Virus Corona
Ungkap Alasan Lain Masyarakat Tetap Nekat Mudik, Sosiolog: Bukan Semata-mata Silaturahmi Keluarga
Sosiolog Bayu Yulianto mempunyai pandangan lain terkait masih banyak masyarakat yang nekat mudik meski sudah ada larangan.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Sosiolog Bayu Yulianto mempunyai pandangan lain terkait masih banyak masyarakat yang nekat mudik meski sudah ada larangan.
Dilansir TribunWow.com, Bayu Yulianto mengatakan alasan masyarakat nekat mudik bukan semata-mata karena ingin bersilaturahmi dengan keluarga.
Menurut Bayu ada faktor lain yang lebih mendesak yang mengharuskan mereka untuk tetap mudik.

• Sempat Menurun dalam 5 Hari Terakhir, Jakarta Alami Penambahan 2 Kali Lipat Kasus Corona
Hal ini disampaikan Bayu dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam yang tayang di Youtube Talk Show tvOne, Minggu (26/4/2020).
"Jadi saya kira begini ya kita bicara mudik kan apalagi dalam situasi-situasi sekarang saya kira memang ini bukan persoalan semata-semata silaturahmi dengan keluarga mereka di kampung halaman," ujar Bayu.
Bayu menilai masalah utama yang mendorong masyarakat untuk tetap mudik ke kampung halamannya karena masalah ekonomi.
Terlebih bagi mereka masyarakat kalangan bawah yang istilahnya tidak bisa bertahan hidup di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.
Apalagi dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah yang juga belum menentu turunnya.
"Saya kira ada persoalan yang lebih mendasar dari persoalan itu yakni saya mencurigai bahwa pada hari-hari ini atau sebelum-sebelumnya," kata Bayu.
"Ini ada persoalan yang sudah sangat dirasakan mereka terutama kelas menengah bawah di Jakarta, Jabodetabek atau kota-kota besar yang memang sudah kehilangan mata pencaharian," jelasnya.
• Pengamat Setuju Pemerintah Persuasif soal Penanganan Corona: Kalau Represif, Ada Guncangan Sosial
Dirinya kemudian membandingkan dengan masalah krisis yang terjadi pada tahun 1998.
Menurutnya pada waktu itu, masyarakat tetap tidak kebingungan setelah kehilangan pekerjaannya, karena bisa cepat dicover oleh pemerintah.
"Kalau kita teliti di masa-masa lalu terutama di era kritis pada sebelumnya misalnya 98 itu ketika menengah ke bawah di Jakarta atau Jabodetabek, atau kota-kota besar kehilangan mata pencaharian mereka membutuhkan jaring sosial mbak," ujar dia.
"Jaring sosial yang bisa menjadi tumpuan, menjadi bantalan agar mereka bisa tetap kecukupan untuk bertahan," katanya.
Hal itulah yang memaksa mereka memutuskan kembali ke kampung halamannya.