Revisi UU KPK
Di ILC, Fahri Hamzah Ungkap Kecewa pada Kelakuan Media: KPK Jangan Dibiarkan Dijadikan Publik Hero
Fahri Hamzah merasa kesal dengan media terkait kabar inisiatif DPR yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Fahri Hamzah merasa kesal dengan media-media selama ini.
Fahri Hamzah merasa kesal dengan media terkait kabar inisiatif DPR yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Hal itu diungkapkan Fahri Hamzah saat menjadi tamu di acara 'Indonesia Lawyers Club' pada Selasa (10/9/2019).
Fahri Hamzah menilai media telah menyudutkan pejabat-pejabat yang akan merevisi KPK.
Politikus asal Nusa Tenggara Barat itu menilai kini sebagian besar pejabat takut dengan KPK.
"Sekarang 17 tahun sudah karena kita ini takut semua kan, mulai dari Hakim Mahkamah Konstitusi, Yudisial Review," tutur Fahri Hamzah dikutip TribunWow.com dari channel YouTube Indonesia Lawyers Club pada Rabu (11/9/2019).
Lalu, Fahri Hamzah tampak menyayangkan media-media yang menurutnya telah menyudutkan perevisi UU KPK.
"Langsung itu headline-nya, media-media ini juga kelakuannya, Corruptor Fight Back, setiap ada kita mau upaya merevisi Corruptor Fight Back (Koruptor Bangkit Kembali) kayak kita maling semua mau berkomplot, enggak berani kita pakai otak dan akal kita untuk menalar suatu perkara," tegas Fahri Hamzah.
• Tolak Dikatakan DPR Revisi UU KPK Gelap-gelap, Arteria Dahlan Jelaskan Periode Pembahasan
Dengan berapi-api dan tampak emosi, Fahri Hamzah membentak pejabat-pejabat yang tidak berani merevisi UU KPK demi kepentingan bangsa.
"Akhirnya orang takut, kalau ada orang yang bilang pejabat nggak takut, PENGECUT ulangi dari atas sampai bawah pengecut semua," bentak Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah mengatakan bahwa KPK bukan pahlawan publik.
Pejabat diminta terus terang soal adanya kelemahan di tubuh KPK.
"Penakut!, tidak mau menegakkan sistem tidak berani terus terang, saya menggugat ini pejabat main belakang, terus teranglah sehingga KPK jangan dibiarkan dijadikan publik hero (pahlawan publik) kayak gitu," tegas Fahri Hamzah.
Menurutnya, lembaga KPK itu sama dengan lembaga lain yang juga sama-sama digaji dari APBN.
Sehingga, KPK juga harus tunduk pada ketaatan hukum.
"Mana ada negara ada public hero, lembaga mana ada, NGO apah ? wong dia makan uang negara kok, dia pake APBN harus tunduk pada hukum dalam presidensialis yang dipilih oleh presiden," kata Fahri Hamzah.
• Di ILC, Karni Ilyas Akui Kaget Lihat Saut Situmorang Berapi-api Tolak Revisi UU KPK: Keras Juga Ini
Misalnya, presiden membubarkan KPK sewaktu-waktu maka KPK mau tidak mau harus taat hukum.
"Kalau malam ini Presiden menulis Perppu besok dia umumkan dia bubarkan KPK, KPK bubar stop operasional."
"Malam ini presiden bisa teken, DPR dalam sebulan bisa mengatakan setuju atau tidak setuju karena itu presidensial, Kenapa?," terang dia.
Sehingga, ia meminta para pejabat publik untuk berani memperbaiki sistem di KPL.
"Karena kita ini kan terus menerus tidak berani lama-lama main belakang, sekarang ambil ketegasan sistemnya ini sudah mau bernanah dari dalam," ujar politisi PKS ini.
Fahri Hamzah menyesalkan dengan sistem kerja KPK sekarang.
Ia menyoroti lemahnya sistem pencegahan.
"Tidak ada lembaga lagi yang dipercaya dan lagi-lagi kembalinya kalau mau dipercaya, loh ujung-ujungnya nyebut koruptor terus-koruptor terus, terus apa arti kata pencegahan?," tuturnya.

• Hadir di ILC soal Revisi UU KPK, Fahri Hamzah Bandingkan Jumlah Ongkos Milik Presiden dengan KPK
Fahri Hamzah menjelaskan, manusia itu ada yang buruk ada yang baik termasuk di dalam tubuh KPK.
Apalagi, Indonesia merupakan negara demokrasi.
"Manusia ini sama, manusia mengikuti curva normal, ada yang mulia, hebat, minoritas."
"Ada penjahat yang brengsek minoritas, normal rata-rata. Dan manusia itu ada di KPK, di KPK itu ada orang brengsek, ada orang baik tapi semua normal seperti negara demokrasi itu digambarkan kita dalam demokrasi negara itu negara normal," jelas dia.
Lihat videonya mulai menit ke-14:45:
Sementara itu, KPK melalui situs resminya, kpk.go.id, Selasa (10/9/2019), memberikan 10 persoalan Draf RUU KPK.
- Independensi KPK terancam
- Penyadapan dipersulit dan dibatasi
- Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
- Sumber penyelidik dan penyidik dibatas
- Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
- Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
- Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
- Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
- KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
- Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
Diketahui sebelumnya, rencana revisi UU KPK sempat mencuat pada 2017 lalu, seperti dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Selasa (10/9/2019).
Akan tetapi rencana itu ditunda karena mendapat penolakan keras dari kalangan masyarat sipil pegiat antikorupsi.
Hal ini karena mereka menilai poin-poin perubahan dalam UU tersebut akan melemahkan KPK.
Dan dalam Rapat Paripurna pada Kamis (5/9/2019), revisi UU KPK kembali mencuat dan disepakati semua fraksi di DPR.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga disebutkan telah membaca draft revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

• Saat Bambang Soesatyo Lupa Janjinya soal Revisi UU KPK yang Diucapkan seusai Dilantik Jadi Ketua DPR
Jokowi lantas meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, untuk mempelajari naskah revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Saya diberikan draf revisi UU KPK untuk saya pelajari, itu saja dulu. Kami akan pelajari dulu. Kami lihat nanti seperti apa," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/9/2019).
Hingga Selasa (10/9/2019), draft RUU KPK itu masih diperhitungkan dan belum dikirim ke DPR terkait hasilnya.
(TribunWow.com)
WOW TODAY: