Breaking News:

Terkini Nasional

Singgung Utang Budi Politik, Yunarto Wijaya Akui Pernah Tolak Jabatan BUMN: Ngapain Dimaki Tiap Hari

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya secara gamblang mengaku sempat menolak tawaran jabatan komisaris di BUMN.

YouTube Robert Harianto
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya dalam kanal YouTube Robert Harianto, Jumat (8/5/2020). Yunarto Wijaya secara gamblang mengaku sempat menolak tawaran jabatan komisaris di BUMN. 

TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya secara gamblang mengaku sempat menolak tawaran jabatan komisaris di BUMN.

Dalam kanal YouTube Robert Harianto, Jumat (8/5/2020), ia pun membeberkan alasannya menolak jabatan itu.

Dilansir TribunWow.com, Yunarto Wijaya mengaku tidak setuju jika ada pihak yang memperoleh jabatan di pemerintahan hanya karena utang budi politik.

Yunarto Wijaya Ngaku Sempat Ditawari Jabatan Stafsus hingga Komisaris BUMN: Tapi Gue Tolak

Pasalnya, selama ini Yunarto Wijaya dikenal sebagai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kalau komisaris, sempat juga ada yang nawarin cuma mau ngapain," ucap Yunarto.

"Loh itu dia mau ngapain, duit yang sorry ya lo bukan dalam posisi yang paling aktif," kata Yunarto.

Menurut Yunarto, ia belum memiliki keahlian khusus hingga pantas menjadi komisaris BUMN.

Bahkan, Yunarto menyebut hanya sedikit BUMN yang memerlukan keahlian seperti yang dimilikinya.

"Kalau gue direkrut menjadi direksi karena keahlian gue dan gue dapat tantangan mungkin gue berpikir," kata Yunarto.

"Tapi gue sadar juga, BUMN bidang apa yang gue punya keahlian tertentu, mungkin bisa enggak ada atau hanya sedikit."

Lebih lanjut, Yunarto pun menyinggung nama mantan menteri keuangan, Muhammad Chatib Basri.

Ia menilai, sosok Chatib Basri yang kini menjadi komisaris utama Bank Mandiri memiliki keahlian yang sangat sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Pernah Jadi Pejabat BUMN dan Istana, Refly Harun Bantah Tudingan Rangkap Jabatan: Ombudsman Keliru

"Tapi menjadi komisaris kita jujur terbuka lah, ada yang porsinya lo punya kemampuan untuk menjadi pengawas," jelas Yunarto.

"Orang-orang seperti Dede Chatib Basri misalnya, kemampuan luar biasa."

"Dia pernah jadi menteri keuangan, BKPM, pengamat ekonomi luar biasa, sekolahnya luar biasa, dia jadi komisaris utama di Mandiri sangat pantas," sambungnya.

Namunm, menurut Yunarto ada sejumlah pejabat yang menduduki posisi tinggi hanya karena balas budi politik.

Hal itulah yang tak mau dilakukan Yunarto.

"Tapi ada nama-nama lain, kita jujur lebih ke arah memang ini kan balas budi politik itu ada loh di setiap rezim," kata Yunarto.

"Ya udah sah-sah aja ketika itu jadi tradisi, walaupun gue termasuk orang yang kritik itu karena porsinya harus semakin diperkecil."

Lantas, ia membeberkan alasannya menolak posisi komisaris utama di perusahaan BUMN.

Selain enggan mendapat jabatan karena utang budi politik, Yunarto mengaku sudah memiliki penghasilan yang jauh lebih besar.

"Gue enggak mau jadi bagian dari itu, alasannya karena secara sistem gue enggak setuju porsi buat orang yang punya jabatan karena utang budi politik," ucap Yunarto.

"Dan yang kedua, belagunya nih ya, penghasilan gue lebih besar dari itu. Jadi ngapain gue dimaki-maki tiap hari jadi komisaris, lo bakal dimaki-maki di Twitter," tukasnya.

Bahas Identitas Tionghoa di Indonesia, Yunarto Wijaya Analogikan dengan Fenomena Anak Bungsu

Simak video berikut ini menit ke-13.25:

 

Ungkit Pilpres 2019

Pada kesempatan itu, sebelumnya Yunarto Wijaya blak-blakan mengungkit kembali soal Pilpres 2019 lalu.

Dilansir TribunWow.com, Yunarto Wijaya bahkan membandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.

Menurut dia, Jokowi lebih baik ketimbang Prabowo untuk menjadi seorang presiden.

Dosen UII Diteror, Hendri Satrio Curigai Pengalihan Isu: Lagi-lagi dari Periode Pertama Pak Jokowi

Pada kesempatan itu, mulanya Yunarto kembali menyinggung soal Pemilu 2019 lalu.

"Kalkulasinya sih satu, kalau bicara sekedar idealisme kan karena gue yakin orang itu lebih bagus," kata Yunarto.

"Gue harus akuin sama lah dengan istilah pemilu itu memilih bagaimana menyingkirkan yang terburuk dari kepemimpinan nasional atau kepemimpinan dalam daerah itu."

Lantas, ia pun menyinggung nama Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Selain Jokowi, ia juga menyebut Ahok adalah sosok terbaik sebagai seorang pemimpin.

"Dan kita enggak bicara Ahok orang yang terbaik, Jokowi orang yang terbaik," ujar Yunarto.

"Tapi jujur kalau lo bandingin Jokowi dengan Prabowo menurut gue Jokowi lebih baik."

Tak hanya itu, ia bahkan juga membandingkan Ahok dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Wali Kota Risma Beri Sambutan di Perayaan Ulang Tahun Surabaya, Ungkap Pesan dan Harapan untuk Warga

Dari ketiga tokoh itu, Yunarto menilai Ahok lah yang terbaik.

"Ketika lo bicara Anies dengan Agus dengan Ahok, Ahok yang terbaik, as simple as that (sesederhana itu -red)," ucap Yunarto.

"Yang kedua, sebenarnya yang lebih gue lihat juga dalam skema yang lebih besar termasuk mengenai porsi gue sebagai minoritas."

Dalam memilih seorang pemimpin, Yunarto mengaku enggan mendukung sosok yang menjual sentimen ras demi mendapatkan suara publik.

"Simple dong, gue enggak mau misalnya gue bicara kepentingan ego gue sebagai minoritas," ucap dia.

"Ketika kemudian yang berkuasa adalah orang yang menang dengan cara pemilu menjual sentimen ras."

Yunarto melanjutkan, alasannya cukup rasional untuk memilih seorang pemimpin.

"Selain berbahaya buat negara, itu juga berbahaya buat gue dan kalangan-kalangan yang masih distigmakan minoritas, itu kalau bicara egonya ya."

"Menurut gue ini suatu yang sifatnya rasional ketika gue berani mengambil posisi yang cukup tegas di situ," tandasnya. (TribunWow.com)

Tags:
Yunarto WijayaPilpres 2019Jokowi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved