Breaking News:

Terkini Nasional

Terkait Radikalisme, Begini Pandangan Muhammadiyah

Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nasir mengungkapkan pandangan Muhammdiyah mengenai radikalisme.

Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Ananda Putri Octaviani
YouTube KOMPASTV
Ketua PP Muhammadiyah sampaikan pandangannya terkait radikalisme 

TRIBUNWOW.COM - Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nasir mengungkapkan pandangan Muhammadiyah mengenai radikalisme.

Haedar mengatakan Muhammadiyah menentang keras segala bentuk hal yang menyebabkan orang lain merasa menderita.

"Muhammadiyah selalu menentang segala bentuk teror, kekerasan, ekstrimitas dan segala perbuatan yang merusak di muka bumi," ujarnya seperti yang dikutip dari tayangan YouTube KOMPASTV, Senin (18/11/2019).

Soroti Kaitan Busana dan Isu Radikalisme, MUI sebut Banyak Pihak Berprasangka Buruk

"Baik itu atas nama radikalisme, ekstrimisme dan sebagainya. Semua warga bangsa, dan komponen bangsa tidak pernah setuju dengan bentuk kekerasan," sambung dia.

Menurutnya, radikalisme harus dilihat dalam dua sisi.

"Yang pertama, konsep radikal adalah awalnya konsep netral, kembali ke akar," ujar Haedar.

Dalam perkembangannya, Haedar menyebut gerakan radikalisme juga dilakukan dalam dunia politik.

"Tetapi kemudian dalam pergerakan politik ada gerakan politik yang ingin merubah tatanan," papar Haedar.

Ia lalu mengatakan ada dua kecenderungan yang dimiliki oleh orang-orang yang melakukan gerakan radikalisme.

"Ketika ada sekelompok orang-orang yang ingin kembali ke akar, dan perubahannya adalah perubahan yang radikal, maka ada dua kecenderungan," jelas Haedar.

"Satu, karena dia kembali ke akar dan memandang prinsipnya paling benar, dia tidak toleran terhadap prinsip orang lain."

"Yang kedua, ada bias. Hal-hal yang sebenarnya bukan akar dianggap akar, lalu sering terjadi kontroversi," ungkapnya.

Kritisi Menag soal Radikalisme, Ketua PBNU Ibaratkan seperti Petir: Tapi Enggak Turun Hujan

Untuk itu, Haedar menginginkan ada dialog antara pemerintah dengan seluruh komponen bangsa agar punya kesepahaman mengenai konsep radikalisme.

Saat ditanya mengenai konsep berpakaian yang mempunyai stigma pada konsep radikalisme seperti penggunaan cadar dan celana cingkrang di area pemerintahan, Ketua PP Muhammadiyah ini punya jawabannya.

Menurutnya, hal seperti ini perlu diperhatikan pokok pembahasannya.

"Yang pertama kita lihat substansinya, substansinya ingin melakukan penertiban, terhadap ketidakaturan cara berpakaian," tutur Haedar.

"Nah pastinya kan objektif, dan semua warga bangsa wajib menaati aturan itu, di ASN (aparatur sipil negara) misalnya," tambahnya.

Haedar menambahkan dalam penerapan aturan tersebut harus diperhatikan dengan cermat.

"Misalkan, kalau melarang yang bercadar, maka juga jangan diberi ruang bagi mereka yang tidak pantas orang memakainya atau pakaian yang tidak pantas,"kata Haedar.

Selain itu, Haedar juga mengingatkan tentang kebebasan dalam beragama.

"Nah di titik ini ada problem, problemnya apa? Di hampir semua pandangan, khususnya di Muhammadiyah, bagi perempuan, muka dan telapak tangan bukan sesuatu yang wajib ditutup," ujar Haedar.

"Karena itu maka yang sifatnya keyakinan dan menjadi pandangan umum kita, lebih dari itu, atau kurang dari itu, itu sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sifatnya umum."

Haedar lalu mengatakan, penganut semua agama di Indonesia ada kecenderungan ada semangat beragama yang lebih kuat.

"Semangat beragama itu harus di tarik pada titik tengah atau yang moderat,"

"Caranya adalah agar mereka yang terlalu berlebihan dalam beragama saking semangatnya atau yang berkurangan karena tidak begitu menghayati makna agama, perlu ada dakwah," ujar Ketua PP Muhammadiyah tersebut.

"Dakwah tersebut intinya dilakukan dengan cara bijak, dengan cara yang edukatif, dan cara yang dialogis," lanjutnya.

Negara disebut Haedar harus memperhatikan dalam penerapan kebijakan tersebut.

"Wilayah negara itu bikin regulasi, monggo dan itu bagus, tapi cara sosialisasi dan menerapkan kebijakan itu tentu harus dengan seksama," tuturnya.

Selain negara, masyarakat juga wajib untuk menaati aturan yang ada.

