Terkini Nasional
Aria Bima Jelaskan soal RUU HIP kepada Ketua PA 212: Belum Pernah Baca Pidato Bung Karno 1 Juli?
Anggota DPR Fraksi PDIP, Aria Bima memberikan tanggapan terkait aksi protes yang disampaikan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima memberikan tanggapan terkait aksi protes dan tudingan yang disampaikan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif.
Dilansir TribunWow.com, Slamet Maarif sebelumnya membenarkan terkait aksi demo hingga pembakaran bendera Partai PDIP di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Alasannya karena masyarakat jelas menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang dinilai telah bertentangan dengan ideologi bangsa yang sebenarnya.

• Ketua PA 212 Minta PDIP Tak Berlebihan soal Pembakaran Bendera Partai: Ada Persoalan Lebih Penting
Dikatakan Slamet Maarif, dua hal yang paling disorot adalah perubahan bunyi sila pertama dan penyusutan menjadi Trisila dan Ekasila.
Aria Bima lantas mengaku tidak membenarkan tudingan yang disampaikan oleh Slamet Maarif.
Menurutnya, dalam poin-poin dalam RUU HIP tidak seperti yang dibayangkan oleh Slamet Maarif maupun masyarakat Indonesia.
Dirinya menganggap bahwa Slamet Maarif belum pernah membaca pidato presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno pada 1 Juli, bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila.
Aria Bima lantas membacakan potongan pidato dari Ir. Soekarno.
"Kalau Pak Slamet ada tuduhan tadi ada unsur-unsur yang itu dianggap tidak sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, karena ada ketuhanan yang berkebudayaan," ujar Aria Bima.
"Tak bacakkan, 'Gek-gek' (jangan-jangan, -red) Pak Slamet belum pernah baca pidato Bung Karno 1 Juli?" ucapnya.
"Saya bacakan, prinsip kelima menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa."
"Prinsip ketuhanan bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan, tuhannya sendiri."
"Hendaknya negara Indonesia negara yang tiap-tiap orangnya menyembah Tuhan, dengan cara yang leluasa, segenap rakyat hendaknya bertuhan secara berkebudayaan yakni dengan tiada egoisme agama dan hendaknya negara Indonesia suatu negara bertuhan marilah kita amalkan jalankan agama baik Islam, baik Kristen dengan cara beradab," kata Aria Bima membacakan pidato dari Ir. Soekarno.
• Bendera PDI Perjuangan Dibakar Massa, Megawati Soekarnoputri Minta Seluruh Kader Rapatkan Barisan
Aria Bima mengakui bahwa dirinya juga paham dengan yang apa dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sementara itu menurutnya, terkait perubahan Ketuhanan yang Berkebudayaan bukan berarti menghilangkan Tuhan yang satu tadi.
"Jadi begini, kita paham betul yang bener itu ketuhanan yang maha esa," kata Aria Bima.
"Jangan diantitesis itu proses awal, ketuhanan dan kebudayaan itu bukan antitesis bukan menghilangkan Ketuhanan Yang Maha Esa," tegasnya.
"Memang berbudaya, cara mengekspresikan ketuhanan itu," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 6.06:
Slamet Maarif Minta PDIP Tak Berlebihan
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, sebelumnya Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif meminta Partai PDI Perjuangan (PDIP) tidak berlebihan menanggapi pembakaran bendera partainya.
Diketahui, insiden pembakaran bendera partai terjadi dalam aksi demo penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan Gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Dilansir TribunWow.com, Slamet Maarif mengatakan kepada PDIP bahwa ada hal yang lebih penting ketimbang pembakaran bendera, yakni terkait nasib ideologi bangsa dan negara, yakni Pancasila.
Slamet Maarif kemudian menilai bahwa aksi pembakaran bendera partai PDIP juga tidak hanya terjadi sekali, namun sudah berkali-kali.
Dirinya juga menyinggung terkait pembakaran bendera PDIP yang justru dilakukan oleh kadernya sendiri.

• Bendera PDI Perjuangan Dibakar Massa, Megawati Soekarnoputri Minta Seluruh Kader Rapatkan Barisan
"Jadi saya pikir beginilah, PDIP enggak usah lebay, enggak usah berlebihan, toh bendera PDI Perjuangan sudah sering dibakar," ujar Slamet Maarif.
"Baik oleh mahasiswa ketika aksi masalah BBM bahkan oleh kadernya sendiri di Kalimantan Barat kan bendera PDIP dibakar," jelasnya.
"Bahkan juga kader PDIP pernah membakar partai demokrat tahun 2017 itu dari berita dan data yang kita dapatkan."
Maka dari itu, Slamet Maarif meminta supaya pihak PDIP tidak berlebihan menanggapi hal itu.
Menurutnya, ada hal yang jauh lebih penting dari pembakaran tersebut.
Dirinya lantas menganggap wajar adanya penolakan terhadap RUU HIP, termasuk yang dilakukan dalam bentuk demo hingga pembakaran bendera PDIP.
• Soal Pembakaran Bendera PDIP, Pakar Hukum Sebut Bukan Menghina Partai: Ekspresi Penolakan RUU HIP
"Artinya enggak usah berlebihan, justru ada persoalan yang sangat penting buat kita, menyangkut keutuhan NKRI, menyakut keselamatan Pancasila, menyangkut jati diri hidup bangsa, menyangkut ideologi dasar negara yang sudah final," kata Slamet Maarif.
"Karena menyangkut ideologi dan keselamatan pancasila, menyangkut keutuhan NKRI makanya wajar umat ini marah, wajar rakyat Indonesia marah," tegasnya.
Dirinya mengaku tidak terima dan merasa tersinggung ketika idelogi bangsa yang sudah melekat dicoba untuk dirubah dan diotak-atik.
Terlebih dalam ubahannya tersebut banyak poin yang sangat tidak bisa diterima oleh akal.
Termasuk rencana menjadikan Pancasila menjadi Trisila dan EKasila.
Ia memastikan tidak hanya dirinya yang merasa tidak terima dan menolak RUU HIP, namun seluruh rakyat Indonesia.
"Bahkan bagaimana umat dan rakyat kalangan islam maupun nasionalis tidak marah ketika persoalan ideologi bangsa yang sudah final bagi kita kemudian akan dicoba dirubah, diutik-utik melalui rancangan HIP ini," ungkapnya.
"Bahkan ketuhanan yang maha esa yang menjadi dasar negara dan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 disepakati akan dirubah menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan."
"Bagaimana umat tidak marah ketika Pancasila akan diubah menjadi Trisila dan Ekasila," pungkasnya.
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)