Kabar Ibu Kota
Tanggapi Siswi SMP Lompat dari Gedung, Dokter Jiwa: 13,9 Persen Remaja Rentan Punya Ide Bunuh Diri
Dokter spesialis kesehatan jiwa Nova Riyanti Yusuf menjabarkan hasil penelitian tentang potensi bunuh diri yang dilakukan remaja di Jakarta.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Saat menanggapi siswi SMP di Jakarta Timur yang lompat dari Gedung, dokter spesialis kesehatan jiwa Nova Riyanti Yusuf menjabarkan hasil penelitian tentang potensi bunuh diri yang dilakukan remaja di Jakarta.
Dilansir TribunWow.com, Nova menyebutkan penelitian tersebut dilakukan pada 2018 terhadap lebih dari 900 responden remaja usia 14 sampai 19 tahun.
Ia menyebutkan ada empat dimensi yang dapat menjadi deteksi dini tindakan bunuh diri pada remaja.
• Bahas Penyebab Siswi SMP Bunuh Diri, KPAI: Sekolah Seharusnya Punya Kepekaan
"Jadi artinya, tidak melulu harus ada gangguan jiwa untuk bisa melakukan tindakan bunuh diri atau punya ide bunuh diri," kata Nova, saat dihubungi dalam Sapa Indonesia Malam di KompasTV, Selasa (21/1/2020).
Empat dimensi tersebut terdiri dari keinginan menjadi bagian dari sesuatu, rasa menjadi beban bagi orang lain, kesepian, dan rasa tidak berdaya.
"Dari empat dimensi ini, akhirnya saya bisa mendapat angka 13,9 persen remaja yang terdeteksi mempunyai potensi ide bunuh diri," jelas Nova.
Nova kemudian menjabarkan perbedaan antara yang terdeteksi dengan yang tidak terdeteksi.
"Yang terdeteksi itu mempunyai potensi akhirnya mempunyai ide bunuh diri itu 5,39 kali," katanya.
"Jadi artinya yang terdeteksi itu sekitar 13,9 persen yang mempunyai faktor risiko. Tapi yang kemudian terdeteksi itu mempunyai kekuatan 5,39 kali untuk kemudian bisa muncul ide bunuh diri," terang Nova.
Menurut Nova, bukan hanya faktor resiko yang berpengaruh.
Ia menyebutkan dalam satu bulan terakhir sejumlah 5 persen dari remaja di DKI Jakarta mempunyai ide bunuh diri.
• Disebut Perempuan Nakal di Tempat Umum oleh Gurunya, Siswi SMK Pilih Berhenti Sekolah karena Diejek
"Yang mempunyai ide bunuh diri serius dalam satu bulan terakhir itu ada 5 persen," katanya.
Selain empat faktor yang disebutkan, Nova mengatakan ada faktor psikososial, antara lain pemakaian media sosial dan ekspektasi diri yang tinggi.
Faktor perundungan secara verbal juga dapat berdampak pada psikososial remaja.
Meskipun demikian, Nova menegaskan bunuh diri dapat dicegah.
Nova kemudian menjelaskan hasil diskusi terbatas dengan WHO tentang strategi nasional pencegahan bunuh diri pada remaja.
"Pertama yang penting adalah asosiasi guru BK atau Bimbingan dan Konseling. Di situ mereka mengatakan bahwa kurikulum mereka sudah tidak relevan dengan kemajuan zaman remaja sekarang," jelasnya.
Menurut Nova, guru BK di sekolah seringkali tidak menganggap serius masalah yang dialami muridnya.
Selain itu, Nova menyebutkan pemerintah belum memprioritaskan pencegahan bunuh diri dalam programnya.
"Target penurunan bunuh diri di Indonesia tidak masuk dalam cetak biru sustainable development goals (tujuan pembangunan berkelanjutan)," tutup Nova.
Lihat videonya dari menit 10:00:
• Pelaku Pembunuhan Mahasiswi di Sidoarjo Tertangkap, Ternyata Teman Kuliah Korban yang Sakit Hati
Siswi SMP Bunuh Diri
Dikutip dari Kompas.com, seorang siswi SMP di Jakarta Timur lompat dari lantai 4 gedung sekolahnya pada Selasa (14/1/2020).
Siswi tersebut sempat dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Meskipun menjalani perawatan selama dua hari, nyawanya tak tertolong.
Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (16/1/2020).
Berdasarkan penelusuran, Komisioner KPAI Retno Listyarti menyebutkan siswi tersebut baru saja kehilangan ibunya yang wafat beberapa bulan lalu.
"Dia ini dekat betul dengan sang ibu. Jadi di media sosialnya itu memang muncul kalimat-kalimat kangen dengan sang ibu," kata Retno, Senin (20/1/2020).
Menurut Retno, siswi ini merasa sangat kehilangan dan merindukan sosok ibunya.
"Ibunya sudah meninggal, sementara si ibunya ini dianggap yang paling tahu tentang dirinya. Tempat mengadu, tempat berlindung dan lain-lain. Jadi dia merasa kehilangan betul," jelas Retno.
Selain itu, siswi tersebut juga belum pulih secara psikologis dari perceraian yang dihadapi kedua orang tuanya.
"Jadi orangtuanya bercerai saja berat bagi anak, dia belum pulih secara psikologi muncul problem ibunya meninggal. Ini berat banget, karena anak ini menghadapi hal yang seperti itu, tentu tidak ringan bukan masalah ringan," katanya.
Meskipun demikian, KPAI belum menyatakan secara resmi motif bunuh diri yang dilakukan siswi itu.
KPAI juga masih menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian.
"Kita akan tunggu (hasil penyelidikan) kepolisian seperti apa, untuk sementara problem yang dimunculkan adalah kehilangan sang ibu itu yang paling memukul sang anak. Jadi perubahan sikap yang paling kuat adalah ketika ibunya meninggal," kata Retno.
• Fakta Siswi SMP Tewas setelah Lompat dari Lantai 4 Sekolahnya, Kronologi hingga Ditemukan Bangku
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)