"Kewajiban warga bangsa itu juga dalam berbangsa dan bernegara harus mengikuti aturan bangsa dan negara, dalam konteks beragama juga harus ada tempatnya" papar Haedar.

"Agar tak jadi masalah, maka semua harus ada titik temu," ucapnya.

Haedar menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah mengenai pengaturan mengenai pakaian sudah betul, namun permasalahannya terletak pada sosialisasinya.

Hal tersebut akhirnya malah memunculkan permasalahan lainnya.

"Sehingga cenderung agak berlebihan, sebaliknya yang merespons pun juga berlebihan juga,"

"Lalu ekstrim ketemu ekstrim lalu ekstrim baru, itu wajar dalam berbangsa,"

Lihat video berikut pada menit ke 2.19:

 

Di ILC, Mahfud MD Blak-blakan Ungkap Sosok Penyebar Radikalisme di Indonesia: Nanti Jadi Masalah

Pada kesempatan sebelumnya, MUI juga memberikan pandangannya terkait hal ini, seperti yang disampaikan oleh Wakil Sekjen MUI, KH Zaitun Rasmin.

Menurut Zaitun masalah terbesarnya ada di stigma masyarakat yang berpandangan bahwa memakai busana tertentu diidentikkan dengan radikalisme.

Dilansir TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Indonesia Lawyers Club, Minggu (10/11/2019), mulanya Wasekjen MUI tersebut menjelaskan soal tanggapannya terhadap larangan cadar dan celana cingkrang bagi ASN.

Wasekjen MUI sebut masalah utama pelarangan cadar dan celana cingkrang bukan di aturan tapi ada di prasangka buruk masyarakat yang memandang busana tertentu identik dengan radikalisme
Wasekjen MUI sebut masalah utama pelarangan cadar dan celana cingkrang bukan di aturan tapi ada di prasangka buruk masyarakat yang memandang busana tertentu identik dengan radikalisme (YouTube Indonesia Lawyers Club)

 

 Di ILC, Aboe Bakar Al-Habsyi Bongkar Siapa Pelaku Radikalisme di Indonesia: Mereka Culik Jenderal

Ia mengatakan soal aturan-aturan bisa ditanyakan kepada Anggota DPR dan ahli hukum.

"Itu bisa dijawab oleh para Anggota DPR, dan para ahli-ahli hukum," jelasnya.

Namun baginya yang harus diutamakan dalam negeri yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa ini adalah peraturan apapun tidak seharusnya bertentangan dengan Pancasila.

"Tapi bagi kita, seharusnya di negeri yang berlandaskan pada ketuhanan yang maha esa sebagai sila pertama, dan itu juga disebutkan dalam pembukaan UUD 1945," kata dia.

"Peraturan apapun seharusnya tidak bertentangan dengan Pancasila itu sendiri," tambahnya.

Ia menegaskan dalam Pancasila sila pertama, kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat dijunjung tinggi di Indonesia.

Maka dari itu seluruh aturan yang ada di Indonesia seharusnya tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.

"Jadi karena dalam Pancasila itu jelas sekali ketuhanan yang maha esa, artinya kebebasan agama dan berkeyakinan. Harusnya aturan itu menyesuaikan," tegasnya.

Pelarangan tersebut juga seharusnya tidak ada, karena menurut Zaitun ada anggota DPR yang mengiyakan bahwa tidak ada aturan yang melarang ASN dalam memakai cadar dan celana cingkrang.

"Apalagi tadi Anggota DPR mengatakan tidak ada aturan dalam ASN tentang tidak boleh pakai celana cadar, dan celana cingkrang," katanya.

Wasekjen MUI tersebut menekankan masalah terbesar dari aturan berbusana ini bukan pada aturannya tapi ada pada stigma buruk yang melekat tentang penggunaan busana tersebut.

Cadar dan celana cingkrang menurutnya banyak dicurigai identik dengan simbol-simbol radikalisme.

Hal yang harus dilakukan untuk menghalau itu adalah memperbaiki pandangan soal cadar dan celana cingkrang.

"Saya kira bukan itu masalahnya tapi, bagaimana memperbaiki prasangka," kata dia.

Ia mengingkan kepada semua pihak untuk berpandangan positif terhadap orang-orang yang memilih untuk menggunakan cadar dan celana cingkrang.

"Marilah berprasangka baik bagi mereka yang pakai cadar dan celana cingkrang," lanjutnya.

Zaitun menjelaskan pandangan soal orang yang menggunakan celana cingkrang dan cadar identik dengan radikalisme justru salah.

Ia mengatakan banyak orang yang menggunakna busana tersebut justru orang-orang yang sangat nasionalis.

"Dan sangat jauh dari pada apa yang selama ini biasa distigmakan. Banyak orang-orang pakai cadar, pakai celana cingkrang sangat-sangat nasionalis," jelasnya.

(TribunWow.com/Fransisca Mawaski/Anung Malik)

Tags:
radikalismeMuhammadiyahPaham Radikal
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved