Terkini Nasional
Bahas Wacana Reshuffle, Refly Harun Nilai Jokowi seperti Tertekan: Adopsi Sebanyak Mungkin Menteri
Pakar hukum tata negara Refly Harun angkat bicara tentang penempatan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun angkat bicara tentang penempatan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Hal itu ia ungkit setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka opsi akan merombak jajaran menteri (reshuffle) jika dinilai tidak dapat menangani pandemi Virus Corona (Covid-19).
Dilansir TribunWow.com, topik itu dibahas Refly dalam kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (29/6/2020).

• Soroti Bansos Covid-19, Jokowi Minta Tak Hanya Kerja Lumayan: Jangan Mati Dulu Baru Kita Bantu
Awalnya, Refly menyoroti banyaknya jumlah kementerian yang dibentuk pada pemerintahan kedua Jokowi periode 2019-2024.
Ia menduga ada tekanan yang ditimpakan pada Jokowi.
"Mengenai reshuffle kabinet ini, di era kedua pemerintahan Jokowi, saya sesungguhnya agak heran," kata Refly Harun.
"Jokowi seolah-olah tertekan untuk mengadopsi sebanyak mungkin menteri," katanya.
Refly menjelaskan jumlah kementerian saat ini adalah jumlah maksimal yang diizinkan.
"Coba bayangkan, portofolio kementerian itu maksimal 34, habis sudah," paparnya.
Tidak hanya itu, Refly juga menyoroti pengadaan jabatan wakil menteri di beberapa kementerian.
"Tapi tiba-tiba ditambah juga dengan wakil-wakil menteri di beberapa kementerian," ungkit Refly.
"Bahkan di Kementerian BUMN ada dua wakil menteri, padahal jumlah deputinya kurang lebih sama saja dengan kemarin," paparnya.
Refly lalu menyoroti rencana pemangkasan birokrasi yang pernah diutarakan.
"Pernah dikatakan untuk mengatakan efisiensi dan efektivitas kinerja, ternyata birokrasinya juga panjang," ungkapnya.
Ia kemudian mengkritik kinerja para wakil menteri di sejumlah kementerian.
• Singgung Menkes Terawan, Jokowi Pertanyakan Anggaran Covid-19 Belum Terpakai: Ke-Rem ke Situ Semua
Menurut Refly, belum tentu para wakil menteri tersebut membantu kinerja menterinya.
Ia menduga adanya jabatan wakil menteri justru dapat mempersulit kebijakan.
"Saya tidak yakin kementerian yang punya wakil menteri itu justru lancar-lancar saja kinerjanya," ungkap mantan Komisaris Pelindo ini.
"Bisa jadi jangan-jangan justru kebanyakan wakil menteri ini justru ngerecokin karena ada dua nahkoda," tambahnya.
Hal itu ia sampaikan mengingat kemungkinan ada kepentingan kebijakan jika menyangkut asal partai para pejabat menteri tersebut.
"Misal ada di sebuah kementerian ada dua partai sekaligus. Menterinya dari partai A, wakil menterinya dari partai B," jelas Refly.
"Saya juga heran, kalau kita lihat sumber dari rekrutmen Jokowi 'kan cuma dua saja. Pertama adalah orang yang direkrut Presiden Jokowi sendiri, kedua adalah orang yang direkomendasikan atau orang yang diikat oleh partai politik," katanya.
• Mahfud MD Sebut Jokowi Minta Aparat Tak Sensi dengan Gurauan Masyarakat: Tidak Usah, Biarin Saja
Lihat videonya mulai menit 9:00
Jokowi Minta Para Menteri Bekerja Lebih Keras
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur kinerja para menteri kabinetnya terkait penanganan pandemi Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Kamis (18/6/2020).
Dalam sidang itu, Jokowi menilai penanganan pandemi di Indonesia belum maksimal.
• Jokowi Jengkel hingga Marahi Menteri: Apa Enggak Punya Perasaan? Suasana Ini Krisis!
Menurut dia, hal itu harus sama-sama dirasakan jajarannya.
Awalnya, Jokowi menyoroti bagaimana situasi saat ini harus dianggap sebagai krisis.
"Suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis," kata Joko Widodo, dalam tayangan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, diunggah Minggu (28/6/2020).
Hal itu ia singgung mengingat tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat.
"Kita juga, mestinya juga semua yang hadir di sini, sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab. Kita yang berada di sini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia," tegasnya.

"Tolong garis bawahi, perasaan itu tolong sama, pada sense of crisis yang sama," tambah Jokowi.
Ia kemudian menyinggung Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi minus 6 sampai 7,6 persen.
Jokowi menambahkan, Bank Dunia menyatakan hal yang sama yakni pertumbuhan ekonomi bisa mencapai minus 5 persen.
Hal tersebut menjadi perhatian Jokowi.
"Perasaan ini harus sama. Kita harus ngerti ini," kata presiden 59 tahun ini.
Jokowi menegur kinerja jajarannya harus lebih keras daripada biasanya.
• Jokowi Ungkit Anggaran Kesehatan Baru Cair 1,53 Persen: Jangan Biarkan Mereka Mati Dulu Baru Dibantu
Menurut dia, sikap yang menganggap situasi masih normal akan semakin membahayakan situasi krisis.
"Jangan biasa-biasa saja, jangan linier. Jangan menganggap ini normal," tegur Jokowi.
Ia menilai masih banyak jajaran pemerintah yang belum bersikap seperti menghadapi krisis.
"Bahaya sekali. Saya melihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," ungkap mantan Wali Kota Solo ini.
"Kerja masih biasa-biasa saja," tambah Jokowi dengan nada tinggi.
Dalam pidato yang disampaikan di hadapan para menteri itu, ia meminta bawahannya harus bekerja keras.
"Ini kerjanya memang harus luar biasa, extraordinary," tegas Jokowi.
"Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya," tambahnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)