Terkini Nasional
Soal Aksi John Kei, Debt Collector Ini Ungkap Filsafat dari Maluku: Kita Malu Melakukan yang Jahat
Pengusaha Jasa Keamanan Marsyel Ririhena turut menanggapi kasus premanisme yang dilakukan kelompok John Kei.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Awalnya, Nus berharap tidak perlu ada keributan yang melibatkan keluarganya semacam ini.
"Saya berharap ke depan jangan ada lagi seperti itu. Semoga kemarin jadi hari terakhir," kata Nus Kei.
Ia menyinggung kejadian itu menewaskan seorang kerabatnya.
"Kami kubur bersama-sama dengan ponakan sekarang yang sekarang kami kubur ini," ungkapnya.
Nus Kei menyebutkan sejak kejadian huru-hara di rumahnya, belum ada komunikasi dengan John Kei.

Meskipun begitu, ia berharap dapat menemui keponakannya.
"Belum ada, kami belum diberi ruang ke sana. Tapi saya berharap satu waktu mungkin bisa ke situ, mungkin lewat pihak kepolisian," jelas Nus Kei.
Hal itu ia sampaikan mengingat posisinya sebagai orang yang lebih dituakan dalam keluarga.
"Saya berharap, sih, karena saya posisikan diri sebagai orang tua, paman," jelas Nus Kei.
Ia memaparkan sikapnya ini didasarkan pada filsafat suku Kei asal Maluku Tenggara.
Menurut Nus, setiap anggota suku Kei adalah kesatuan.
• Polisi Ungkap Motif Penyerangan John Kei pada Pamannya karena Tanah, Nus Kei: Tapi Itu Sudah Selesai
Ia menilai filsafat itu yang membedakan anggota keluarganya dengan orang lain.
"Kami punya filsafat orang Kei. 'Kami ini satu, satu kesatuan, satu tiang yang tidak bisa dipisahkan'," katanya.
"Itu kami orang Kei. Saya pikir suku lain tidak punya filsafat seperti itu dan itu sangat mengikat kami," papar Nus Kei.
Nus Kei memaklumi jika kericuhan kemarin dipicu emosi semata.