Terkini Nasional
Cerita Karni Ilyas Telusuri Korea Selatan di Era Diktator: Rambut Cepak Semua, Rokok Hanya 1 Merek
Karni Ilyas menceritakan pengalamannya berkunjung ke Korea Selatan saat masih menjadi negara otoriter yang dipimpin oleh Park Chung Hee
Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Presiden Indonesia Lawyers Club (ILC) Karni Ilyas menceritakan pengalamannya mengunjungi Korea Selatan (Korsel) semasa berada di bawah pemerintahan Park Chung Hee yang otoriter.
Karni Ilyas mengatakan kehidupan di sana kala itu serba mepet dan tidak ada kebebasan seperti Korea Selatan saat ini yang sudah menjadi negara maju.
Karni Ilyas menceritakan pengalamannya untuk menambahkan penjelasan kepada Ekonom Senior Rizal Ramli yang mempertanyakan mengapa Park Chung Hee mampu berhasil memajukan Korsel sedangkan Soeharto tidak berhasil memajukan Indonesia.
• Di ILC, Mahfud MD Bantah Pemerintah Semena-mena Tindas Umat Islam: Pak Jokowi Waktunya Salat Pergi
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (11/2/2020), awalnya Karni Ilyas yang akrab disapa Bang Karni itu menceritakan soal disiplinnya anak-anak muda di Korsel.
"1977, Park Chung Hee jadi Presiden Korea," kata Karni Ilyas.
"Kebetulan saya ke situ Pak."
Karni Ilyas menceritakan bagaimana anak muda di Korsel memiliki potongan rambut yang seragam dan disiplin berangkat kerja.
"Waktu itu di sana, semua anak muda itu berambut cepak, dan ke kantor pagi itu lari-lari, takut terlambat," jelasnya.
Selain tingkat disiplin yang tinggi, penduduk Korsel kala itu juga enggan membeli barang-barang impor.
"Dan di sana ketika itu seolah-olah barang impor ini barang haram," terang Karni Ilyas.
"Mobil pun hanya ada dua, Hyundai dan KIA."
"Rokok hanya ada satu buatan Korea, namanya long live, cari Mallboro enggak ada Pak."
"Saya waktu itu kretek saya abis, cari Mallboro enggak ada," lanjutnya.
Kualitas Makanan di Istana Kepresidenan Korsel
Karni Ilyas melanjutkan ceritanya saat berkunjung ke Istana Kepresidenan Park Chung Hee.
"Saya makan di Istana Park Chung Hee, kebetulan kami rombongan, ke Konferensi Hukum Asia, kita diundang ke Istananya," ujarnya.

Sesampainya di istana, Karni Ilyas menyoroti kualitas makanan yang semestinya memiliki kualitas tinggi mengingat makanan tersebut diperuntukkan untuk pejabat-pejabat tinggi negara.
"Itu nasi itu kuning, saya tanya kok nasinya kuning padahal ini Istana," kata Karni Ilyas.
Karni Ilyas terkejut mendengar jawaban bahwa beras putih yang memiliki kualitas bagus justru diekspor.
Bahkan pihak Korsel kala itu mengatakan kepada Karni Ilyas, mampu mengonsumsi nasi kuning merupakan suatu kemajuan.
Lantaran sebelum itu, mereka hanya mampu mengonsumsi bubur.
"Dia bilang beras kami yang putih kami ekspor ke luar," jelas Karni Ilyas.
"Jadi orang sini cuma makan nasi kuning, ini sudah untung, beberapa bulan yang lalu kami masih makan bubur," kata Karni Ilyas menceritakan pengalamannya kala itu.
• Di ILC, Mahfud MD Sebut Balik ke Era Soeharto Bisa Bebaskan Indonesia dari Mafia Hukum: Ugal-ugalan
Bangsa Kita Susah untuk Diterapkan
Karni Ilyas kemudian menyoroti bagaimana pendapatan per kapita Korsel kini sudah jauh lebih tinggi dibandingkan era Park Chung Hee.
"Pendapatan per kapita waktu itu kalau saya enggak salah 2.500 USD, sekarang mungkin 30 atau 35 ribu USD," terangnya.
Tak mudah perjuangan Korsel meraih kemajuan tersebut.

Karni Ilyas menceritakan bagaimana butuh kedisiplinan, pemerintahan yang militan untuk meraih itu semua.
Di samping itu ancaman Korea Utara yang nyata juga mendorong Korsel mati-matian berjuang demi kemajuan negara dan keberlangsungan hidup mereka.
"Jadi dia melakukan itu dengan disiplin, militan,dan negaranya memang terancam," kata Karni Ilyas.
"Ketika kami datang itu kalau enggak salah curfew, jam malam, dan mereka terancam oleh Utara (Korut), tapi mungkin lebih ringan sekarang."
Berkaca dari pengalamannya menyaksikan sendiri realita perjuangan Korsel kala itu, Karni Ilyas merasa hal tersebut sangat sulit diterapkan di Indonesia.
"Jadi maksud saya disiplin kayak gini yang bangsa kita susah untuk diterapkan," ucapnya.
Kelebihan lain Korsel menurut Karni Ilyas adalah mampu mengembangkan teknologi mereka, melalui menjiplak barang-barang impor.
"Bagaimana kita enggak maksa dia beli barang impor, tapi yang jelek waktu itu satu saja, semua barang luar boleh ditiru oleh Korea, dan karena itu teknologinya canggih," tandasnya.
• Bandingkan Soeharto dan Jokowi, Jusuf Kalla: Negara Demokrasi Tidak Bisa Menyenangkan Semua Orang
Lihat videonya di bawah ini mulai menit ke-6.00:
(TribunWow.com/Anung Malik)