Kasus Novel Baswedan
Pengacara Terdakwa Penyiraman Air Keras Novel Sebut Kerusakan pada Mata karena Tindakan Medis
Penasehat hukum Rahmat Kadir, pelaku penganiayaan Novel Baswedan, menyebut kerusakan mata korban bukan akibat langsung siraman air keras.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Penasehat hukum Rahmad Kadir, terdakwa penganiayaan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyebut kerusakan mata korban bukan akibat langsung siraman air keras.
Ia menyatakan bahwa kebutaan tersebut disebabkan penanganan yang salah dari pihak tertentu dan juga Novel yang dinilai tidak kooperatif saat dalam perawatan.
Penasehat hukum tersebut juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memiliki sejumlah saksi terkait pernyataannya itu.

• Hasil Pertemuan Said Didu, Rocky Gerung, hingga Refly Harun dengan Novel Baswedan: Semua Sehati
Dilansir KompasTV, Selasa (16/6/2020), hal itu disampaikan dalam sidang agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin, (15/6/2020).
Tim pengacara kedua terdakwa mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan kliennya tidak serta merta menjadi penyebab rusaknya mata Novel.
Ia berdalih kerusakan mata yang menyebabkan kebutaan tersebut dikarenakan kesalahan medis akibat Novel yang dinilai tidak mau bekerjasama dengan dokter yang melakukan penanangan.
"Kerusakan mata saksi korban Novel Baswedan bukan akibat langsung dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa, melainkan diakibatkan oleh sebab lain," kata pengacara tersebut.
"Yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai dimana sebab-sebab lain itu didorong oleh sikap pasif korban sendiri yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit."
Ia lalu menuturkan kronologi kejadian, dimana setelah penyiraman yang dilakukan pada Selasa (11/4/2017) dini hari, Novel Baswedan pertama kali dibawa ke RS Mitra Keluarga.
"Dari keterangan saksi korban Novel Baswedan, saksi Yudha Yahya dan saksi Dokter Cecilia Muliawati Jahja yang disesuaikan satu dengan yang lainnya, setelah kejadian penyiraman, saksi korban Novel Baswedan dibawa ke rumah sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading," imbuhnya.
Tim pengacara tersebut lalu menerangkan bahwa Novel yang dibawa ke IGD rumah sakit langsung mendapat penanganan oleh dr Cecilia Jahja.
Sesuai standar medis, untuk membersihkan cairan kimia yang mengenai mata Novel, pihak rumah sakit membersihkannya dengan air murni.
Hal ini juga untuk menetralkan cairan asam yang berasal dari air dicampur air aki yang disiramkan.
Disebutkan saat itu mata Novel sudah bersih dari air aki dan masih dapat melihat dengan benar.
• Proses Persidangan Dinilai Janggal, Novel Baswedan: Seolah-olah Digiring Opini
"Namun ternyata saksi korban Novel Baswedan justru mengatakan rumah sakit Mitra Keluarga tidak bisa diandalkan untuk mengobati mata," ujar tim pengacara.
"Sehingga saksi korban meminta untuk dirujuk ke Jakarta Eyes Center," lanjutnya.
Dituturkan pula sebelum pihak rumah sakit selesai melakukan observasi secara mendalam selama 10 hari, Novel Baswedan sudah berangkat ke Singapura untuk menjalani perawatan lebih lanjut.
"Saksi korban pindah atas permintaan keluarga, bukan atas rekomendasi dokter yang merawat," tegas tim pengacara.
Ia juga menyebutkan bahwa pihak dokter RS Mitra Keluarga menyayangkan tindakan Novel yang disebut terlalu terburu-buru.
"Dari keterangan saksi Dokter Sengdy Chandra Chauhari, juga diketahui bahwa saksi korban tidak kooperatif karena terus menutup mata dan tidak mengikuti petunjuk dokter," terangnya.
Karena sikap Novel Baswedan dan keputusan yang diambilnya tersebut, matanya yang awalnya disebut baik-baik saja, malah mengalami komplikasi.
Sehingga menyebabkan penurunan daya lihat yang berujung pada kebutaan seperti saat ini.
Lihat tayangan selengkapnya dari menit pertama:
Pengacara Novel Baswedan Mengecam Tuntutan Jaksa
Pengacara Novel Baswedan, Kurnia Ramadhani mengecam jaksa yang hanya menuntut pelaku penyiraman air keras untuk dihukum selama 1 tahun penjara.
Ia menyebutkan bahwa penyelesaian kasus tersebut bak guyonan dalam penegakan hukum.
Pasalnya hukuman 1 tahun penjara tersebut dinilai tak setimpal dengan proses pencarian pelaku yang memakan waktu selama bertahun-tahun.
Dilansir akun YouTube KompasTV, Sabtu (13/6/2020), hal itu disampaikan Kurnia saat menjadi narasumber dalam tayangan Sapa Indonesia Malam.
Ia menyatakan persetujuannya terhadap istilah "dagelan dalam penegakan hukum" yang digunakan untuk menggambarkan jalannya persidangan tersebut.
"Ini merupakan dagelan dalam penegakan hukum, bayangkan penegak hukum yang bekerja di KPK sebagai penyidik, disiram air keras," kata Kurnia.
Ia menyinggung tuntutan hukuman yang tak setimpal pada pelaku, padahal pengusutan kasus tersebut memakan waktu lebih lama.
"Waktu pencarianya dua tahun lebih tapi tuntutannya hanya satu tahun," tandasnya.
Atas dasar kejadian tersebut, Kurnia menilai kasus tersebut tidak ditangani dengan sungguh-sungguh.
Ia merasa kejaksaan tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pembela korban.
"Sehingga kita tiba pada satu kesimpulan bahwa kejaksaan sendiri tidak serius dalam menangani kasus ini. Kejaksaan harusnya sebagai representasi negara dalam melakukan penuntutan sekaligus menjadi representasi bagi kepentingan korban, justru terlihat berpihak pada pelaku kejahatan," papar Kurnia.
Kurnia yang juga menjadi anggota peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan adanya beberapa kejanggalan dalam persidangan kasus tersebut.
"Dari awal sebenarnya kami ICW bersama tim advokasi Novel Baswedan sudah mencatat beberapa kejanggalan," bebernya.
Satu dari antara kejanggalan tersebut adalah adanya asumsi dari jaksa yang menyatakan terdakwa hanya melakukan penyiraman air keras.
"Padahal ini tindakan dari oknum yang mengendari motor pada April yang lalu merupakan percobaan pembunuhan berencana," terang Kurnia.
Dari pengalaman berbagai kasus serupa yang telah terjadi, penyiraman air keras pada wajah korban berpotensi menyebabkan kematian.
"Banyak kasus saya rasa bisa dirujuk di berbagai daerah, ketika seseorang mendapatkan siraman air keras di bagian wajahnya efeknya sangat fatal, yaitu bisa meninggal dunia," lanjutnya.
Tak setuju adanya unsur kesengajaan dalam kasus tersebut, Kurnia mengaku sudah memiliki firasat bahwa unsur tersebut akan ditampilkan dalam pengadilan untuk membela pelaku.
"Jadi ketidaksengajaan itu setelah kemarin sempat ramai dibicarakan masyarakat, kita sudah menduga asumsi tersebut akan disampaikan oleh kejaksaan," tandasnya.
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke-06:41:
(TribunWow.com/ Via)