Breaking News:

Terkini Daerah

Dapatkan Respon Berbeda dari Jokowi, Koalisi 'Save Ibu Nuril' Sebut Ada Salah Paham

Diminta ajukan grasi, Koalisi petisi #SaveIbuNuril nilai ada kesalahan dari respon jokowi terhadap kasus Nuril, pasalnya amnesti berbeda dengan grasi

Penulis: Nila Irdayatun Naziha
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
charge.org
Petisi pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknum 

TRIBUNWOW.COM - Koalisi petisi #SaveIbuNuril dari Institut for Criminal Justice Forum (ICJR), Erasmus Napitupulu menilai, ada kesalahpahaman yang ditunjukkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut menyusul berbedanya respon yang diberikan terhadap kasus Baiq Nuril Maknum.

Dilansir TribunWow dari Kompas.com, Erasmus menyebut Jokowi tidak sepaham dengannya mengenai perbedaan amnesti dan grasi.

Erasmus mengungkapkan bahwa respon yang diberikan oleh Jokowi berbeda dengan apa yang pihaknya inginkan.

"Kami (ICJR) meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril. Tapi sepertinya ada salah paham dari presiden soal perbedaan amnesti dan grasi. Jatuhnya jadi tidak sesuai dengan apa yang kami minta," kata Erasmus, Selasa (20/11/2018).

Sebelumnya, koalisi #SaveIbuNuril berkunjung ke Kantor Staff Presiden dan memberikan surat kepada Jokowi, Senin (19/11/2018) lalu.

Surat tersebut berisikan permintaan dan pemberian amnesti oleh presiden kepada Nuril.

Soal Kasus Baiq Nuril, Mahfud MD: Sukma Hukum Sudah Hilang

Namun respon yang diberikan oleh Jokowi yakni meminta Nuril untuk mengajukan grasi jika Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Respon tersebut yang kemudian dipermasalahkan oleh pihak Nuril, pasalnya yang diminta Erasmus adalah amnesti, bukan grasi.

Lantas, Erasmus menjelaskan perbedaan amnesti dan grasi menurutnya.

"Kemarin Presiden bilang kasih grasi saja. Ya tidak bisa, wong grasi itu untuk terpidana yang dituntut minimal dua tahun penjara, sedang Ibu Nuril itu enam bulan,"

"Kedua, dalam UU, grasi disebutkan yang dihapuskan, dikurangi, itu hanya pidananya saja. Artinya, kesalahan tetap masih dianggap ada. Itu yang kami keberatan. Berarti Ibu Nuril meminta pengampunan atas kesalahan, padahal dia tidak salah," lanjut dia.

Walaupun mendapatkan respon yang berbeda dari Jokowi, Erasmus tetap berharap nantinya presiden bisa memberikan amnesti.

Erasmus menegaskan bahwa menurutnya amnesti tidak akan mengintervensi sistem UU Peradilan Pidana lantaran amnesti ataupun grasi diberikan saat terpidana sudah menyelesaikan proses hukum.

Mahfud MD Ungkap Hanya Satu Alternatif yang Bisa Menolong Baiq Nuril dari Jeratan Hukum

"Nah makanya kita ingin yang pasti-pasti saja dari Presiden. Penundaan dari Kejagung kan sebenarnya tergantung dari jaksa, besok dia masuk eksekusi yang terserah dia," kata Erasmus.

Diberitakan sebelumnya,Senin (19/11/2018), sebuah petisi daring di laman charge.org terhadap Jokowi muncul untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril yang terjerat kasus UU ITE.

Dalam petisinya, Erasmus menyoroti putusan MA yang menyatakan bahwa Nuril bersalah atas kasus penyebaran rekaman percakapan asusila atasannya.

Dalam petisi tersebut juga diungkapkan bahwa MA telah mengabaikan fakta bahwa Nuril adalah korban pelecehan seksual dari rekaman tersebut.

Lantas Erasmus mengingatkan bahwa hakim seharusnya terikat pada peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Bukti Pelecehan Seksual yang Dialami Baiq Nuril Bisa Jadi Bahan Pengajuan PK

"Lewat Pasal 3 Peraturan MA tersebut hakim wajib mengindentifikasi situasi perlakuan tidak setara yang diterima perempuan yang berhadapan dengan hukum. Hal ini jelas dialami oleh Baiq Nuril yang merupakan korban kekerasan seksual," tulis Erasmus dalam petisi tersebut.

Petisi tersebut juga menyoroti perbedaan putusan antara MA dan Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Putusan pengadilan tingkat pertama di PN Mataram menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah atas tindakan penyebaran rekaman percakapan tersebut.

"Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur 'tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik' tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain," tulisnya dikutip dari Kompas.com.

Petisi tersebut digagas oleh sekelompok orang dengan berbagai latar belakang, termasuk para artis dan aktivis.

Pertimbangkan Keadilan, Kejaksaan Agung RI Tunda Eksekusi Baiq Nuril

Mereka terdiri dari Erasmus Napitupulu, Emerson Yuntho, Kurnia Ramadhana, Anggara, Wahyu Wagiman, Maidina Rahmawati, Dio Ashar, Aziz Fauzi, Joko Jumadi, Siti Mazuma, Olga Lidya, Tompi, Hanung Bramantyo, Zaskia Mecca, Putri Patricia, dan Yosi Mokalu.

Nama lain di antaranya Pandji Pragiwaksono, Reza Nangin, Yohana Margaretha, Miko Ginting, Ade Wahyudin, Choky Ramadhan, Alfina Qitshi, Naila Rizqi Zakiah, Adzkar Ahsinin.

Gading Yonggar Ditya, Yan Mangandar, Abdul Azis Dumpa, Fajriani Langgeng, Asep Komarudin, Ardhany Suryadarma, Hesthi Murthi, Riska Carolina, Ulin Yusron, Erwin Natosmal Oemar, dan para publik figur lainnya.

Diberitakan sebelumnya, Baiq Nuril terancam terjerat UU ITE karena tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang mengandung unsur asusila.

Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ia dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan pidana enam bulan kurungan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Negeri Mataram.

Pengakuan 4 Guru SMAN 7 Mataram saat Sidang Kasus Baiq Nuril

Setelah beberapa kali proses peradilan, Baiq Nuril dinyatakan bebas karena dianggap tidak melakukan penyebaran rekaman seperti yang didakwakan.

Akan tetapi 14 bulan Baiq Nuril dinyatakan bebas, muncul surat keputusan MA tanggal 26 September 2018 yang menyatakan bahwa Nuril terbukti bersalah dan terancam masuk bui lagi.

Kasus itu akhirnya viral dan mendapatkan perhatian dari banyak kalangan.

Menanggapi hal tersebut, Kejaksaan Agung RI memberikan surat keputusan penundaan eksekusi Baiq Nuril kepada Kejaksaan Negeri Mataram, Selasa (20/11/2018).

Kejagung RI menunda eksekusi Nuril dengan pertimbangan internal dan juga melihat perspektif keadilan.

Alasan lain keputusan penundaan eksekusi tersebut diambil lantaran munculnya polemik yang berkembang di masyarakat, bukan sekedar level lokal, namun sudah ke ranah nasional.

 (TribunWow.com/Nila Irda)

Tags:
Kasus Baiq NurilBaiq Nuril#SaveIbuNuril
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved