Terkini Nasional
Sebut Polisi Tak Mungkin Usut Kasus Djoko Tjandra, IPW Usul KPK Turun Tangan: Tapi Apakah Berani?
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dalam kasus Djoko Tjandra.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan dalam kasus Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kompas Petang, Sabtu (18/7/2020).
Ia menyinggung adanya dugaan gratifikasi dari buron kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali Djoko Tjandra.

• Mendebat Pengamat Kepolisian soal Red Notice Djoko Tjandra, MAKI: Ada Penyalahgunaan Wewenang
Gratifikasi tersebut diduga dilakukan terhadap petinggi polisi yang telah menerbitkan surat jalan Djoko Tjandra.
"Di media sosial, di masyarakat beredar adanya sekian miliar yang dikeluarkan Djoko Tjandra untuk oknum," papar Neta S Pane.
"Bahkan di situ disebutkan nama dan inisial," lanjutnya.
Ia menjelaskan kasus itu belum tentu dapat diusut institusi Polri.
Neta mendorong kasus tersebut dapat diserahkan ke KPK sebagai lembaga antirasuah.
"Saya kira ini harus diusut. Kita tidak bisa berharap banyak polisi yang mengusutnya," ungkap Neta.
"Sebab itulah KPK harus masuk karena ini tugas KPK sebenarnya," tegasnya.
Neta menyinggung peran Ketua KPK Komjen Firli Bahuri yang seharusnya berani menuntaskan kasus yang terjadi pada tahun 1999 tersebut.
"Tapi pertanyaannya, apakah KPK berani? Kita berharap Pak Firli sebagai Komjen yang masih aktif sekarang punya keberanian untuk mengusut ini," jelas Neta.
"Sangat dimungkinkan, karena itu tugas KPK," tegasnya.
• Kesaktian Buron Djoko Tjandra Bebas Masuk Indonesia, Terhapusnya Red Notice dan Dapat Surat Jalan
Selain itu, Neta menilai perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen.
Ia mengusulkan Menko Polhukam, Mahfud MD, dapat menjadi pemimpin TGPF.
"Sejak awal IPW mendorong supaya dibentuk tim pencari fakta supaya independen, supaya marwah kepolisian terjaga," paparnya.
"Itu bisa dipimpin oleh Pak Mahfud misalnya sebagai Menko Polhukam," kata Neta.
Neta kemudian mengkritik Mahfud MD yang berinisiatif membangunkan kembali Tim Pemburu Koruptor.
Menurut dia, keberadaan tim tersebut tidak efektif karena buron kasus Djoko Tjandra saja dapat lolos dari pengawasan penegak hukum.
"Ketimbang Pak Mahfud membikin tim pemburu koruptor, enggak ada gunanya. Orang koruptornya sudah datang dikasih karpet merah oleh jenderal-jenderal polisi itu, ngapain dibentuk tim?" sindir Neta.
"Mending Pak Mahfud mengonsolidasikan lembaga-lembaga di bawahnya, kemudian memberantas korupsi lewat institusi-institusi itu," jelasnya.
"Tim ini dipimpin Pak Mahfud supaya lebih independen dan marwah kepolisian terjaga," tutup Neta.
Lihat videonya mulai dari awal:
Johnson Panjaitan Duga Kasus Djoko Tjandra Sudah Diatur Prosedur
Penasihat Indonesia Police Watch (IPW), Johnson Panjaitan menanggapi rumitnya persoalan kasus buronan Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, Johnson Panjaitan menduga kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Djoko Tjandra terjadi secara prosedur.
Hal ini disampaikan dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam 'tvOne', Kamis (16/7/2020).
• Kompolnas Sebut Pemberian Surat Jalan untuk Djoko Tjandra Memalukan Institusi dan Anggota Polri
Dirinya mengingatkan bahwa status buron yang diberikan kepada Djoko Tjandra bukan karena mangkir dalam proses penyidikan.
Melainkan dirinya melarikan diri untuk menghindari putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.
Johnson Panjaitan lantas menyinggung peran atau keterlibatan dari istrinya dalam memuluskan prosedurnya tersebut.
Maka dari itu, dirinya menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap istri dari Djoko Tjandra.
"Ini orang bukan buronan karena penyidikan, ini kan dia lari karena tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung," ujar Johnson Panjaitan.

"Yang kedua saya kira kalau istrinya disuruh mengurus itu seolah-olah itu prosedur, jadi itu prosedur, bukanya loby-loby, ada prosedur yang ditempuh karena itu dia mengajukan permohonan," jelasnya.
"Karena itu saya bilang tangkap dan tahan biar ketahuan."
Sementara itu, menanggapi soal kabar pencabutan red notice untuk DJoko Tjandra, Johnson menilai hal itu digunakan untuk memudahkan aktivitasnya dalam masuk dan keluar Indonesia.
Dirinya menambahkan, hal itu tidak terlepas dengan tujuannya ke Indonesia yakni untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) terkait kasusnya.
• Mendebat Pengamat Kepolisian soal Red Notice Djoko Tjandra, MAKI: Ada Penyalahgunaan Wewenang
Maka dari itu, dirinya menilai kejanggalan-kejanggalan dari Tjoko Tjandra memang sudah dipersiapkan secara matang dengan melibatkan banyak pihak.
"Jadi red notice ini dia pakai untuk menghilangkan jembatan yang menyulitkan dia keluar masuk untuk mengatur ancaman penyaderaan rezim waktu dalam rangka mengurus PK," ungkapnya.
"Jadi ini sudah diatur sampai putusan PK-nya, bukan hanya prosedurnya," tegasnya Johnson.
"Dan saya kira ini bukan cuman polisi, ini paket lengkap, yang malu ini bangsa bukan hanya polisi," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit awal:
(TribunWow.com/Brigitta Winasis/Elfan)