Komisioner KPU Terjaring OTT KPK
Sidang Putusan Kode Etik Digelar, Berikut Kronologi Penyuapan Komisioner KPU Wahyu Setiawan
DKPP mengumumkan hasil sidang kode etik yang digelar terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengumumkan hasil sidang kode etik yang digelar terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Sebelumnya diketahui Wahyu Setiawan tertangkap atas kasus suap penetapan anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
DKPP kemudian mengumumkan hasil putusan sidang kode etik pada Kamis (16/1/2020).
• Bahas OTT Komisioner KPU, Saut Situmorang: Tak Ada Keraguan Siapa Berikutnya yang Harus Diambil
Dilansir TribunWow.com, DKPP mengungkapkan kronologi suap berdasarkan pemeriksaan pada sidang tersebut.
"Awal Juli 2019 salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang pemungutan dan penghitungan suara," kata anggota DKPP Teguh Prasetyo membacakan hasil putusan sidang, dikutip dari YouTube MetroTV, Kamis (16/1/2020).
Pengajuan gugatan tersebut berkaitan dengan meninggalnya caleg PDIP, Nazarudin Kiemas yang kemudian akan di-PAW.
"Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada tanggal 19 Juli 2019," kata Teguh.
Dari hasil putusan MA, partai menjadi penentu suara PAW.
"Penetapan ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai caleg yang meninggal tersebut," lanjutnya.
Pada Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno yang menentukan Riezky Aprilia menjadi pengganti PAW.
Dua pekan kemudian PDIP mengajukan permohonan fatwa MA dan mengirimkan surat penetapan caleg.
Wahyu kemudian menyanggupi permintaan untuk membantu penetapan Harun Masiku menjadi caleg pengganti.
• Bantah Persulit KPK Geledah PDIP, Ketua Dewas: Enggak Ada, Contoh di KPU Cuma Berapa Jam Sudah Jadi
"Untuk membantu penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI penggantian antarwaktu, teradu (Wahyu) meminta dana operasional Rp 900 juta," katanya.
Proses pemberian dana tersebut dilakukan dua kali.
KPK masih mendalami sumber uang dan proses pemberian dana tersebut.