Terkini Internasional
Soal Penembakan di Masjid Selandia Baru, Pelaku Ternyata Sudah Rencanakan Aksinya sejak Lama
Brenton Tarrant tidak asal ketika melakukan penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019).
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Brenton Tarrant tidak asal ketika melakukan penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/3/2019).
Melalui manifesto berjudul "The Great Replacement" yang dia buat sendiri, terungkap Tarrant sudah merencanakan aksi kejinya itu sejak lama.
Dilaporkan Independent.ie, teroris asal Grafton Australia itu sudah berencana untuk melakukan penembakan massal selama dua tahun terakhir.
"Aku memulai rencana serangan ini sejak dua tahun terakhir. Kemudian menetapkan lokasi di Christchurch dalam tiga bulan terakhir," katanya.
• Soal Penembakan di Masjid Selandia Baru, Jokowi Kutuk Keras Pelaku, Sandiaga Sampaikan Belasungkawa
Dalam manifesto setebal 74 halaman itu, Tarrant memperkenalkan diri sebagai anti-imigran dengan para korban disebutnya sebagai "sekelompok penjajah".
Di manifesto tersebut, dia mengatakan ingin membebaskan tanah milik kaumnya dari "para penjajah", dan terinspirasi dari Anders Breivik.
Dilansir AFP, Breivik merupakan seorang ekstremis sayap kanan yang menyerang kantor pemerintah di Oslo, Norwegia, pada 22 Juli 2011 silam.
Dia meledakkan bom mobil di depan kantor pemerintah, dan melakukan penembakan di kamp musim panas sayap muda Partai Buruh di Pulau Utoya.
• Kecam Aksi Penembakan di Masjid Selandia Baru, Presiden Jokowi Berikan Pesan untuk WNI
Aksinya itu menewaskan 77 orang.
Teroris yang kini berusia 40 tahun itu mengaku, dia membunuh para korban karena mereka mendukung multikulturalisme.
Tarrant dalam manifesto mengutarakan dia adalah pria kulit putih dengan orangtua yang merupakan keturunan Inggris, Skotlandia, dan Irlandia.
"Saya hanyalah pria kulit putih biasa, dari keluarga biasa saja, yang memutuskan untuk berdiri dan memastikan keberlangsungan kaum saya," katanya.
Dikutip oleh Daily Mail, dia menyerukan kematian bagi sejumlah pemimpin dunia seperti Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Dia mengaku mendukung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai simbol identitas kulit putih yang baru, serta keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Manajer gym di Grafton Tracey Gray sebagaimana diwartakan ABC menuturkan, pria berumur 28 tahun itu bekerja sebagai personal trainer di tempatnya.