Terkini Nasional
Ratusan Napi Rusuh Lakukan Pembakaran, Kalapas Sebut Mereka Ingin Hidup: Sementara Kita Perhatikan
Kerusuhan narapidana terjadi di Lapas Klas II B Sorong, Papua Barat, Rabu (22/4/2020) malam.
Penulis: Rilo Pambudi
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Ratusan Narapidana di lapas kelas II B Sorong, Papua Barat melakukan kerusuhan akibat kebijakan asimilasi dan integrasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Diketahui, kebijakan Kementerian Hukum dan HAM yang memberikan asimilasi kepada 30.000 lebih narapidana di berbagai lembaga pemasyarakatan guna menghindari wabah pandemi Virus Corona menuai kecemburuan.
Napi yang merasa cemburu akan kebijakan tersebut kemudian pelakukan pembakaran di dalam lapas.

• Najwa Shihab Tanya soal Data Kematian Pasien Corona Versi IDI, Jokowi: Jangan Memperkeruh Suasana
Kerusuhan oleh para napi tersebut terjadi pada, Rabu (22/4/2020) malam.
Berdasar video singkat yang ditayangkan Kompas TV, tampak napi membakar sejumlah barang di dalam lapas.
Dikutip TribunWow.com, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sorong, Nunus Ananto mengatakan, kerusahan terjadi karena para napi menuntut mereka mendapatkan hak asimilasi seperti rekan mereka yang telah dibebaskan.
Para napi menuntut hak hidup padahal di dalam lapas pihak Lapas terus memperhatikan kehidupan mereka.
"Mereka minta bebaskan semua. Mereka (sampaikan) berhak untuk hidup. Sementara kita perhatikan semua," ujar Nunus dikutip dari Kompas TV, Kamis (23/4/2020).
Nunus mengatakan, saat ini pihaknya masih berusaha untuk persuasif dan memasukkan kembali para napi ke kamar.
Total ada sebanyak narapidana yang terdapat di Lapas Klas IIB Sorong terdapat 335 napi.
"Sementara kita mereda dan tidak ada anarkis lagi, kita akan berusaha lebih persuasif," ujar Nunus.
• Bantah Najwa Tutupi Data Corona, Jokowi Gambarkan Kepanikan Masyarakat: Kita Enggak akan Mampu
• Dituduh Sembunyikan Data Corona, Jokowi Buka-bukaan ke Najwa Shihab soal Sumber Data
Di sisi lain, Kapolres Sorong Kota AKBP Ari Nyoto turut angkat bicara.
AKBP Ari Nyoto mengatakan, dibantu tim gabungan dari TNI saat ini pihaknya terus berjaga untuk mengamankan situasi.
Ia menyebut memang sebelumnya telah ada sebanyak 84 napi di sana yang keluar karena memperoleh program asimilasi.
"Kita sampaikan ke atas, tapi malam ini kita sudah sampaikan agar tenang dulu. Kami jamin dan pastikan situasi di sini aman terkendali."
"Kemarin sudah ada 84 napi yang dikeluarkan (asimilasi), dan mereka menuntut untuk dikeluarkan juga," ujar Ari Nyoto.
Simak video selengkapnya:
Kriminolog Sebut Napi Asimilasi adalah Meraka yang akan Bebas Tahun Ini
Kriminolog Iqrak Sulhin mengatakan bahwa napi yang mendapatkan asimilasi atau pembebasan bersyarat dari Kementrian Hukum dan HAM karena pandemi Covid-19 merupakan napi yang memang memiliki hak.
Hal tersebut disampaikan Iqrak Sulhi dalah Apa Kabar Indonesia Pagi di kanal talkshow tvOne, Rabu (22/4/2020).
Seperti diketahui, Kementrian Hukum dan HAM telah membebaskan sebanyak 30 ribu lebih tahanan guna menghindari penularan Virus Corona di dalam lapas.

• Seorang Warganya yang Positif Corona Meninggal Dunia, Satu Kampung di Garut Harus Diisolasi
Hal itu kemudian ramai dikait-kaitkan dengan isu meningkatnya kejahatan pasca-kebijakan tersebut.
Naradina yang tela lepas disebut justru kembali melakukan tindakan residivisme yang meresahkan masyarakat di tengah pandemi wabah seperti saat ini.
Ahli kriminologi Iqrak Salih menyebutkan, kebijakan pembebasan narapidana tersebut sebenarnya sudah cukup proporsional.
Dalam artian, mereka yang kembali dilepaskan ke masyarakat adalah mereka yang sebenarnya memang berhak medapatkan pembebasan bersyarat pada tahun ini.
Berdasarkan data Diroktorat Jendral Pemasyarakatan, untuk tahun ini saja setidaknya ada sekitar 40 ribu narapidana yang memang akan dibebaskan.
Artinya, pembebasan terhadap sekitar 30 ribu lebih narapidana tersebut bukanlah sesuatu yang biasa saja.
"Kalau kita bicara soal asimilasi dan pembebasan bersyarat saya kira kita perlu melihat secara proporsional," terang Iqrak.
"Kalau kita melihat data tahun 2020 saja di Direktorat Jendral Pemasyarakatan ada sekitar 40.000 lebih napi yang sebenarnya eligible (berhak -red) mendapatkan pembebasan bersyarat."
"Artinya apa, yang dikeluarkan sejumlah 30 ribu lebih itu berarti tidak ada yang istimewa sebenarnya," tambahnya.
• Bayi 11 Minggu Dinyatakan Sembuh dari Virus Corona setelah Empat Hari Dirawat di Rumah Sakit
Hanya saja, yang membedakan dari pembebasan para narapidana tersebut adalah momentumnya.
Mereka dibebaskan serentak menyusul situasi negara yang memang tengah darurat terjangkit wabah.
Terkait tingkat kejahatan yang dianggap meningkat setelah kebijakan itu diberlakukan, Iqrak mengatakan angka residivisme di Indonesia sebenarnya masih jauh dibawah angka rata-rata residivisme global.
"Yang membedakan hanya mereka dikeluarkan karena ada situasi yang darurat katakanlah persebaran Covid-19 ini."
"Jadi kalau kita melihat data napi yang eligible di-compare dengan data yang keluar kemarin sebesar 38 ribu itu, bisa dikatakan sebenarnya itulah mereka-mereka yang akan dikeluarkan di tahun ini."
"Kalau kita melihat data yang dihimpun oleh Direktorat Jendral pemasyarakatan sendiri, angka residivisme di Indonesia itu sebenarnya jauh dibawah rata-rata angka residivisme global," tandas Iqrak.
Simak video selengkapnya:
(TribunWow.com/Rilo)