Banjir di Jakarta
Banjir Jakarta Mulai Surut, Laporan BNPB Sebut 183.000 Warga Masih Mengungsi
Menurut laporan BNPB, sekitar 183.000 warga mengungsi di 303 titik pengungsian akibat banjir.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Banjir yang terjadi sejak awal tahun membuat ratusan ribu warga Jabodetabek mengungsi ke posko pengungsian.
Dalam wawancara yang ditayangkan PrimeTalk oleh MetroTV, Kepala Pusat Pengendalian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra menyebutkan ada sekitar 183.000 warga yang mengungsi di 303 titik pengungsian.
"Hari ini di lapangan masih ada sekitar 183.000 warga yang ada di pengungsian berdasarkan laporan BPBD di Jabodetabek. Itu tersebar di 303 titik pengungsian," kata Bambang Surya Putra, Jumat (3/1/2020).

Laporan BNPB Bambang Surya Putra mengenai jumlah pengungsi, Jumat (3/1/2020). (Capture Youtube Metrotvnews)
• Pemukiman di Bantaran Kali Dianggap Penyebab Banjir, Pengamat: Tanggung Jawab DKI Jakarta
Ia menyebutkan ada sejumlah wilayah yang masih tergenang banjir.
"Masih ada sejumlah daerah tergenang berdasarkan laporan di lapangan. Seperti di daerah Bekasi Kota. Kalau di Jakarta di Rawa Buaya dan di daerah yang dekat bantaran Kali Ciliwung, yaitu Kampung Pulo, Kampung Melayu, dan sekitarnya," katanya.
Meskipun banjir sudah surut, keberadaan lumpur dan sampah sisa banjir menghambat kerja petugas.
"Biasanya kalau sungai sudah surut, mungkin di lapangan masih terhambat penumpukan lumpur atau sampah bekas banjir yang menyumbat saluran drainase kita," jelas Bambang.
• Beda Pendapat dengan Anies Baswedan soal Banjir, Basuki Hadimuljono: Saya Tak Dididik untuk Berdebat
Anggaran Penanganan Banjir Kurang
Sementara itu, dalam acara yang sama hadir pula pengamat lingkungan Nirwono Joga.
Pada 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp 1 triliun untuk antisipasi banjir.
Dari jumlah tersebut, Rp 600 miliar sudah direncanakan dipakai sebagai biaya pembebasan lahan yang menurut Nirwono sangat mendesak.
Jumlah tersebut lebih kecil daripada anggaran pembuatan trotoar yang sebesar Rp 1,2 triliun.
Mengenai hal tersebut, Nirwono berkomentar penanganan banjir masih dianggap belum mendesak oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Kalau kita bicara politik anggaran, urgensi penanganan banjir ternyata masih kalah dengan revitalisasi trotoar," kata Nirwono Joga.
Menurut Nirwono, seharusnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat melakukan perubahan anggaran dengan cepat mengingat situasi darurat banjir.
"Bukannya kita tidak mendukung pembangunan trotoar, tetapi kalau melihat kondisi ini, harusnya gubernur punya kekuasaan bisa melakukan perubahan anggaran dengan cepat supaya anggaran tadi dibalik," katanya.
"Juga jangan lupa bahwa tingkat urgensi penanganan banjir jauh lebih penting ketimbang pembangunan trotoar."
Pembebasan lahan yang dianggarkan sebesar Rp 600 miliar tersebut belum terlaksana pada 2019 sehingga dimasukkan kembali ke dalam anggaran 2020.
"Tidak jadi karena sudah tutup buku, sehingga dana anggaran itu ditaruh lagi untuk 2020," jelas Nirwono.
Dengan demikian, anggaran hanya tersisa Rp 400 miliar untuk kebutuhan penanganan banjir yang masih banyak.
"Kalau itu yang dilakukan, praktis dana yang tersisa tinggal Rp 400 miliar. Dengan Rp 400 miliar, untuk pembangunan fisik penanganan banjir seperti pembenahan bantaran kali, perbaikan saluran air, dan revitalisasi itu jauh dari cukup," lanjutnya.
Nirwono berharap agar DPRD juga menyetujui perubahan anggaran.
"Saya berharap, DPRD juga ikut memperjuangkan anggaran banjir tadi dapat lebih ditingkatkan. Termasuk tadi perubahan anggaran," kata Nirwono.
Ia menyebutkan anggaran Formula E juga lebih besar daripada anggaran penanganan banjir, yakni sebesar Rp 1,2 triliun.
"Formula E itu Rp 1,2 triliun juga," katanya.
Menurut pendapat Nirwono, ada keberpihakan politik dalam pembuatan anggaran ini.
"Ini untuk menunjukkan kepada masyarakat keberpihakan politik anggaran Pemerintah DKI Jakarta terhadap penanganan banjir," jelas Nirwono.
"Selain DPRD, Kemendagri menurut saya juga harus ikut turun tangan untuk merevisi anggaran yang sudah diajukan oleh Pemprov DKI. Selain itu kita tidak bisa banyak berbuat."
Lihat videonya dari menit 11:40
• Kontras Pernyataan Anies Baswedan soal Anak-anak Senang Main Banjir dan Korban Tewas saat Bermain
Normalisasi Sungai
Kembali ke Bambang untuk membahas program normalisasi sungai, ia mengatakan program tersebut harus dilakukan.
Awalnya ia menjelaskan tentang program mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural.
"Mitigasi penanggulangan bencana itu ada dua, yang pertama mitigasi struktural, kemudian nonstruktural," kata Bambang dalam wawancara lanjutan.
"Nonstruktural itu penyiapan masyarakat, latihan, dan sebagainya untuk mengurangi resiko bencana."
Ia menjelaskan mitigasi struktural terbagi lagi menjadi dua, yakni pembangunan fisik dan mengembalikan fungsi alam.
"Yang struktural itu ada dua, berupa pembangunan fisik, normalisasi, dan sebagainya," jelasnya.
"Yang kedua mengembalikan fungsi alam untuk menghijaukan daerah tangkapan air. Seperti daerah Puncak, Cianjur, Bogor, Depok, dan sekitarnya. Supaya daya serapnya cukup dan run-off air masuk ke dalam sungai lebih kecil."
Menurut Bambang, banyak daerah yang sudah dibangun sehingga wilayah resapan air kurang.
"Kalau sekarang, karena banyak daerah terbangun, jadi run-off airnya demikian tinggi. Sehingga masuk ke Jakarta sangat tinggi," kata Bambang.
Selain itu, banyak sungai di Jakarta sudah mengalami sedimentasi sehingga perlu dinormalisasi.
"Mengingat kapasitas sungai-sungai di Jakarta semakin menurun karena sedimentasi, tentunya perlu dinormalisasi dengan dilakukan grading, pelebaran, maupun penurapan," lanjutnya.
"Intinya adalah bagaimana kapasitas sungai kembali seperti semula," tutup Bambang.
• Ini Beda Cara Ahok dan Anies Baswedan dalam Pengendalian Banjir di Jakarta
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)