Kalimantan Timur Ibu Kota Baru
Rocky Gerung dan Faisal Basri Kritik Dewan Pengarah Ibu Kota: PBB Pindah karena Amerika Enggak Suka
Pengamat Politik Rocky Gerung dan Ekonom Senior, Faisal Basri mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Ibu Kota Baru.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pengamat Politik Rocky Gerung dan Ekonom Senior, Faisal Basri mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal Ibu Kota Baru.
Dikutip TribunWow.com dari channel YouTube BWM Records pada Jumat (7/2/2020), Rocky Gerung menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak konsisten terkait Pemindahan Ibu Kota.
Ia mengkritik rencana Jokowi yang menginginkan Jakarta menjadi pusat bisnis.
• Bersama Ade Armando, Rocky Gerung Gagap Tak Bisa Jawab Pertanyaan, Presenter: Baru Kali Ini
Sedangkan, Jakarta masih mengalami banjir dan banjir adalah alasan ibu kota pindah.
"Bahkan berubah lagi pikiran Pak Jokowi itu Ibu Kota harus pindah karena buktinya ini Jakarta banjir," kata Rocky Gerung.
Sehingga, ia menilai banjirlah yang seharusnya diatasi bukan memindah ibu kota.
"Jadi kalau Jakarta mau dijadikan kota bisnis, tetap akan banjir. "
"Mustinya kan diselesaikan banjirnya bukan ibu kota dipindahin," ungkap Rocky Gerung.
Lalu, Faisal Basri menambahkan kritiknya soal Dewan Pengarah Ibu Kota Baru yang terdiri dari tiga tokoh asing.
Tiga tokoh yang dimaksud antara lain, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed Bin Zayed, Presiden Softbank Masayoshi Son, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
• Ekonom Faisal Basri Sebut Rezim Makin Busuk, Rocky Gerung Samakan Istana dengan Virus Corona
Menurut Faisal Basri, mengapa Jokowi memih tokoh-tokoh asing.
"Yang menarik lagi sampai ditunjuk Dewan Pengarah, Tony Blair kemudian Princenya Uni Emirat Arab dan ada beberapa orang lainnya."
"Saya enggak tahu, ini mau jadi ibu kota PBB mau pindah ke ibu kota baru, karena Amerika makin enggak suka jadi harus berwawasan internasional," kritik Faisal Basri.
Menurutnya, seharusnya Jokowi memilih orang-orang Indonesia yang mengerti tata kota.
"Saya enggak ngerti, logika saya Dewan Pengarah itu orang yang ngerti tata kota gitu-gitu."
"Bukan yang enggak ngerti tentang Indonesia," kritik Faisal Basri.
• Saat Rocky Gerung Singgung Ketum Gerindra di Depan Sandiaga: Mestinya Pak Prabowo Sebelah Saya
Lalu, Rocky Gerung kembali menimpali bahwa Jokowi juga tidak konsisten terkait hal tersebut.
Ia menyinggung statement Jokowi yang pernah mengatakan ibu kota akan dirancang oleh bangsa sendiri.
"Dan lebih dari itu, dulu Jokowi bilang kita musti bikin ibu kota yang tidak dirancang oleh kolonial harus dari bangsa sendiri,"
"Jadi Tony Blair akan dikasih Sultan Blair misalnya, dikasih nama Indonesia," timpal Rocky Gerung.
Lihat videonya mulai menit ke-2:15:
Faisal Basir Kritik Omnibus Law hingga Pemilihan Rektor
Selain itu, Faisal Basri juga mengkritik soal Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Lapangan Kerja
Faisal Basri mengatakan bahwa Omnibus Law hanya akan menguntungkan investor.
"Apapun dilakukan untuk memberikan investasi yang sebesar-besarnya, membuka investasi sebesar-besarnya, apapun dikasih pajak dikasih, diturunkan, ada super tax tidak tebel, ada tax holiday 20 tahun, nanti pemilik lahan batu bara tidak dibatasi lagi lahannya," ujar Faisal Basri.
Namun, Omnibus Law nantinya akan merugikan dan bisa mengambil banyak hak-hak buruh.
Tak hanya itu, pemerintah daerah tak lagi diberikan kewenangan terkait investasi-investasi tersebut.
"Kemudian, perpanjangan otomatis macem-macem gitu, sementara yang dari buruh akan diambil, diotak-atik, pesangan, betul banyak masalah di buruh ini, tapi rohnya itu."
"Jadi diambil dari buruh, dia ambil dari pemerintah daerah karena pemerintah daerah ini pengacau dianggapnya oleh karena itu kewenangan pemerintah daerah itu harus dialihkan ke pusat," jelasnya.
