Terkini Nasional
Refly Harun Ungkap Keluhan pada Prof Suteki soal Kebebasan Berpendapat: Sedikit-sedikit Bisa Dipecat
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengunkap keluhannya pada Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Professor Suteki.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengunkap keluhannya pada Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Professor Suteki.
Prof Suteki sendiri merupakan Dosen Mata Kuliah Pancasila yang merasa dipecat jabatannya karena berbeda pendapat pada 2017
Sedangkan, dulunya Prof Suteki merupakan Dekan Fakultas Hukum Undip.

• Mengacu Pasal 7A soal Pemecatan Presiden, Refly Harun: Kalau Tak Boleh, Buang Ayat konstitusi itu
Sehingga saat berdialog dengan Suteki, Refly Harun mengungkap keluhannya soal kebebasan berpendapat.
Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Refly Harun pada Rabu (3/6/2020), Refly Harun menilai kebebasan berpendapat juga menjadi masalah di lingkungan kampus.
"Jadi saya ingin berbicara mengenai Pancasilan dan kebebasan kampus serta kebebasan berpendapat."
"Ada perasaan akhir-akhir ini kok seperti dunia demokrasi kita, kebebasan akademik kita agak sesak," ujar Refly.
Menurut Refly era sekarang sedikit-sedikit bisa dilaporkan ke pihak kepolisian ataupun dicopot jabatannya.
"Rasanya sedikit-sedikit bisa diadukan, sedikit-sedikit bisa dipecat, sedikit-sedikit bisa diberhentikan, pandangan Prof sendiri bagaimana," ujar dia.
Lalu, Suteki menjelaskan bahwa sebenarnya ada tiga hal penting dalam ilmu kepentingan.
"Kalau di kampus kita kan punya tiga macam kredo, pertama adalah otonomi keilmuan, lalu yang kedua adalah kebebasan akademik, lalu yang ketiga adalah kebebasan mimbar akademik," ujar Suteki.
• Sebut Selain Pemberhentian Ada Pengunduran Diri, Refly Harun: Meminta Presiden Mundur itu Sah
Yang pertama adalah otonomi keilmuan di mana menurut Suteki, otonomi keilmuan itu tidak bisa diintervensi oleh pihak-pihak lain.
"Kan tiga ini saya melihat beberapa universitas ada perbedaan-perbedaan untuk ketiganya itu tetapi intinya sebenarnya kalau itu dimulai dari yang pertama dulu."
"Punya enggak kita otonomi keilmuan itu, nah otonomi keilmuan itu artinya pengembangan itu melalui penilitian, pengajaran dan pengabdian seharusnya tidak bisa dipisahin, dipaksa, dipengaruhi oleh otoritas yang lain," jelas Suteki.
Otonomi keilmuan seharusnya tak bisa dipengaruhi oleh pemerintah maupun masyarakat umum.
"Misalnya pemerintah atau LSM atau masyarakat umum, mestinya tidak bisa dipengaruhi itu," ungkapnya.
Terkait Perguruan Tinggi masih mendapat bagian dari anggaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), Suteki menegaskan bahwa APBN itu milik negara bukan pemerintah saja.
"Tapi ketika bicara tentang otonomi kampus, otonomi Perguruan Tinggi, mungkinkah Perguruan Tinggi yang terutama yang negeri itu memiliki otonomi."
"Sedangkan mulai soal APBN yang tetap digelontorkan ke kampus, kemudian itu sebenarnya mestinya tidak bisa lah wong ini APBN kan negara, atas nama negara bukan pemerintah," ungkapnya.
• Refly Harun Minta Jokowi Jangan Khawatir soal Diskusi Pemecatan Presiden: Era SBY Setiap Saat Ada
Lihat vidoenya mulai menit ke-11:40:
Jokowi Diminta Jangan Khawatir soal 'Pemecatan Presiden'
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan dirinya tak ingin ada lagi Presiden Republik Indonesia yang jatuh di tengah jalan.
