Virus Corona
Kritik New Normal Terlalu Cepat, Pengamat Trubus Sebut PSBB Jadi Rancu: Tidak Bisa 'Ujug-ujug'
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan new normal terlalu cepat diluncurkan.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
"Kalau misalnya kita lihat daerah yang menerapkan PSBB dengan daerah yang tidak menerapkan PSBB dikatakan sama, otomatis nanti cara berpikirnya jadi rancu," lanjutnya.
Ia menyinggung daerah yang masih masuk zona merah tetapi sudah mulai melonggarkan PSBB.
"Menurut saya yang menerapkan PSBB ini karena daerah merahnya masih banyak," ungkap Trubus.
"Jadi kalau PDP dan ODP-nya masih tinggi seperti DKI Jakarta, ada 66 RW yang masih tinggi sekali, tidak mungkin kita langsung menerapkan kebebasan sebebas-bebasnya," lanjutnya.
Trubus menekankan penting untuk mengedukasi masyarakat terlebih dulu sebelum benar-benar menerapkan new normal.
"Masyarakat 'kan harus diedukasi dan dibimbing dulu," ungkap Trubus.
"Menurut saya membentuk perilaku itu tidak bisa ujug-ujug perilaku yang sudah menjadi budaya. Ada proses dulu, sosialisasi dulu," jelasnya.
• Peneliti UGM Minta Pemerintah Tak Buru-buru Terapkan New Normal di Bulan Juli: Belum Ada Penurunan
Lihat videonya mulai menit 26:00
Tanggapan Pakar Epidemiologi soal Jakarta Jelang New Normal
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono memperingatkan situasi wabah Virus Corona di DKI Jakarta yang dapat kembali memburuk.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan iNews, Jumat (5/6/2020).
Seperti diketahui, DKI Jakarta mulai melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sebelumnya telah dilakukan dalam tiga fase.
• PSBB Jakarta Dilonggarkan, Pakar Epidemiologi Ungkap Ketakutan: Enggak Peduli yang Penting Makan
Fase PSBB tambahan kali ini disebut sebagai masa transisi sebelum beranjak ke new normal.
Menanggapi hal tersebut, Tri Yunis mengungkapkan kriteria suatu wilayah dianggap cukup aman untuk melonggarkan pembatasan kegiatan.