Breaking News:

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Tanggapi Penolakan Keberadaan Dewas KPK, Tumpak Panggabean: SOP Sudah Sederhana dan Rahasia

Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean menyebutkan prosedur izin Dewas KPK sudah sederhana.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
Capture Youtube Najwa Shihab
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean menegaskan SOP perizinan sudah sederhana dan rahasia, dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Panggabean menyebutkan prosedur izin Dewas KPK sudah sederhana.

Hal itu ia sampaikan untuk menanggapi beberapa pihak yang merasa keberatan dengan adanya Dewas KPK.

Sebelumnya, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari sempat menyayangkan perizinan yang harus diberikan oleh Dewas KPK sebelum dilakukan penggeledahan.

Bahas soal Dewas KPK, Feri Amsari: Jangan Tuduh Demokrat, PDIP Apa Sih Keinginannya?

Feri juga berpendapat keberadaan Dewas KPK hanya dimanfaatkan untuk memperlambat kinerja KPK.

Dalam tayangan Mata Najwa, Tumpak yang pernah menjadi Ketua KPK menjelaskan sebelumnya sudah memikirkan kemungkinan tersebut.

"Itu memang menjadi pemikiran kami," kata Tumpak Panggabean, Rabu (15/1/2020).

"Oleh karena itu, di dalam melakukan permintaan penyadapan yang harus diawali dengan gelar, kalau di undang-undang itu gelar perkara, kita sudah bikin sederhana," lanjutnya.

Tumpak menjelaskan prosedur yang dilakukan bersifat rahasia.

"Kita bikin SOP, itu sifatnya rahasia. Hanya dihadiri oleh kami berlima," kata Tumpak, merujuk pada jumlah Dewas KPK yaitu lima orang.

"Di dalam undang-undang itu dikatakan kalau gelar perkara dilakukan di hadapan Dewas. Artinya orang lain yang melakukan, tidak Opung sendiri yang tahu. Tidak berlima ini, orang lain banyak yang tahu," potong Feri Amsari.

"Penyelidiknya akan datang kepada kami. Itu SOP kami," jawab Tumpak.

"Penyelidiknya datang dengan permohonan, kemudian dia gelar perkara. Itu pun singkat saja. Karena saya tahu ini masih penyelidikan," lanjut Tumpak.

Tumpak menjelaskan Dewas KPK tidak akan ikut campur dalam proses penyidikan.

Desak KPK Periksa Caleg yang Digantikan Mulan Jameela, Hasanuddin Sebut Lebih Parah dari Kasus PDIP

Gelar Perkara

Gelar perkara merupakan salah satu perubahan yang terjadi setelah revisi Undang-Undang KPK diresmikan.

Sebelum revisi UU, tidak perlu dilakukan gelar perkara sebelum penyelidikan.

Membahas hal tersebut, mantan Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan perbedaan prosedur pada saat ini dengan era sebelum revisi.

"Dulu proses penyelidikan maupun penyidikan itu, istilahnya di kita, lebih rapat. Kurang melibatkan orang secara luas," jelas Abraham Samad dalam tayangan yang sama.

"Karena tertentu saja. Pertama, satgas. Kedua, penuntut. Ketiga, para pimpinan," katanya.

Total jumlah orang yang mengetahui penyelidikan tersebut sekitar 4-5 orang, ditambah dengan calon penuntut umum.

Menanggapi penjelasan Abraham, Tumpak berpendapat bedanya saat ini hanya ditambah dengan lima orang lagi dari Dewas.

"Lima orang, plus penyelidiknya. Pimpinan tidak ikut. Tidak. Mereka mengajukan permohonan untuk penyadapan, sebelum kami berikan izin cerita dulu kasus apa ini," kata Tumpak.

"Apa pentingnya proses ini, Opung?" tanya Feri Amsari.

"Oh, tentu penting. Karena kita juga akan melihat jangan sampai terjadi pelanggaran HAM (hak asasi manusia)," jawab Tumpak.

"Kalau itu dilanggar, ada pelanggaran HAM, nanti proses pra-peradilan bisa bermasalah, proses peradilannya juga bisa bermasalah. Jadi tidak perlu Dewan Pengawas untuk menilai itu," kata Feri.

Politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, berpendapat keberadaan Dewas justru mengacaukan kinerja KPK.

"Keberadaan Dewan Pengawas ini, ini yang bikin kacau sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi," kata Benny K Harman.

"Coba bayangkan Dewan Pengawas ini mengambil alih fungsi Ketua KPK," lanjut Benny.

Lihat videonya dari menit 8:00

 

Di Mata Najwa, Abraham Samad Sebut Revisi UU sebagai Pelemahan: Kejayaan KPK Tinggal Sejarah

Demokrat Tolak Dewas KPK

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menegaskan partainya menolak Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilansir TribunWow.com dari tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020), pernyataan itu disampaikannya setelah menanggapi pembicaraan mantan Ketua KPK Abraham Samad dengan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.

Sebelumnya, keduanya sempat membahas keberadaan Dewas KPK setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 diberlakukan.

 Ketua Dewas Enggan Bicara Gamblang soal Gagalnya KPK Geledah Kantor PDIP, Begini Reaksi Najwa Shihab

Menanggapi pembicaraan tersebut, Benny mengacu pada pernyataan politisi PPP Arsul Sani yang sebelumnya mengatakan DPR menyetujui revisi UU KPK.

"Tadi sahabat saya ini menyampaikan kami di DPR menyetujui. Tidak. Kami Fraksi Partai Demokrat menolak keberadaan Dewas ini," tegas Benny K Rahman dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (15/1/2020).

"Sebab kami sudah tahu membaca ini akibatnya," kata Benny.

Benny menyebutkan dirinya sudah mempertimbangkan situasi saat ini pada saat pembahasan revisi UU tersebut dilakukan.

Ia menyinggung pernah menyarankan agar Tumpak menolak tawaran jabatan Ketua Dewas KPK.

"Makanya kan Opung, saya (kontak) beliau, tolak itu tawaran Presiden Joko Widodo. Tapi kenapa? Kenapa kok Opung mau jadi Dewas itu?" kata Benny menyayangkan keputusan Tumpak untuk menerima jabatan tersebut.

 KPK Mengaku Belum Dapat Izin Dewas untuk Geledah PDIP meski Sudah Mengajukan: Kami Tak Bisa Apa-apa

Persetujuan DPR

Menanggapi keberatan Benny, politisi PDIP Johan Budi mengatakan sebelumnya tidak ada penolakan revisi UU dari fraksi manapun.

"Saya tidak membaca satu pun pihak yang menyebutkan bahwa ada salah satu fraksi di DPR menolak revisi Undang-Undang KPK," kata Johan Budi.

"Bukan revisi. Soal Dewas," kata Benny meluruskan tanggapan Johan.

"Apapun itu. Tapi yang sudah diputuskan itu tidak ada satu pun fraksi yang tidak menyetujui revisi Undang-Undang KPK," jawab Johan.

"Artinya apa? Saya ingin mengatakan bahwa revisi Undang-Undang KPK ini adalah kerja sama antara presiden dan DPR," jelas Johan.

(TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Tags:
Komisioner KPU Terjaring OTT KPKKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Tumpak PanggabeanDewan Pengawas KPK
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved