Kasus Novel Baswedan
Kasus Lama Novel soal Sarang Burung Walet Kembali Dungkit, Saor Siagian: Dia Korban Manipulasi
Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian memberikan tanggapan terkait nama kliennya kembali diseret dalam kasus lama takni sarang burung walet.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Kuasa Hukum Novel Baswedan dalam kasus penyiraman air keras, Saor Siagian memberikan tanggapan terkait nama kliennya kembali diseret dalam kasus lama sarang burung walet.
Seperti yang diketahui, kasus dugaan penganiaayaan yang dilakukan oleh Novel Baswedan kembali memanas.
Novel Baswedan kembali disangkutkan oleh para pelaku pencurian sarang burung walet yang mengaku mendapatkan penganiayaan oleh penyidik senior KPK tersebut pada tahun 2004 silam.
Yaitu tepatnya ketika Novel Baswedan masih menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu.

• Pengakuan Korban Penganiayaan Kasus Sarang Burung Walet: Yang Tembak Kaki Saya Novel Baswedan
Dilansir TribunWow.com, Saor Siagian mengaku menyayangkan kasus tersebut kembali diungkit di tengah permasalahan penyiraman air keras kepada Novel.
Dirinya mengatakan bahwa kasus sarang burung walet sudah tidak seharusnya dibahas kembali.
Terlebih menurut Saor, dalam kasus tersebut, Novel hanyalah sebagai korban manipulasi.
Dengan menuduh bahwa yang melakukan penganiayaan hingga menyebabkan salah seorang pelaku meninggal seolah-olah adalah Novel.
"Kasus Sarang burung walet digoreng terus," ujar Saor, dikutip dari tayangan KompasTV, Minggu (21/6/2020).
"Seakan-akan dikontruksikan Novel Baswedan adalah pelaku pembunuhan kasus sarang burung walet," sambungnya.
"Padahal dia korban daripada manipulasi, kemudian kriminalisasi," jelas Saor.
• Novel Baswedan Sebut 2 Dakwaan atas Kasusnya Palsu: Dengan Bukti Mengada-ada Lebih Bagus Dilepas
Selain itu, Saor mengatakan bahwa peradilan kasus tersebut sudah dihentikan oleh Kejaksaan Agung sejak tahun 2016 lantaran tidak adanya bukti-bukti yang mendukung.
Ia menilai bukti-bukti yang diberikan oleh para penuntut hanyalah sebuah rekayasa.
"Kejaksaan Agung mengeluarkan yaitu SKP2 yang artinya surat keputusan pemberhentian penuntutan karena bukti-buktinya tidak cukup, karena bukti-buktinya rekayasa," ungkapnya.
"Kemudian juga sudah kadaluarsa," pungkasnya.