• Pro Kontra Rencana Omnibus Law, Konfederasi KASBI Ungkit Pernyataan Jokowi: Bertolak Belakang
Tak sampai di sana, Omnibus Law nantinya juga bisa merugikan lingkungan sekitar.
Sehingga, investor-investor lah yang diuntungkan dalam undang-undang Omnibus Law.
"Dan soal lingkungan juga mengganggu sehingga dipermudahlah dimensi lingkungan yang selama ini dipandang menganggu."
"Jadi yang diutamakan koorperasi yang diambil dicabut buruh, lingkungan, dan Pemda," ungkap Faisal Basri.
Faisal Basri mengatakan, demi memuluskan Omnibus Law ini parlemen juga harus diamakankan dengan mengajak hampir semua partai bergabung.
"Kemudian, disadari ini harus dilakukan segera macem-macem, diamankanlah parlemen, maka hampir semua partai masuk ke pemerintahan, 74 persen kursi parlemen secara otomatis dikuasai oleh pemerintah begitu," lanjutnya.
Termasuk Prabowo Subianto diajak berkoalisi agar tidak menghambat kebijakan pemerintah.

• Di Mata Najwa, Bivitri Susanti Singgung Omnibus Law di DPR: Rakyat Baru Saja Ditipu dengan UU KPK
"Pak Prabowo juga diajak, pokoknya sehingga diharapkan tidak ada hambatan begitu," kata Faisal Basri.
Meski demikian, Faisal Basri mengatakan bahwa buruh nanti akan melawan hingga muncul gerakan separatisme-separatisme yang baru.
"Tapi mereka lupa ini bukan rezim otoritarian lagi, keterbukaan sudah sedemikian tidak bisa dibendung lagi, menurut saya ini akan melawan semua, buruh akan melawan, daerah akan melawan, akan muncul separatisme baru," ujar Faisal Basri.
Lalu, ia meniai pemerintah tidak bisa melindungi warga negaranya dalam kasus Jiwasraya.
Padahal, sudah ada undang-undang untuk melindungi para nasabah asuransi.
"Justru tugas azali negara melindungi rakyatnya tidak dilaksanakan hingga munculah kasus Jiwasraya."
"Karena negara abai, negara diamanatkan oleh negara dengan Undang-Undang nomor 40 tahun 2014 yang ditandantangani oleh Presiden SBY 17 Oktober 2014 mengatakan bahwa dalam waktu 3 tahun setelah Undang-Undang ini ada itu wajib ada yang namanya penjaminan police asuransi sehingga kalau ada apa-apa rakyat bisa terlindungi," jelas Faisal Basri.
Sehingga, pemerintah dianggap tidak peduli dengan nasib para nasabah.
"Nah ini harusnya kan sudah ada 2017 ini sudah 2020 jadi pemerintah ini abai, saya tidak tahu pemerintah abai."
"Konsekuensinya apa harus ada konsekuensinya dong," ungkapnya.
Ia menuturkan, kasus Jiwasraya ini lebih besar dari kasus Century.
"Pemerintah ini sudah diingatkan oleh BPK tentang pentingnya undang-undang ini, ini yang harus diingat lebih besar jauh dari khusus Century," lanjutnya.
Lalu, Faisal Basri mengkritik pemerintah yang seolah-olah sudah menyelesaikan kasus Jiwasraya.
• Erick Thohir Dituding Dapat Untung dalam Kasus Jiwasraya, Luhut Bongkar Percakapan Keduanya
"Dulu ada Pansus (Panitia Khusus) sekarang ada Panja. Kalau Panja (Panitia Kerja) itu kan dibatasi di level komisi jadi lebih sebagai masalah teknis, kalau Pansus kan masalah nasional lintas komisi."
"Nah ini dicoba dikendalikan juga seolah-olah semua sudah dikendalikan," kritiknya.
Selain itu, Faisal Basri juga mengkritik soal pemilihan rektor oleh pemerintah.
Menurutnya hal itu dilakukan agar bisa menyingkirkan mahasiswa yang mengkritik pemerintah.
"Kemudian juga kampus, kampus didukunglah rektor-rektor yang mendukung pemerintah supaya salah satu tugas rektor adalah mengeliminasi demonstrasi mahasiswa dan sebagainya," kata dia.
Sehingga, Faisal Basri menilai bahwa pemerintah sekarang merupakan rezim yang busuk.
"Ini saya rasa sistematis saya rasa dan ini biasanya kalau sudah begini sudah tanda-tanda kalau sudah represif seperti ini rezim semakin keropos, rezim semakin busuk gitu ya."
"Dan piihannya serahkan pada rakyat kembali mau apa negeri ini," protesnya.
Lihat videonya mulai menit ke-6:15:
(TribunWow.com/Mariah Gipty)