Buzzer Medsos
Berikan Tanggapan soal Buzzer Media Sosial, Tsamara Amany: Kita Terlalu Sering Melebeli Orang
Tsamara menilai ada pihak tertentu yang mencoba melebeli semua orang, sehingga terbangunnya benteng dalam media sosial.
Penulis: AmirulNisa
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany turut memberikan pendapat mengenai buzzer yang tengah ramai menjadi bahan perbincangan.
Tsamara menilai bahwa tidak sepenuhnya buzzer bersalah.
Bahkan ia menilai terlalu banyak orang yang mulai memberikan lebel pada orang lain.
Tsamara menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne.
Politisi muda itu menyebut telah banyak orang yang melakukan penelitian mengenai buzzer.

• Sebut Prestasi Pemerintah Buruk, Dahnil Anzar: Kalau Baik, Masyarakat Pasti Sukarela Jadi Buzzer
"Sepertinya belakangan ini media mainstream kita memang sangat sibuk membahas mengenai buzzer-buzzer ini," ucap Tsamara, dilansir kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (8/10/2019).
Namun menurut Tsamara, sumber dari masalah bukan karena adanya buzzer.
Sedangkan ia menilai tidak semua buzzer memberikan opini yang negatif.
"Tapi sebenarnya saya ingin mencoba kembali Pak Karni kepada akar persoalan dari diskusi kita di malam hari ini," ucap Tsamara.
"Kenapa kita mesti menganggap buzzer itu negatif, dan mendukung seseorang itu negatif," tambahnya.
Pada diskusi itu, Tsamara menyebut akar pemasalahan dari hal yang terjadi terkait buzzer.
• Haikal Hassan Geram dengan Buzzer karena Dianggap Sering Serang 212: Anies Baswedan Salah Apa?
"Saya kira akar persoalan ini bukan ada pada media sosial, tapi pada masing-masing pikiran kita," jelas Tsamara.
Menurut pengamatan Tsamara, banyak orang yang selalu memberikan lebel tertentu pada sekelompok orang.
Bahkan pelebelan itu pun di sebut Tsamara sudah terjadi secara berlebihan.
"Telah terjadi belakangan ini generalisasi yang berlebihan terhadap kelompok-kelompok di Indonesia ini. Kita terlalu sering melebeli orang," ucap Tsamara.
Untuk mengutakan pendapatnya, Tsamara memberikan beberapa contoh dari beberapa kajadian di mayarakat.
"Sebagai contoh kita melebel semua aktivis, kalau dalam bahasa media sosial itu social justice warrior atau SJW. Seolah-olah semua aktivis itu SJW dalam arti yang negatif," ucap Tsamara.
Tsamara pun menilai ada banyak juga aktivis yang memberikan kontribusi yang baik untuk kemajuan pemerintahan.
"Aktivis-aktivis yang melihat persoalan secara objektif dan berupaya untuk memperbaiki bangsa ini ke depan," ucap Tsamara.
Bahkan Tsamara juga menilai adanya banyak orang yang memberikan lebel pada para politisi.
• Budi Setyarso Beri Penjelasan yang Selalu Dibantah, Ali Ngabalin: Terlalu Pintar Memutar Lidah
Banyak muncul ungkapan bahwa politis adalah buzzer-buzzer yang mendapat bayaran.
"Secara bersamaan juga, banyak dari kita yang sering melabel kelompok-kelompok politik itu semua pasti buzzer bayaran," jelas Tsamara.
Tsamara juga menilah bahwa label yang diberikan pada semua orang, dimaksudkan untuk membangun benteng tertentu.
"Nah ini (lebel) yang menjadi penyebab kita ini membangun benteng pada media sosial," ujar Tsamara.
Sedangkan ia menilai munculnya media sosial membantu semua kalangan untuk lebih mudah bertemu.
Termasuk lebih mudah untuk menyampaikan keritik kepada para pejabat publik.
"Padahal ketika media sosial baru saja dibentuk, nampaknya media sosial itu meruntuhakan batas-batas, meruntuhkan benteng-benteng," ucap Tsamara.
Ia kemudian memberikan contoh kelebihan media sosial dalam meyampaikan pesan pada para pejabat publik.
• Sebut Buzzer Bisa Jadi Influencer, Analis Media Sosial Singgung Follower dan Tanggapan Warganet
"Kalau dulu kita mau bertemu atau mengkritik pejabat publik susah. Sekarang misal mau ngritik Pak Rudiantara tinggal mention, gampang, itulah sebenarnya kegunaan media sosial," jelas Tsamara.
Tsamara pun kembali menegaskan bahwa beberapa orang telah berusaha membuat benteng dalam sosial media.
Sehingga para pengguna sosial media akan mengalami gangguan saat akan berdiskusi bersama.
"Tapi karena lebeling, karena pengkelompokan tadi, generalisasi tadi, akhirnya kita membangun benteng di media sosial menutup ruang diskusi dan ruang dilaog yang seharusnya ada di media sosial," jelas Tsamara.
Lihat video pada menit ke-0:14:
(TribunWow.com/Ami)