Breaking News:

Sidang Sengketa Pilpres 2019

Sebelum Sidang, MK Dianggap Bambang Widjojanto Keren jika Berhasil Lakukan Hal Ini

Ketua Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Bambang Widjojanto memberikan komentar soal uji C1 yang dilakukan MK.

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Bambang Widjojanto. 

TRIBUNWOW.COM - Ketua Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Bambang Widjojanto memberikan komentar soal uji C1 yang dilakukan MK.

Hal itu dikemukakan Bambang Widjojanto saat menjadi narasumber di channel YouTube Macan Idealis sebelum sidang perdana sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2019, Kamis (14/6/2019).

Mulanya, Bambang ditanya soal penggelembungan suara untuk pasangan calon (paslon) 01 Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin.

Menurut Bambang, penggelembungan itu bisa terlihat dari C1 di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Kuasa Hukum BPN Kutip Pernyataannya pada Tahun 2014, Yusril Ihza: Itu Tidak Relevan Lagi

"Kita bisa menemukan satu informasi melalui satu sistem, saya kemudian ada 3 nih yang jadi soal, mau kah KPU membangun sistem yang memang teruji keandalannya," kata Bambang Wijdojanto.

Ia lalu menyarankan sistem yang bisa digunakan untuk menguji hla tersebut.

"Karena sekarang ke MK pertanyaan lainnya gini, MK Anda ini kalau mau lebih maju maka harus melakukan yang namanya digital fraud untuk menguji C1 itu harus menguji sistem itu," ujar Bambang.

"Dan dia bisa melibatkan masyarakat, nah kalau MK bisa melakukan itu keren."

Jika Tak Menangkan Prabowo-Sandi, Tim 02 Minta MK Lakukan Pungutan Suara Ulang di 12 Wilayah Ini

Bambang menambahkan bahwa sistem pengujian yang digunakan MK saat ini sudah tidak efektif.

"Sekarang kan C1nya dilihat satu-satu udah enggak bisa, 20 juta (suara) mau lihat satu-satu?," ujar Bambang.

Terlebih, waktu untuk menguji yang diberikan MK sangat singkat.

"Cuma 14 hari lalu 5 hari proses yang ininya proses khusus untuk saksi-saksi masak ahli cuma dikasih 2," tambahnya.

"Saya bilang ini kayak main-main nih, kalau menguji benar mari kita uji benar, dan itu enggak bisa pakai cara manual, kita harus uji itu pakai sistem sistemnya sistem IT, kita bisa periksa itu."

"Nah itu membandingkan C1 dengan apa di situ, itu kelihatan semua itu, kecurangannya itu sempurna terlihat."

"Itu sebabnya menurut saya sangat penting masyarakat terlibat sampai kami kemudian membuat satu sistem yang dinamakan kawal MK membantu teman-teman di MK untuk mengawal situng yang ada di sini bandingkan dengan C1, kita bandingkan."

Bunyi Amar Putusan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi untuk MK

Lihat videonya menit ke 5.05:

Diberitakan sebelumya, saat sidang perdana, Bambang Widjojanto memaparkan hasil perolehan suara Pilpres 2019 versi kubu Prabowo-Sandi saat pembacaan materi gugatan sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Dalam pemaparannya, Bambang menegaskan bahwa Prabowo-Sandi memperoleh suara sebesar 52 persen, unggul dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.

Bambang menilai, perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidaklah tepat.

"Termohon telah menetapkan perolehan suara masing-masing pasangan calon sebagai berikut, Joko Widodo-Ma'ruf Amin suaranya 85.607.362 dengan 55,5 persen. Prabowo-Sandi 68.650.239 atau 44,5 persen," kata Bambang yang dilansir oleh Kompas TV.

"Bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut tidak sah, menurut hukum karena perolehan suara pasanan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, di atas atas nama Jokowi-Ma'ruf, sebenarnya ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum, atau setidak-tidaknya disertai dengan penyalahgunaan kekuasaan presiden petahana yang juga adalah capres nomor 01," jelasnya.

Sidang MK - Sederet Hal yang Prabowo-Sandi Persoalkan, Dana Kampanye Jokowi hingga Polisi Tak Netral

Atas pernyataannya itu, Bambang lantas mengumumkan data yang disebutnya sebagai data yang benar menurut pemohon.

"Bahwa perolehan suara yang benar menurut pemohon setidak-tidaknya adalah sebagai berikut, Joko Widodo-Ma'ruf Amin adalah 63.573.169 atau 48 persen, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, berjumlah 68.650.239 atau 52 persen," tegasnya.

Dari laporan tersebut, diketahui ada perbedaan angka antara jumlah pemilih yang dipaparkan dalam hasil rekapitulasi KPU, dan jumlah yang diklaim oleh pihak BPN.

Menariknya, perolehan suara yang dimiliki Prabowo-Sandi masih tetap sama, baik dalam hasil rekapitulasi KPU maupun dari klaim BPN.

Hanya saja, suara Jokowi-Ma'ruf dalam klaim BPN hilang 22.034.193 suara.

Yusril Ihza Mahendra Yakin Bisa Patahkan Gugatan Kuasa Hukum 02: Ini Masih Merupakan Asumsi

Hilangnya suara Jokowi ini dihasilkan dari selisih data rakapitulasi KPU dengan klaim BPN.

Atas pemaparan ini, maka didapat ada perbedaan jumlah suara sah antara rekapitulasi KPU dengan klaim BPN.

Sementara itu, sebagaimana diketahui, dalam Pemilu 2019 ini, ada total 192.866.254 jumlag pemilih.

Namun, KPU mencatat, hanya 158.012.506 orang yang menggunakan hak suaranya, dengan rincian 154.257.601 suara sah dan 3.754.905 suara tidak sah.

Sementara itu tak seperti KPU, BPN ternyata hanya menghitung 132.223.408 suara sah.

Tanggapan KPU

Sementara itu, diberitakan Kompas.com, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut, dalil tentang perolehan suara paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebanyak 52 persen tidak jelas.

Dalil yang dimuat dalam permohonan gugatan sengketa hasil pilpres yang dimohonkan ke Mahlamah Konstitusi (MK) tersebut, menurut Hasyim, tidak berdasar.

"Kalau petitum permintaan permohonan itu boleh-boleh aja, mau minta apa saja boleh. Artinya minta untuk menolak mengikuti keputusan KPU itu boleh-boleh saja, kemudian mengikuti suara pemohon itu boleh-boleh saja, tapi pertanyaannya, atas dasar apa," kata Hasyim usai sidang perdana sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).

Menurut Hasyim, perolehan dan selisih suara yang diklaim Prabowo-Sandi tidak jelas asalnya.

Apakah selisih itu ada di rekapitulasi KPU provinsi, tingkat kabupaten/kota, atau tingkat TPS.

Jika selisih terjadi di tingkat TPS, dalil Prabowo-Sandi tak menyebutkan TPS yang dimaksud.

"Itu juga dalam pandangan kami, setelah kami buka (dalil permohonan) belum jelas juga locus atau tempat kejadian di mana," ujar Hasyim.

"Jadi dalam pandangan kami, kalau memang soal permohonan silahkan, asal bisa membuktikan. Tapi kalau enggak bisa membuktikan kan konyol," sambungnya.

(TribunWow.com/Tiffany Marantika)

WOW TODAY:

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Sidang Sengketa Pilpres 2019Bambang WidjojantoMahkamah Konstitusi (MK)Prabowo-SandiagaSengketa Hasil Pilpres 2019
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved