Jiwasraya Belum Dapat Bayar Nasabah, Pemerintah Sebut Sudah Ada Solusi: Bukan Masalah Ringan
Presiden Joko Widodo menyebutkan sudah menyiapkan solusi untuk mengatasi kasus gagal bayar Jiwasraya.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers pada Rabu (18/12/2019) yang disiarkan KompasTV menyebutkan saat ini sudah ada solusi permasalahan Jiwasraya.
"Dalam tiga tahun ini sebetulnya kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini. Tapi ini juga bukan masalah yang ringan," kata Jokowi.
"Kemarin kita juga sudah rapat, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan."
Ia menyebutkan solusi tersebut tengah diproses.

• Jiwasraya Gagal Bayar Polis Nasabah, Pakar Asuransi: Kesalahan Tata Kelola Produk dan Investasi
• Bahas 2 Modus Pencurian Dana di Jiwasraya, Said Didu Ungkap Cara untuk Tangkap Pelaku
Koordinator Forum Komunikasi Nasabah Jiwasraya, Rudyantho menanggapi hal tersebut ketika diundang KompasTV pada Minggu (22/12/2019).
"Kita sangat berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang bijaksana," kata Rudyantho.
"Selain kita sebagai korban, kita harus mempertimbangkan bahwa yang menjadi pelaku dalam hal ini adalah BUMN."
Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki citra BUMN di masyarakat.
Rudyantho juga mempertanyakan izin yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pertanyaan saya kenapa OJK mengeluarkan izin, karena produk asuransi ini adalah produk yang harus diizinkan oleh OJK," katanya.
Lihat videonya mulai menit ke 1:26
Tanggapan Komisi VI DPR RI
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi menanggapi pernyataan presiden bahwa kasus Jiwasraya telah muncul sejak sepuluh tahun lalu.
Menurutnya, hal tersebut sangat mungkin terjadi.
"Persoalan dari 2006 selama sepuluh tahun terakhir itu kan persoalannya lama," kata Achmad Baidowi, "Bisa jadi waktu itu munculnya masalah yang kecil-kecil. Terus kemudian ditumpuk akhirnya jadi gunung es. Meledaklah sekarang.
Achmad mengakui sebenarnya mudah mencari pelaku dalam kasus ini dengan melihat riwayat bursa efek.
Namun, ia menyoroti izin yang diterbitkan OJK.
"Meskipun OJK lahirnya belum sepuluh tahun terakhir, tetapi ketika dia ada, harusnya 'kan sudah melakukan penelitian, audit, pencegahan," katanya.
Hal tersebut dikatakannya karena sejauh ini perizinan Jiwasraya tidak ada masalah, tetapi ternyata tidak demikian.
Karena Jiwasraya merupakan bagian dari BUMN, Achmad berharap DPR melalui komisi terkait dapat memerintahkan Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap potensi kerugian negara tersebut.
"Kita memberikan kesempatan sekarang kepada pemerintah untuk mencarikan solusi. Tentu kalau harus dibayar lunas dalam tahun 2020 saya yakin tidak sanggup," katanya.
"Sehingga mungkin solusinya bertahap."
Ia mengatakan akan menelaah skema yang disajikan pemerintah sebagai solusi pembayaran Jiwasraya.
"Pemerintah sudah menyiapkan beberapa skema. Nanti kita lihat skema yang dilakukan oleh pemerintah apakah itu tepat atau tidak," katanya.
Achmad menyebutkan contoh anak usaha yang didirikan Jiwasraya, yakni Jiwasraya Putra.
Beberapa BUMN akan digabungkan untuk membentuk anak usaha tersebut, antara lain BTN, PT KAI, dan Telkomsel.
Meskipun demikian, ia menilai pengembangan tersebut akan bermasalah di kemudian hari.
Saham beberapa BUMN tersebut akan digabungkan untuk menangani saham asuransi Jiwasraya.
Menurutnya, rencana ini perlu dijelaskan kembali kepada masyarakat.
"Kalau berdasarkan data dari Kementerian BUMN, informasinya investasi yang masuk sekitar Rp 5 triliun. Itu jauh dari kebutuhan," katanya.
"Yang berikutnya misalkan efisiensi yang dilakukan oleh pihak Jiwasraya sendiri."
Achmad memandang progress efisiensi yang dilakukan Jiwasraya tidak ada.
Hotbonar Sinaga: Perlu Ada Program Penyehatan Jangka Pendek
Di acara yang sama, pakar asuransi Sekolah Tinggi Manajemen Resiko dan Asuransi (STIMRA) Hotbonar Sinaga menyebutkan saat ini Jiwasraya belum ditangani secara baik oleh ahlinya.
"Menurut saya belum, karena asuransi bermasalah itu ditangani oleh dua bankir yang notabene tidak punya pengalaman di asuransi," kata Hotbonar Sinaga, "Yaitu Pak Dirutnya dengan Direktur Pemasarannya."
Ia menyarankan agar Jiwasraya diserahkan kepada ahli yang berpengalaman dengan asuransi.
Hotbonar juga mengatakan perlu dibuat program jangka pendek untuk pemenuhan kewajiban terhadap nasabah.
"Jadi, serahkan kepada ahlinya dan buatlah yang lebih konkret dalam jangka pendek. Penyehatan jangka pendek dalam rangka usaha pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasraya ini memenuhi kewajibannya kepada 17.000 orang pemegang polis."
Meskipun demikian, ia tidak menyarankan tindakan bail out karena dirasa tidak terpuji.
Perusahaan yang sedang sakit secara keuangan, apabila dilakukan bail out akan menjadi preseden yang buruk.
"Kemudian yang kedua, kalau di penyertaan modal negara, saya yakin itu akan melibatkan termasuk pihak DPR itu juga akan prosesnya serba complicated."
"Apalagi kalau misalkan penyertaan modal negara itu selalu saya istilahkan terjadi penggaraman air laut."
Maka dari itu, Hotbonar sangat tidak menganjurkan dilakukan bail out.
Nasabah Akan Tetap Perjuangkan Haknya
Terkait kemungkinan terburuk bagi nasabah, Rudyantho merasa tetap harus mengusahakan haknya.
"Sampai saat ini kita belum memberikan respons karena kita juga belum melihat apa yang akan dilakukan oleh teman-teman di Jiwasraya," kata Rudyantho.
Ia merasa komunikasi antara nasabah dengan pihak Jiwasraya tidak berjalan dengan optimal.
Selama ini, Jiwasraya selalu meminta bertemu nasabah satu per satu.
Pihak penyedia jasa asuransi tersebut menolak pertemuan terbuka yang dapat dihadiri nasabah secara bersama-sama.
"Padahal kalau misalnya kita bisa duduk bersama-sama, mungkin ada satu solusi yang kita bisa selesaikan secara bersama," katanya.
"Karena kita selalu menekankan bahwa selain hak kita, teman-teman Jiwasraya juga harus mengingat bahwa nama baik BUMN itu bagian dari kita juga."
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)