Buzzer Medsos
Soal Cover Jokowi dan Hidung Panjang, PWI Sebut Istana Tak Ada Bantahan: Yang Keberatan Ali Ngabalin
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ilham Bintang menuturkan tak ada masalah dalam cover Presiden Joko Widodo (Jokowi) di majalah yang buat heboh lalu.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
"Anda menuduh presiden mengendalikan buzzer-buzzer itu, Anda menuduh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk membayar buzzer? Terkutuk saudara menggunakan kezaliman dalam pilihan-pilihan itu," ujar Ali Ngabalin.
Presenter ILC Karni Ilyas yang mendengar hal itu lantas meluruskan ucapan Ali Ngabalin.
"Tunggu dulu, tunggu dulu, Anda baca di majalah atau di koran?," tanya Karni Ilyas.
"Saya mau bilang pilihan kata ini adalah kezaliman," sebut Ali Ngabalin.
Karni Ilyas lantas meminta agar Ali Ngabalin tak menghakimi secara pribadi lantaran itu tulisan dalam majalah.
• Sebut Muncul Buzzer karena Prestasi Pemimpin Rendah, Dahnil: Jangan Khawatir jika Punya Prestasi
"Ya, begini jangan ada duduk personal, karena itu di majalah, diskusi 'Tempo menulis begini'," kata Karni Ilyas.
Ali Ngabalin menyinggung juga perihal cover majalah Tempo yang berisi sosok Jokowi dengan siluet berhidung panjang.
"Apa kurang lagi dengan majalah, Anda bikin hidungnya seperti pinokio, bagaimana? Itu presiden Republik Indonesia saudaraku. Kira-kira kalau bukan pada zaman presiden Jokowi, pada zaman presiden yang lalu-lalu, selesai ente kawan," kata Ali Ngabalin.
Karni Ilyas kembali meluruskan bahwa apa yang dimaksud Ali Ngabalin adalah di era orde baru.
"Tunggu-tunggu, kalau yang lalu, Anda maksud orde baru iya, kalau zaman BJ Habibie, enggak. Gus Dur juga enggak," celetuk Karni Ilyas.
Lihat videonya dari menit ke 5.11:
Sementara itu Budi Setyarso menjawab keluhan dari Ali Ngabalin.
Ia menerangkan yang pertama, cover dari majalah Tempo hanya bayangan yang menyerupai pinokio, bukan pinokio.
"Saya koreksi, cover yang menampilkan Pak Jokowi tdiak menampilak itu pinokio, tapi itu bayangan di belakangnya yang menyerupai pinokio," ujar Budi.
Meski kritik kembali dilayangkan Ali Ngabali, ia terus melanjutkan penjelasannya.