Breaking News:

Kabar Tokoh

Kapitra Sebut Banyak Pejabat Diciduk KPK sebagai Prestasi Jokowi, Ini Tanggapan Ferdinand

Ferdinand Hutahaean dan Kapitra Ampera membahas tentang banyaknya kepala daerah tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) KPK

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Wulan Kurnia Putri
capture akun youtube Najwa Shihab
Kapitra Ampera dan Ferdinand Hutahaean 

TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean dan Calon Legislatif PDI Perjuangan, Kapitra Ampera menjadi tamu dalam Program Mata Najwa pada Rabu, (5/12/2018).

Dalam acara itu, keduanya menyinggung tentang banyaknya kepala daerah tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dilansir TribunWow.com dari tayangan Mata Najwa, Trans7.

Beberapa di antaranya yakni Bupati Bekasi, Klaten, Subang, Kutai Kartanegara, Tegal, Banten, Wali Kota Cimahi, dan lainnya, dilansir dari TribunSolo.

Menurut Kapitra Ampera, banyaknya kepala daerah yang tertangkap KPK adalah kelebihan Joko Widodo (Jokowi).

"Justru di sinilah hebatnya Pak Jokowi, memberantas korupsi. memberikan distribunsi of power. Dia memberikan kewenangan absolut para KPK kepada penegak hukum," ujar Kapitra

Pemprov DKI Jakarta Raih 3 Penghargaan dari KPK di Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia

Kapitra juga mengatakan tak pandang jabatan, siapapun yang terlibat korupsi maupun kasus suap kini ditangkap.

"Boleh menangkap siapa saja. ini boleh terjadi komitmen seperti ini. siapa saja boleh, kalau memang dia korupsi, ditangkap. Mau menteri, DPR dan sebagainya.

Ada spektrum tentang korupsi itu berubah. Dulu suap bukan bagian dari korupsi, tetapi sekarang dia masuk kepada undang-undang tipikor (tindak pidana korupsi).

Dan itu bagian dari kewenangan KPK. Dan itu sudah diatur di KUHP. Ini yang banyak sekarang itu suap, kalau korupsi sesungguhnya kan merugikan keuangan negara, ini tidak."

Kapitra mengungkapkan bahwa keluarga Jokowi tidak terlibat partai poltik seperti presiden lainnya.

Kapitra Ampera
Kapitra Ampera (capture akun youtube Najwa Shihab)

Ditanya Hotman Paris tentang Sugar Daddy, Rina Nose dan Nikita Mirzani Beri Jawaban

Ia juga menuturkan dalam pemerintahan Jokowi korupsi menurun tajam.

"Kita lihat trendnya, indeks korupsi itu menurun tajam. Orang kalau mau ngasih itu takut-takut. Kalau yang tertangkap itu pas dia lagi sial saja."

Menanggapi pernyataan Kapitra, Ferdinand tertawa dan heran dengan bahasa yang disampaikan Kapitra.

"Saya suka sekali melihat gaya pak Kapitra ini, bermain hiperbola betul memuji pak Jokowi," ujarnya yang disambut tawa.

Ferdinand kemudian menyinggung mengenai skor indeks persepsi korupsi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meningkat, namun di pemerintahan Jokowi tidak memiliki peningkatan.

Dari indeks skor indeks persepsi korupsi 2004 sebesar 19 persen menjadi 34, di pemerintahan Jokowi selama tiga tahun di angka 37.

Indeks skor persepsi korupsi merupakan keberhasilan dan keseriusan Lembaga anti korupsi (KPK) dalam memberantas tindak korupsi.

Di Magelang, Warga yang Paling Cepat Bayar Pajak Dapat Hadiah Sepeda

"Yang pertama, indeks persepsi korupsi kita pada tahun 2004, saat pemerintahan berpindah ke SBY kita ada di 19. Begitu pak SBY meninggalkan pemerintahan, 2014, indeks persepsi kita ada di 34, sekarang hanya ada di 37 stagnan 3 tahun."

Kapitra menyindir pernyataan Ferdinand dengan mengatakan, Ferdinand membenci Jokowi karena tak diberi jabatan.

Ferdinand kembali menuturkan, jika kelompok Jokowi berkelit saat disinggung masalah data.

Data yang dikemukakan Ferdinand kemudian dibenarkan oleh Najwa Shihab bahwa skor indeks persepsi korupsi Indonesia memang kini berada di angka 37.

Fakta Pembunuhan Pekerja di Nduga oleh KKB: Dieksekusi hingga Helikopter TNI Ditembaki

Lanjutnya, kedua pihak membicarakan mengenai strategi membasmi korupsi.

Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf daerah Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengatakan berpolitik adalah untuk memperbaiki nasib bangsa.

"Berpolitik itukan untuk memperbaiki nasib bangsa, kalau untuk memperbaiki nasib bangsa, tidak mungkin ada pemerintahan yang sempurna, dari sebuah pemeritahan yang tidak sempurna itu maka kita harus melakukan koreksi."

Dedi menyebut satu di antaranya pengelolaan anggaran yang kini diprioritaskan untuk kegiatan publik, bukan untuk kegiatan penyelenggaraan birokrasi.

Ia menyebutkan telah ada pencegahan korupsi di ranah DPR, yang mana sebelumnya, jika DPR dapat memiliki honorarium melalu rapat di luar kota, yang mana kunjungan lebih banyak dibanding rapat yang dilakukan.

Cerita Pria dari Amerika Serikat Berhasil Turunkan Berat Badan 81 Kg dalam 10 Bulan, Ini Rahasianya!

"Regulasi itu harus segera kita rubah, agar honorarium didapat dari rapat-rapat, baik komisi, musyawarah, atau rapat anggaran," ungkap Dedi.

Sedangkan dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Tedjo Edhy Purdijanto menuturkan alasan banyaknya penjabat daerah yang tertangkap politik.

"Banyaknya pejabat negara yang tertangkap ini karena biaya politik mahal. Itu setelah ada Undang undang Dasar itu, setelah dikeluarkan amademen secara pemilihan langsung," kata Tedjo.

Menurutnya, perlu untuk kembali mengembalikan undang undang dasar mengenai pengelolaan negara.

Ferdinand kemudian menambahkan pernyataan Tedjo, bahwa setiap orde memiliki kekurangannya masing-masing.

ad
ad (capture youtube akun Najwa Shihab)

"Kita tidak bisa orde dahulu membangun listrik di kampung saya, karena memang situasinya tidak. Namun saya sepakat dengan kang Dedi bahwa pencegahan kita harus perbesar. Karena penindakan tidak akan mematikan, tetapi kita harus memperbesar dipenindakan. Terutama di sistem akuntabilitas keuangan negara," ujur Ferdinand.

Lanjut Ferdinand, apa yang diungkapkan Tedjo merupakan satu di antara banyak solusi yang akan diterapkan untuk membasmi korupsi.

Ia juga menyebut karena masa kini korupsi telah menjadi budaya.

(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)

Tags:
Ferdinand HutahaeanKapitra AmperaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved