Kabar Tokoh
Tanggapi Kabar Perceraian Artis, Luhut Ceritakan Surat Cinta dengan Istri saat Tugas di Perbatasan
Luhut Binsar Pandjaitan bercerita soal pengalamannya berkirim surat cinta dengan istrinya, Devi Simatupang saat bertugas di daerah perbatasan
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
Selain itu, saya juga sering berkirim pesan WA yang selalu dibacanya meski kadang tidak dibalas. Yang penting bagi saya, istri selalu tahu saya sedang di mana.
Bicara tentang teknologi zaman now, sebenarnya memudahkan komunikasi kita dengan pasangan. Tidak seperti zaman old saat saya muda dulu. Bayangkan, kalau Anda adalah tentara yang harus bertugas di daerah perbatasan Kalimantan-Malaysia di tahun 1970-an.
Saya mengalami masa-masa itu, di mana harus bertugas di daerah operasi misalnya seperti di Desa Nanga Kantuk Kalimantan Barat, atau Kecamatan Paloh yang berbatasan langsung dengan Sarawak. Waktu itu jaringan telepon saja belum tersedia. Maka, surat cintalah yang menjadi andalan.
Surat itu harus menempuh perjalanan panjang sebelum sampai ke tangan istri, begitu pula surat balasannya. Helikopter TNI adalah satu-satunya moda yang paling memungkinan untuk mengangkut surat cinta kami para prajurit yang bertugas di pelosok belantara perbatasan negara.
Setiap minggu saya rajin menulis surat. Bahkan kadang lebih sering dari itu, ketika rindu melanda. Tidak jarang setumpuk surat hasil menulis beberapa hari saya kirimkan akibat helikopter yang saya tunggu tak kunjung datang.
Apa boleh buat, tidak ada cara lain untuk mengirim surat. Jalan di sana belum sebagus sekarang, sehingga waktu itu tidak mungkin dikirim lewat darat.
Ketika waktu berlalu, kami pun menikah di tahun 1971 dan akhirnya dikaruniai sampai 4 orang anak. Saya paham bahwa tidak pernah mudah menjadi istri seorang anggota TNI yang sering tugas operasi ke luar daerah.
Maka dari itu, melihat anak-anak dan cucu-cucu saya tumbuh dengan baik, membuat saya merasa berhutang pada istri. Seorang yang cantik dan pintar, yang rela mengorbankan cita-cita pribadinya demi keluarga.
Hutang itu saya bayar sampai sekarang dengan berusaha menjadi seorang suami yang belajar menjaga komitmen. Tentu saya tidak sempurna, tapi sebagai laki-laki saya tahu kapan harus memimpin, kapan harus memperhatikan, kapan harus diam, mengalah, dan mendengar.
Orang bilang laki-laki pada dasarnya sulit menjaga kesetiaan. Tidak salah. Tapi pengalaman hidup mengajarkan pada saya bahwa seorang pria bisa belajar untuk berkomitmen, kalau dia mau.
Maka ketika dimintai tips oleh seorang staf di kantor, saya katakan bahwa laki-laki harus belajar menjaga pikiran, menjaga hati, dan menjaga waktu doa setiap hari. Dengan demikian usia pernikahanmu akan panjang.
Tidak perlu doa yang panjang-panjang. Doa kami saja setiap pagi hanya, “Tuhan berikan kami kekuatan berdua supaya tetap bisa hidup baik dan damai, merawat anak-anak kami merawat perkawinan kami.”
Kami tidak pernah meminta supaya dijadikan pasangan yang selalu se-iya sekata, karena itu tidak mungkin. Yang paling mungkin dilakukan dua insan adalah membiarkan waktu yang menguji apakah masing-masing mampu menjaga egonya atas nama cinta.
Demikian tulisan saya kali ini yang banyak menggunakan perasaan karena bicara tentang cinta. Lain seperti saat kita bicara tentang ekonomi nasional atau konsep poros maritim dunia yang harus banyak berdasarkan data. Tapi kalau bicara tentang cinta, tidak bisa pakai data.
Semoga bermanfaat untuk adik-adik atau anak-anakku yang membaca postingan kali ini.Selamat berakhir pekan, selamat menemukan dan memelihara cinta," tulis Luhut Binsar Pandjaitan.
(TribunWow.com/Mariah Gipty)