Terkini Nasional
Soal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, Alasan hingga Risiko yang Dihadapi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk melakukan pemindahan ibu kota negara Indonesia ke luar Pulau Jawa.
Editor: Rekarinta Vintoko
"Di sini semuanya sangat mendukung, kebetulan ini di tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Dan kita lihat di Samarinda ada aiportnya, di Balikpapan ada airportnya, udah nggak buat airport lagi, sudah ada dua," jelas Jokowi.
Namun, salah satu warga Balikpapan, Muhammad Wahdini tidak sepakat dengan rencana pemerintah memindahkan ibukota ke provinsi tempat tinggalnya. Dia was-was pemindahan ibu kota ini kan berdampak pada lingkungan Bukit Soeharto yang merupakan kawasan hutan lindung.
"Kalau memang daerah lindung ya penting kita untuk tetap menjaga itu tetap menjadi kawasan hutan lindung," kata dia.
Dia pun menekankan pemindahan ibukota tidak terlalu urgen di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat.
"Bicara perpindahan kantor sudah tidak relevan lagi. Jadi biarkan aja yang ada, biarkan juga Kalimantan Timur daya dukung lingkungannya tetap terjaga, jadi biarkan ibu kota tetap di Jakarta," cetusnya.
Melanjutkan peninjauan lapangannya untuk mencari lokasi alternatif pengganti ibu kota, Jokowi menyambangi Kelurahan Tumbang Talaken, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (08/05) siang.
Menurut Jokowi, lokasi yang terletak di Kabupaten Gunung Mas itu paling siap dengan adanya ketersediaan lahan seluas 300 hektar.
• Jika Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Berikut Daftar Stadion Internasional di Kaltim
Namun soal kelayakan, Presiden Jokowi menjelaskan, saat ini masih dalam kalkulasi, masih dalam kajian, masih dalam hitung-hitungan semuanya karena aspeknya kan banyak sekali.
"Sekali lagi ini menyangkut aspek yang tidak satu dua. Urusan banjir mungkin di sini tidak. Urusan gempa di sini tidak. Tapi apa, kesiapan infrastruktur harus dimulai dari nol lagi. Itu juga salah satu pertimbangan-pertimbangan masalah sosial politiknya, masalah sosiologi masyarakatnya, semuanya, semuanya dilihat semuanya," terang Jokowi.
Namun, pakar perencanaan wilayah dan kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Maryati menuturkan pemerintah perlu memperhatikan dampak lingkungan dari pemindahan ibu kota yang berimplikasi pada pembangunan kantor pemerintahan yang notabene dibarengi fasilitas pendukung lain, seperti sarana pendidikan, kesehatan dan pemukiman.
"Kita juga harus melihat jenis tanah karena terkait infrastruktur tadi kalau banyak lahan terbuka yang menjadi lahan tertutup kalau hujan pasti menyebabkan limpasan yang lebih besar. Kalau tidak diantasipasi mungkin terjadi banjir," lanjut Sri.
Belum lagi, imbuhnya, aspek sosio kultural dari pemindahan ibu kota itu juga perlu dipertimbangkan, seiring dengan perpindahan pekerja di kantor pemerintahan ke ibu kota baru.
"Karena mungkin akan ada pendatang baru yang akan berbeda budayanya dengan masyarakat yang ada saat ini," kata dia.
Dari dua lokasi yang digadang-gadang sebagai calon ibu kota, Sri Maryati menganggap keduanya memiliki karakter geografris yang sama. Hanya saja, jika dilihat aspek infrastruktur, seperti ketersediaan bandara dan jalan, Kalimantan Timur lebih siap.
"Kalimantan Timur lebih siap, kalau dilihat secara makro, tapi itu belum melihat secara detail misalnya ketersediaan lahan dan sebagainya," jelas Sri.
• Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota, Bagaimana Kesiapan Infrastruktur Transportasi?
4. Realistis namun belum urgent
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Zuliansyah, memandang pemindahan ibukota sebagai suatu hal yang realistis, mengingat kondisi Jakarta yang terhimpit bencana banjir dan kemacetan, serta kepadatan penduduk yang terus mendesak.
Namun masyarakat saat ini belum melihat adanya urgensi pemindahan ibu kota.
"Ini yang belum terlihat. Jadi jangan sampai gagasan ini, sense of urgency ini, hanya ada di kepala policy makers. Itu yang belum muncul ke publik. Sehingga muncul isu ini pengalihan isu, ya wajar kalau publik ngomong seperti itu," ujar Zuliansyah.
Meski realistis, Zuliansyah mempertanyakan kemampuan sumber daya yang dimiliki pemerintah, yang paling mendasar adalah dari sisi anggaran, juga harus dipersiapkan.
Anggaran yang harus digelontorkan pemerintah untuk pemindahan ibu kota baru ini memang relatif besar. Setidaknya Rp466 triliun dialokasikan untuk merealisasikan rencana ini, yang berasal dari berbagai pendanaan, termasuk APBN.
Anggota Komisi XI DPR yang membidangi keuangan dan perbankan, Misbakhun menuturkan, jika menggunakan APBN maka pemerintah perlu persetujuan DPR terkait penggunaan anggaran tersebut.
"Karena mekanismenya bisa bermacam-macam. Presiden sudah memberikan arahan seminimal mungkin menggunakan APBN,"cetusnya.
Di sisi lain, Indonesia tidak mempunyai pengalaman untuk memindahkan ibu kota. Sehingga hingga saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur soal pemindahan ibu kota itu.
"Sehingga sampai saat ini kita tidak punya aturan yang mengatakan pemindahan ibu kota itu keputusan eksekutif atau harus bersama-sama persetujuan DPR. Aturan itu belum ada," jelasnya.
"Kecuali kemudian yang berkaitan dengan anggaran-anggaran yang bertujuan untuk itu, maka itu membutuhkan persetujuan APBN," imbuh Musbakhun.
Untuk menghemat anggaran, Misbakhun mengusulkan sumber pendanaan non-APBN melalui utilisasi gedung-gedung pemerintahan di Jakarta yang tak lagi digunakan seiring perpindahan ibu kota baru.
Gedung-gedung tersebut bisa disewakan kepada perusahaan swasta dalam jangka waktu sekian tahun, yang kemudian diwajibkan untuk membangun gedung di ibu kota baru.
"Kalau kementerian lembaganya meninggalkan Jakarta, tentunya gedung-gedung mereka yang di lokasi strategis Jakarta tetap ada dan kemudian Jakarta tidak akan menjadi ibu kota pemerintahan, tapi ibu kota bisnis," ujarnya.
Dengan begitu, pemerintah mendapatkan penerimaan tambahan dari penerimaan negara non-pajak.
"Dengan skema itu mereka harus membangun gedung di ibu kota baru. Skema ini sangat mungkin jika undang-undangnya dibuat seperti itu," katanya.
Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul Mencari ibu kota baru di Kalimantan: Apa saja risikonya?
WOW TODAY