Pemilu 2019
Warga Satu Desa Ini Tolak Politik Uang Jelang Pemilu, Tolak Serangan Fajar hingga Sumbangan Tenda
Satu desa di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, melakukan gerakan menolak politik uang. Mereka akan tolak serangan fajar hingga sumbangan berupa barang
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
Sosialisasi ini termasuk dengan pemasangan stiker anti politik uang di depan rumah, dan spanduk di setiap masuk gang.

Harjono menyatakan praktik ini sudah menjadi semacam "budaya" dengan berbagai cara yang dilakukan politisi.
Biasanya, calon legislatif (caleg) atau tim suksesnya turun ke masyarakat memberikan janji, bantuan atau kompensasi.
Mendaftar nama-nama warga lalu memberi uang atau memberikan sesuatu di salah satu dusun sebagai pencitraan diri agar dipilih, cerita Harjono.
"Ada yang memberikan tenda atau kursi kepada dusun," katanya.
"Harus ada yang memulai memunculkan kesadaran baru tentang pemilu dan demokrasi ke depan. Karena ini (politik uang) membahayakan sekali," kata Harjuno yang dua periode ini terpilih sebagai kepala desa.
"Sayang kalau ditolak"
Harjuno mengakui bahwa rantai politik mata uang ini sulit diputus dan warga yang menerima biasanya mengatakan, "Kondisi dusun yang tidak bisa membeli tenda atau kursi, sayang kalau ditolak."
"Pak saya tidak bisa beli kursi dan tenda, dan ini ada caleg datang mau memberi. Kan cuma lima tahun sekali, masak ditolak," kata Harjuno menirukan penolakan yang biasa muncul di masyarakat.
Wasingatu Zaki juga menyatakan hal senada. Warga desa, menurutnya sulit untuk menolak tawaran uang.
"Daripada tidak dapat apa-apa mending saya mendapatkan sesuatu yang bisa saya terima setiap 5 tahun sekali. Itu dari sisi masyarakat," kata Zaki tentang kondisi yang terjadi di masyarakat.
• Video Ahok Debat dengan Petugas TPS di Jepang, Seorang Warga: Kalau Gitu Milihnya di Indonesia Saja

Vici Herawati Koordinator SDM dan anggota Bawaslu Kabupaten Sleman, menyambut gerakan yang berasal dari inisiatif masyarakat sendiri.
Vici mengaku hal itu selalu terjadi di setiap pemilu tapi sangat sulit mengungkap dan menangkapnya, karena "Tidak ada yang mau bersaksi."
"Tapi karena gerakan politik uang itu juga masif, terstruktur, dan membudaya...Jadi perlu gerakan yang masif seperti Sardonoharjo. Kami percaya gerakan ini bisa mengatasi politik uang, dan kami mendukung sepenuhnya," imbuhnya.
Vici sebagai anggota Bawaslu yang kerap menangani kasus pelanggaran pemilu, berharap besar pada gerakan warga Sardonoharjo melawan politik uang.