Sidang Sengketa Pilpres 2019
2 dari Semua Poin Tuntutan 02 Ini Dinilai Refly Harun Terukur Jelas: Kalau yang Lain Sulit Teknis
Refly Harun mengatakan ada dua hal dari keseluruhan materi gugatan yang diajukan tim kuasa hukum nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga dapat terukur jelas.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan ada dua hal dari keseluruhan materi gugatan yang diajukan tim kuasa hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di MK, dapat terukur jelas.
Penilaian itu dikemukakan Refly saat menjadi narasumber program 'Apa Kabar Indonesia Malam' tvOne, dikutip TribunWow.com, Sabtu (15/6/2019).
Dua materi gugatan yang disebut terukur jelas pembuktiannya menurut Refly, yang pertama mengenai Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) capres 01 Joko Widodo(Jokowi) yang dihubungkan dengan sumbangan dana kampanye.
"Dari semua dalil yang dikemukakan BPN itu, saya mengatakan yang terukur itu hanya dua saja, mengenai LHKPN dan sumbangan dana kampanye," ujar Refly.
Menurut Refly, hal itu tergantung pembuktiannya.
"Nah itu bisa menemukan kebenaran materialnya, nanti tergantung pembuktiannya, apakah terbukti atau tidak terbukti," ungkapnya.
"Tapi waktu yang ada cukup untuk membuktikannya."
• Jawab soal Jokowi Naikkan THR PNS Lebih Awal, Yusril Ihza Singgung Janji Prabowo saat Debat Capres
Sedangkan yang kedua perihal pencalonan Ma’ruf Amin cacat formil karena dinilai masih menjabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Yang kedua perdebatan mengenai status Ma'ruf Amin," ungkapnya.
"Apakah anak perusahaan BUMN, saham yang dimiliki anak BUMN bisa dikategorikan sebagai BUMN apa tidak. Nah dua hal itu saja."
Sedangkan materi gugatan yang lain, menurut Refly ada kesulitan teknis untuk membuktikannya.
"Kalau yang kualitatif yang banyak itu, itu akan mengalami kesulitan teknis untuk membuktikan."
"Contoh misalnya tentang netralitas aparat, kalau tim BPN bisa menemukan rekaman video, menemukan dokumen tertulis bisa, kliping koran tiba-tiba yang dikutip omongan saya misalnya kan, itu akan susah," jelasnya.
Ia kemudian meneruskan, apabila dua hal yang mudah terukur tadi dapat terbukti.
"Pertanyaannya, misalkan dua hal tadi terbukti, katakannlah misalnya, MK mencapai konstruksi bahwa anak yang mayoritas sahamnya dimiliki BUMN, dianggap BUMN juga karena ada preseden lainnya, dan ada penilaian yang sistematis lainnya, kemudian karena ada masalah dengan sumbangan dana kampanye."
Menurut Refly permasalahan selanjutnya apakah hal kedua tadi cukup untuk megabulkan tututan 02 untuk mendiskualifikasi kubu 01.
• Kubu 02 Minta Hasil Pilpres Dibatalkan, KPU: Didasarkan pada Logika yang Tidak Nyambung
Lihat video di menit ke 26:50
Kejanggalan sumbangan dana kampanye
Kuasa hukum pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto menilai ada kejanggaan dalam laporan sumbangan dana kampanye kubu 01.
"Ada juga informasi terkait sumbangan dana kampanye. Kami memeriksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari Calon Presiden Joko Widodo yang diumumkan KPU pada 12 April 2019," kata Bambang.
"Salah satu yang menarik, jumlah kekayaan beliau adalah Rp 50 miliar. Tapi setara kasnya hanya Rp 6.109.234.704," sambungnya.
Namun, terang Bambang, Jokowi memberikan sumbangan pribadi dana kampanye pada tanggal 25 April 2019 sejumlah Rp 19 miliar lebih.
"Sumbangan pribadi beliau, calon presiden Joko Widodo di dalam laporan penerimaan sumbangan dana kampanye tanggal 25 April 2019 sejumlah Rp 19.508.272.030 dalam bentuk uang, dan dalam bentuk barang yaitu sekitar Rp 25 juta," kata Bambang.
• Refly Harun Mengkritik Hakim MK seusai Periode Mahfud MD cs: Mereka Tidak Lagi Progresif
Bambang menyebutkan, hal ini menjadi menarik karena hanya dalam waktu 13 hari, jumlah setara kas dalam harta pribadi Jokowi bisa menyeluarkan uang sebanyak Rp 19 miliar lebih.
Tak hanya itu, Bambang juga mempertanyakan soal adanya sumbangan dana lebih dari Rp 18 miliar.
Yang menjadi kecurigaan pihak Prabowo-Sandi terkait hal ini, menurut Bambang, adalah dugaan bahwa pemilik perusahaan tersebut merupakan bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
"Bahwa berdasarkan laporan penerimaan dana kampanye pasangan calon tersebut tertanggal 25 April ditemukan adanya juga sumbangan dari perkumpulan golfer TRG sebesar Rp 18.190.500.000, dan perkumpulan golfer lainnya," jelas Bambang.
"Begitupun dengan rilis yang dikeluarkan ICW (Indonesia Corruption Watch), ternyata ICW mengatakan, ICW menduga golfer TRG dan golfer TBIG adalah dua perusahaan milik seseorang yang merupakan bendahara TKN Jokowi-Ma'ruf."
"Yakni PT Tower bersama infrastruktur Tdk dan Teknologi Research Global Investama."
"ICW mengatakan, sumbangan melalui sumber kelompok perusahaan golfer tersebut diduga mengakomodasi penyumbang yang tidak ingin diketahui identitasnya."
• Refly Harun Mengkritik Hakim MK seusai Periode Mahfud MD cs: Mereka Tidak Lagi Progresif
Tak hanya itu, Bambang menyebutkan, perusahaan itu juga untuk mengakomodasi penyumbang yang memiliki dana melebihi batas dana kampanye.
Ini juga, ungkap Bambang, sebagai teknik untuk melakukan pemecahan sumbangan dalam penyamaran sumber asli dana kampanye yang diduga umum terjadi dalam pemilu.
Selain itu, jelas Bambang, ada sumbangan sebesar Rp 33 miliar lebih yang terindikasi berasal dari orang yang sama.
"Ada pula sumbangan sebesar Rp 33 miliar yang terdiri dari nama-nama kelompok tertentu. Begitu dilacak ternyata nama-nama itu mempunya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) pemimpin kelompok, itu sama. Dan identitasnya juga sama," kata Bambang.
"Bukankah ini penyamaran?" imbuhnya.
Atas pemaparannya ini, Bambang menilai, sudah sangat jelas bahwa ada indikasi dugaan menyamarkan sumber asli dana kampanye yang bertujuan memecah sumbangan agar tidak melebihi batas dana kampanye dari kelompok, yaitu sebesar Rp 25 miliar.
Persoalkan Status Maruf Amin di Bank
Pada awal pembacaan pokok permohonan, Bambang Widjojanto, mempersoalkan mengenai status Maruf Amin, yang terdaftar sebagai pejabat dua bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Bambang, hal itu bertentangan dengan Pasal 227 huruf P Undang-undang nomor 7 2017 yang menyatakan seorang calon atau bakal calon harus menandatangani informasi atau keterangan dimana tidak boleh lagi menjabat suatu jabatan tertentu ketika dia sudah mencalonkan.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah/ Ananda Putri Octaviani)
WOW TODAY