Terkini Daerah
Kisah Yusuf, Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh: Harus Bayar Utang Perjalanan Seumur Hidup
Muhammad Yusuf, warga Negara Bagian Rakhine, Myanmar yang menjadi pengungsi Rohingya menceritakan kisahnya yang harus bekerja seumur hidup.
Editor: Rekarinta Vintoko
Berdasarkan kesaksian beberapa nelayan Aceh, kapal yang ditumpangi para pengungsi Rohingya rusak sekitar 80 mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, sehingga air menutupi hampir setengah lambung kapal.
Muklisin, kapten kapal yang melakukan penjemputan mengatakan "waktu saya merapat ada yang menangis, ada saya lempar [minuman dan makanan] dan mereka berebutan karena kelaparan dan kehausan," katanya.
Menanti kejelasan nasib
Muhammad Yusuf kini hidup bersama 98 pengungsi Rohingya lainnya di Balai Latihan Kerja (BLK) Desa Mee Kandang, Lhokseumawe, Aceh.
Ke-43 orang dewasa dan 56 anak-anak itu masih menunggu kepastian terkait nasib mereka.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan perlu dilakukan langkah-langkah preventif guna mencegah warga Rohingya tidak menjadi korban perdagangan manusia.
Menlu Retno Marsudi menyebut upaya repatriasi ribuan warga Rohingya dari kamp-kamp pengungsian di Bangladesh ke Rakhine State, Myanmar, harus terus diprioritaskan oleh ASEAN, walau rencana repatriasi hingga kini belum dapat terlaksana mengingat situasi keamanan dan pandemi Covid-19.
Otoritas Indonesia juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya unsur penyelundupan manusia sehingga migran ireguler tersebut menjadi korban.
"Penyelundupan manusia adalah kejahatan yang harus dihentikan dan memerlukan kerja sama kawasan dan internasional. Perjalanan laut yang tidak aman ini dipastikan akan terus terjadi sepanjang akar masalah tidak diselesaikan," kata keterangan resmi Kemlu.
Wartawan di Aceh, Hidayatullah, melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul Rohingya: 'Disiram air panas' hingga 'bayar utang perjalanan sampai mati' - kisah pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh