Breaking News:

Rusuh di Papua

Irene Cerita Ketidakadilan kepada Papua, Sakit Harus ke Jakarta: Tak Ada Uang, Tinggal Tunggu Mati

Mantan Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy mengatakan ada ketidakadilan yang dirasakan masyarakat Papua.

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Ananda Putri Octaviani
Capture Indonesia Lawyers Club
Mantan Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy mengatakan ada ketidakadian yang dirasakan masyarakat Papua. 

TRIBUNWOW.COM - Mantan Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy mengatakan ada ketidakadian yang dirasakan masyarakat Papua.

Hal ini diungkapkan Irene Manibuy saat hadir menjadi narasumber dalam acara 'Indonesia Lawyers Club (ILC)' pada Selasa (3/9/2019), dikutip TribunWow.com dari saluran YouTube Indonesia Lawyers Club.

Irene sebelumnya mengatakan bahwa sebenarnya Papua memiliki dana otonomi khusus (otnom).

"Bisa lihat ya Pak, di Papua dalam penerapan Undang-undang otsus 21 2001. Bagaimana memberikan pendidikan yang layak, itu otsus membiayai 20 persen, terus masalah kesehatan, itu 15 persen otsus membiayai," ujar Irene.

"Masalah ekonomi rakyat 10 persen, tapi kita lihat semuanya, begitu banyak uang yang diturunkan sekian triliuan."

Ia lantas menyinggung bahwa di Papua tak ada sekolah bertaraf internasional.

"Tapi apa yang ada di sana? Adakah sekolah otsus yang berstandar internasional untuk kami orang Papua," ungkapnya.

"Apakah ada Rumah Sakit berstandar internasional seperti Siloam, Rumah Sakit Pondok Indah di Papua? Dibangun dengan uang otsus, sangat cukup," ujar Irena.

Sebut Papua Menjadi Korban Sejarah, Freddy Numberi Jelaskan Posisi Papua Jelang Indonesia Merdeka

Irene menjelaskan bahwa masyarakat Papua yang tak memiliki uang harus menunggu.

"Tapi kami harus rujuk ke Makassar, ke Jakarta, itu kalau yang punya uang. Bagi orang Papua yang enggak punya uang, tinggal menunggu mati," kata Irene.

"Ini bagian dari ketidakadilan Pak," jelasnya.

Lantas ia menambahkan, bahwa para pedagang yang terdiri dari mama-mama Papua juga hanya bisa berjualan di sisi emperan pasar.

Sedangkan ruko-ruko telah dimiliki oleh pendatang yang bukan masyarakat Papua.

"Tentang standar ekonomi rakyat, mama Papua hanya berjualan pinang, duduk di emperan pasar di bawah, tetapi di samping mereka, kios-kios punya pendatang. Toko besar punya pendatang," jelasnya.

Lihat videonya dari menit ke 3.29

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan mengenai afirmasi yang diberikan pemerintah untuk Papua.

"Ada otsus (otonomi khusus) afirmasi juga otsus itu. Misalnya, kepala daerah di Papua harus putra Papua atau orang yang diakui oleh adat yang resmi sebagai orang Papua. Itu kan sudah pemberian afirmasi yang bagus," sebut Mahfud MD.

"Di sana juga ditentukan sejumlah anggota DPR kalau tidak salah 25 persen dari seluruh anggota DPR harus orang Papua," paparnya.

Selain itu ada pula mengenai akses untuk masuk ke universitas bergengsi di Indonesia.

"Ada lagi, masuk universitas negeri yang besar-besar di Indonesia, yang sulit sekali itu tidak harus ikut tes. Ini jatah mahasiswa untuk Papua, di UI sekian, di UGM sekian. Karena apa kita ingin afirmasi mereka agar maju," sebut Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.

"Bahwa kemudian tidak maju-maju seperti dana tadi, itu gimana? Pengelolanya kan orang daerah sendiri, orang mereka, ya minta maaf saja kalau mau diperiksa BPK, enggak bisa diperiksa, orangnya pergi, bukunya hilang," tegas Mahfud MD.

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan alasan bahwa tuntutan wilayah Papua untuk referendum tak akan bisa terwujud.
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD menjelaskan alasan bahwa tuntutan wilayah Papua untuk referendum tak akan bisa terwujud. (Capture YouTube Indonesia Lawyers Club)

 

Bandingkan Sikap Gus Dur, Rizal Ramli di ILC Analogikan Papua seperti Anak Kandung yang Ingin Pergi

"Itu yang terjadi. Mari perbaiki bersama-sama," pungkasnya.

Sebelumnya, Mahfud MD juga menyinggung mengenai anggaran Papua yang sangat besar.

"Anggaran Papua itu besar, lebih dari 12 kali orang itu untuk anggaran orang perkepala dengan orang Jawa," kata Mahfud MD.

"Setiap otsus itu mendapat Rp 17,5 juta per kepala, namun tidak pernah sampai ke masyarakat," jelasnya.

"Di Jawa perkepala, tidak sampai Rp 1,5 juta. Bayangkan Rp 1,5 juta banding Rp 17,5 juta. Artinya pemerintah sudah sungguh-sungguh bangun Papua. Apa yang mereka minta diberikan," tegasnya.

Lihat videonya dari menit ke 8.27:

(TribunWow.com)

WOW TODAY

Tags:
IreneWakil Gubernur Papua BaratRusuh di PapuaPapuaIndonesia Lawyers Club (ILC)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved