Terkini Internasional
Serang Iran hingga Sebabkan Jenderal Soleimani Tewas, Pengamat: Mungkin Trump Coba Selamatkan Muka
Pengamat menilai serangan rudal Amerika terhadap Iran agak terburu-buru.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Akibat serangan rudal yang diluncurkan Amerika pada Iran, Jumat (3/1/2020), hubungan kedua negara tersebut semakin meruncing.
Pasalnya, jenderal kenamaan Iran Qasem Soleimani tewas pada serangan itu.
Diketahui jenderal tersebut sangat diidolakan di Iran dan negara-negara sekitarnya.

• Kepala Donald Trump Dihargai Rp 1,1 Triliun, Warga Iran Murka, Siapkan Serangan untuk Gedung Putih
Terkait hal tersebut, Pengamat Pertahanan dan Militer Universitas Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menilai serangan tersebut dirasa terburu-buru.
Melalui tayangan Sapa Indonesia Malam di KompasTV, awalnya Connie menjelaskan tentang kemungkinan Amerika akan menarik sekutu-sekutunya.
"Saya kira itu sangat mungkin, kalau dilihat misalnya Iran sangat berteman baik dengan China dan Russia. Kemudian bagaimana gerakan Islam global juga menurut saya akan bereaksi," kata Connie, Senin (6/1/2020).
"Meskipun berbeda, tergantung bagaimana itu di-packaging. Karena sekarang 'kan memang era sosial media dan sebangsanya, yang kita memang mesti hati-hati," jelasnya.
Ia mengatakan sudah ada beberapa negara yang mendekati Iran untuk menyarankan agar tidak membalas serangan Amerika.
"Tapi yang paling penting, sebenarnya ini memang sudah di-approach juga bagaimana supaya tidak terjadi. Ada 16 negara mendekati Iran supaya tidak bereaksi terhadap serangan itu," kata Connie.
Menurut Connie, selama ini hubungan Iran dengan Amerika memang tidak terlalu baik.
"Kalau dilihat memang agak sulit, karena kalau dilihat dari kacamatanya Iran, dia sepanjang 2018 sudah banyak cerita. Tentara gardanya dianggap teroris, lah. Untuk sebuah negara 'kan itu sangat fatal," jelasnya.
Ia menilai serangan yang diluncurkan Amerika agak terburu-buru.
"Kemudian menurut saya Amerika itu agak terburu-buru. Mungkin Trump itu mencoba menyelamatkan mukanya ketika dia di-impeach (dituduh -red), lalu mengkondisikan negara dalam perang," lanjut Connie.
"Karena kalau kondisi negara dalam perang, tidak boleh ada kepala negara. Ini analisa saya yang sederhana," katanya.
Connie menjelaskan sebetulnya konflik antara Iran dan Amerika sudah berlangsung sejak lama, tetapi puncaknya adalah saat Iran melanggar batas kepemilikan uranium.