Refly Harun juga berpesan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak khawatir soal diskusi 'pemecatan presiden'
Hal itu juga diungkapkan setelah mengikuti seminar online "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Masa Pandemi Covid-19" pada Senin (1/6/2020).

• Refly Harun Gamblang Kritik New Normal, Anggap Pemerintah Tak Mampu: Kelihatannya Sudah Bangkrut
"Hanya ketika menyampaikan materi dalam seminar tersebut, saya mengatakan, saya pribadi tidak berharap lagi ada presiden Republik Indonesia yang jatuh di tengah jalan."
"Kita memiliki sejarah yang buruk, karena kecuali SBY, semua presiden tidak menyelesaikan masa jabatannya yang sempurna," ujar Refly,
Lalu, Refly menyinggung soal desakan mundur pada Soekarno dan Soeharto maupun pemberhentian Habibie oleh MPR.
"Bung Karno dijatuhkan walaupun sudah berkuasa lama pada tahun 1967."
"Pak Harto dipaksa mengundurkan diri, Habibie ditolak pertanggungjawabannya sehingga tidak bisa lagi mencalonkan diri," terang Refly.
Padahal menurut Refly, Habibie seharusnya masih memimpin Indonesia hingga 2003.
"Padahal sesungguhnya dia masih memiliki jabatan hingga 2003, tapi karena gelombang reformasi, reformasi memaksa untuk diadakannya Pemilu dipercepat,"
"Dari seharusnya 2002 menjadi tahun 1999, maka ketika ditolak pertanggungjawabannya Habibie tidak maju lagi dalam pemilihan presiden," terang dia.
• Sebut Buat Presiden Mundur Tak Mudah, Refly Harun: Saya Pribadi Tak Berharap Ada Presiden Jatuh Lagi
Lalu, lagi-lagi Abdurrahman Wahid juga harus dipaksa mundur hingga digantikan oleh Wakilnya, Megawati Soekarnoputri.
"Kemudian presiden terpilih Abdurrahman Wahid di-impeach atau diberhentikan pada 2001, sisa masa jabatan dilaksanakan Presiden Megawati," kata dia.
Refly melanjutkan, hanya SBY yang bisa menyelesaikan masa jabatannya dengan sempurna.
"Tapi Presiden Megawati tidak terpilih dalam Pemilu demokratis 2004, baru Susilo Bambang Yudhoyono yang menyelesaikan masa jabatan secara paripurna."
"Yaitu lima kali dua periode, selama 10 tahun," ungkap Refly
Sehingga ia berharap agar Jokowi seperti SBY tetap menyelesaikan jabatannya di tengah kritik.
"Saya berharap bahwa presiden Jokowi juga seperti itu, mampu menyelesaikan masa jabatannya walaupun di tengah kritik," ungkap dia.
Lalu, Pakar lulusan Universitas Notre Dame Amerika Serikat ini juga meminta agar kebebasan berpendapat jangan dibatasi,
"Tapi jangan lupa aspirasi demokratis itu tidak boleh dikekang."
"Jadi kalau ada orang yang misalnya mendiskusikan pemberhentian presiden, menurut saya kekuasaan tak perlu paranoid," imbau Refly.
• Refly Harun Akui Diskusi Pemecatan Presiden yang Diikutinya Sensitif: Alhamdulillah Tak Apa-apa
Ia menyinggung pada zaman SBY orang juga banyak yang membahas soal pemakzulan.
"Karena zaman SBY setiap saat ada diskusi tentang impeachment, tapi apakah ada the trial of impeachment? Tidak pernah ada," pungkasnya.
Selain itu, soal pemakzulan juga sudah terdengar pada awal pemerintahan Jokowi.
"Di awal-awal pemerintahan Jokowi juga orang menyebut juga impeachment menyebut juga proses mulai dari hak angket dan kemudian kemungkinan menyatakan pendapat, tapi tak pernah terjadi juga," katanya.
Simak video berikut ini menit ke-10.12:
(TribunWow.com/Mariah Gipty)