Breaking News:

Gejolak Rupiah

Tanggapan Yunarto Wijaya soal Beda Kondisi Ekonomi Tahun 2018 dan 1998

Pengamat politik Yunarto Wijaya sebut penjelasan soal perbedaan kondisi ekonomi negara tahun 2018 dengan 1998 bukan hal yang dibutuhkan saat ini.

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Lailatun Niqmah
Repro/Kompas TV
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya 

TRIBUNWOW.COM - Pengamat politik yang juga Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya memberikan tanggapan terkait banyaknya pernyataan yang menyebutkan bedanya kondisi ekonomi negara tahun 2018 dan 1998.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Yunarto Wijaya melalui laman Twitternya @yunartowijaya pada Rabu (5/9/2018).

Ia menyebutkan penjelasan soal perbedaan kondisi ekonomi negara tahun 2018 dengan kondisi ekonomi negara tahun 1998 bukanlah hal yang dibutuhkan saat ini.

Menurutnya, yang penting saat ini adalah jawaban dan pelaksaan kebijakan untuk dapat menahan harga dolar AS yang terus meningkat.

"Yg dibutuhin adalah jawaban dan eksekusi kebijakan utk tahan dolar, bukan penjelasan bahwa ini bukan tahun 98," tulis Yunarto.

Para Tokoh Angkat Bicara mengenai Kurs Rupiah yang Semakin Terpuruk

 

Diberitakan Kompas.com, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah.

Sejumlah bank bahkan menjual mata uang Indonesia ini di angka Rp 15.000 per dolar AS.

Kondisi ini menimbulkan banyaknya anggapan soal fundamental ekonomi dalam negeri saat ini lebih buruk dari 1998.

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memastikan depresiasi rupiah yang terjadi saat ini berbeda dengan depresiasi rupiah di tahun 1998.

"Pelemahan rupiah tahun ini dibandingkan 1998 yang anjloknya 80 persen dari Rp 2.500 secara tiba-tiba ya sangat jauh ya. Selain itu, waktu itu juga tidak ada kenaikan gaji sehingga daya beli masyarakatnya menurun dan harga-harga melonjak tinggi," kata David saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/9/2018).

Menurut David, meski ada pelemahan sepanjang lebih dari satu semester, tahun ini juga diiringi dengan kenaikan gaji dan harga-harga yang cukup terjaga.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebutkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini sangat berbeda dengan fundamental perekonomian Indonesia 20 tahun lalu.

Kala itu, krisis di Indonesia diawali oleh krisis mata uang Thailand bath dan ditambah buruk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak hati-hati.

Hal ini dikarenakan sebagian utang tersebut tidak mendapatkan lindung nilai.

Indonesia Terparah di ASEAN akibat Menguatnya Ekonomi Amerika Serikat

Selain itu, penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang dan penggunaan utang luar negeri untuk pembiayaan usaha domestik turut memperparah kondisi fundamental ekonomi dalam negeri.

Halaman
123
Tags:
RupiahYunarto Wijaya
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved