan Bareskrim: Bagaimana Publik Percaya
• Cecar Boyamin Saiman soal Kasus Jaksa Pinangki, Najwa Shihab: Kok Anda Jadi Hati-hati
Jaksa Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra senilai Rp 7 miliar untuk memuluskan pengurusan Fatwa ke Mahkamah Agung (MA).
Barita menilai ada kejanggalan yang perlu dicurigai dalam pemeriksaan Jaksa Pinangki oleh Kejaksaan Agung.
Dikatakannya bahwa pihaknya ditolak oleh Kejagung untuk ikut melakukan pemeriksaan kepada Jaksa Pinangki.
Hal itu terbukti dengan tidak hadirnya Jaksa Pinangki dalam dua kali undangan dari Komisi Kejaksaan dengan alasan akan ditangani secara internal.
"Karena pertama kami mengundang oknum Jaksa P itu tanggal 27 Juli tidak datang tanpa alasan, tanggal 30 Juli kami undang kedua juga tidak datang," ujar Barita Simanjuntak.
"Namun kami mendapat surat dari atasannya bahwa karena pemeriksan pengawasan sudah berjalan sehingga Komisi Kejaksaan tidak perlu memeriksa lagi," kata Barita Simanjuntak.
Mengaku tidak terlalu mempermasalahkan terkait hal, Barita mengatakan terdapat kejanggalan lainnya.
Menurutnya, meski tidak ikut melakukan pemeriksaan, Komisi Kejaksaan tetap berhak untuk mendapatkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Kejagung.
• Bahas Kejaksaan Agung Terbakar, Mahfud MD Ingatkan Ada MAKI: Kalau Bohong, Besok Dibuka Boyamin
Barita juga menyinggung Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Boyamin Saiman yang sudah mendesaknya untuk meminta perkembangan dari pemeriksaan tersebut.
"Itu sebabnya, sesuai dengan Pasal 4c Peraturan Presiden, kami meminta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), sebab itu wewenang Komisi," ungkap Barita.
"Kalau kami tidak bisa periksa, kasih dong, mana LHP-nya. LHP diperlukan supaya kami bisa menjawab, ini MAKI, Mas Boyamin ini kejar terus. Hak dia sebagai pelapor harus kita sampaikan," tutupnya.
Simak videonya mulai menit ke- 2.50
ICW Bandingkan Penanganan Kasus Djoko Tjandra di Kejagung dengan Bareskrim
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai penanganan kasus Djoko Tjandra yang melibatkan oknum jaksa Pinangki yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung sangat lambat.
Hal itu disampaikan Kurnia saat menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, Rabu (26/8/2020) yang juga dihadiri oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono.
Dilansir TribunWow.com, Kurnia kemudian membandingkannya dengan penanganan yang dilakukan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

• Cecar Boyamin Saiman soal Kasus Jaksa Pinangki, Najwa Shihab: Kok Anda Jadi Hati-hati
Dikatakannya bahwa penanganan di Bareskrim jauh lebih cepat dibandingkan di Kejaksaan Agung.
Buktinya sejauh ini Bareskrim sudah menetapkan lima orang tersangka yang terlibat dalam skandal kasus Djoko Tjandra.
Keberhasilan itu juga diakui lantaran Bareskrim berani menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau kita bandingkan dengan teman-teman yang ada di Bareskrim Polri, sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka," ujar Kurnia.
"Tiga di antaranya penegak hukum dan dua swasta, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi," jelasnya.
Sebaliknya, penanganan di Kejaksaan Agung hanya jalan di tempat baru sampai menetapkan jaksa Pinangki sebagai penerima suap.
Menurutnya, Kejagung harusnya bisa dengan mudah untuk menetapkan penerima suap, lantaran tersangka penerima suap sudah terungkap.
"Bahkan Kejaksaan Agung baru menetapkan penerima suap, kan tidak mungkin tidak ada pemberi suap," kata Kurnia.
"Itu lama prosesnya, jadi bagaimana publik akan percaya kalau Kejaksaan Agung tidak menunjukkan upaya untuk mencipatakan penegakan hukum yang objektif," ucapnya.
• Di Mata Najwa, MAKI Debat Pihak Kejaksaan Agung: Anda Sendiri Tak Peduli, Asuransi Saja Tidak
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengatakan bahwa semuanya mempunyai prosesnya sendiri-sendiri dan tidak bisa terburu-buru.
Diakuinya bahwa kendalanya juga berasal dari pihak-pihak yang mangkir untuk dimintai keterangan dan dilakukan pemeriksaan.
"Dalam penanganan perkara kan by proses, tanggal 4 diserahkan bidang pengawasan, tanggal 7 penyidikan, tanggal 11 ditangkap, tanggal 12 ditahan," terang Hari.
"Kemudian untuk memanggil memeriksa seseorang, siapa kawan berbuat, kemudian pemberinya siapa, ini kan by proses," jelasnya.
"Artinya ketika seseorang dipanggil menggunakan haknya tidak hadir tentu by proses."
Meski begitu, dirinya mengungkapkan perkembangan terbaru dalam penanganan kasus Djoko Tjandra, yakni dikatakannya sudah melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang.
"Dan hari ini kita periksa tiga orang termasuk Djoko Tjandra kemudian juga dari Garuda, juga dari salah satu dealer mobil BMW," ungkapnya.
"Oleh karena itu tolong dukung kami berikan masukan kami dan kami akan buktikan itu," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 7.00
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)