Konflik RI dan China di Natuna
Sebut Tidak Jelas, PKS Kritik SOP Pengusiran Kapal China di Natuna: Baiknya Dekati, Terus Tabrak
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta mengkritik tindakan pengusiran kapal China di perairan Natuna Utara.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta mengkritik tindakan pengusiran kapal China di perairan Natuna Utara.
Dikutip TribunWow.com, Sukamta menyebutkan standard operating procedure (SOP) untuk pengusiran kapal asing itu tidak jelas.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk "Sengketa Natuna dan Kebijakan Kelautan" di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
• Sikapi Polemik Natuna, Sandiaga Uno Minta agar Lebih Tenang: Sudah Jadi Perbincangan Panas Dunia
Menurut Sukamta, selama ini pengusiran kapal asing hanya menggunakan pengeras suara melalui kapal coast guard Indonesia.
Melalui pengeras suara tersebut, coast guard mengimbau kapal asing meninggalkan perairan Indonesia.
"Standar kepada pelanggar wilayah berdaulat, sampai hari ini SOP tidak jelas. Misalnya coast guard banyak memperingatkan dengan pengeras suara," kata Sukamta, dikutip dari Tribunnews.com, Senin (20/1/2020).
Sukamta mendorong ada tindakan tegas bahkan mendekati secara langsung kapal-kapal asing tersebut.
"SOP itu tidak jelas sampai hari ini. Saya melihatnya, daripada teriak-teriak, lebih baik didekati saja, terus tabrak," lanjut Sukamta.
Ia kemudian membandingkan dengan pengusiran kapal asing yang dilakukan Vietnam.
Menurut Sukamta, kapal yang melanggar hak berdaulat di Vietnam akan ditindak tegas, bahkan ditabrak.
"Jadi, yang dilakukan itu coast guard Vietnam menabrak kapal nelayan. Dengan begitu, kapal nelayan China pergi dari wilayah Vietnam," katanya.
• Susi Pudjiastuti Angkat Bicara soal Illegal Fishing: Bukan Masalah Kedaulatan, Tak Ada Urusan Perang
Hanya Kemenlu yang Ambil Sikap
Sukamta menilai hanya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang tampak keras dalam menghadapi masuknya kapal asing di perairan Natuna.
"Secara diplomatik standar. Kenapa sikap itu seolah menjadi super keras? Dia menjadi super keras karena (kementerian) yang lain tampak lunak," kata Sukamta, dikutip dari Kompas.com, Senin (20/1/2020).
Sukamta menilai diplomasi yang dilakukan Kemenlu sebetulnya standar saja.