Pilpres 2019
Minta Jokowi Umumkan Cawapres, Wasekjen Demokrat: Bila Figurnya Tepat, Bukan Mustahil Kami Mendukung
Rachland Nashidik memberikan pendapat terkait calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2019.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Wakil Sekretasris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik memberikan pendapat terkait calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Joko Widodo (Jokowi) pada pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Melalui akun Twitter-nya @RachalndNashidik, ia berharap setelah Jokowi umumkan cawapresnya, bukan mustahil jika Demokrat akan mendukungnya.
Namun, ia tidak ingin sikap tersebut ditafsirkan seolah pihaknya ingin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres.
"Kami mau Jokowi umumkan segera siapa Cawapresnya. Agar kami tahu dia orang yang kapabel. Bisa isi kekurangan-kekurangan Presiden.
Bila figurnya tepat, bukan mustahil kami mendukung.
Kalau sikap ini ditafsir seolah kami mau AHY Cawapres, kesalahan bukan tanggung jawab kami," tulis Rachland, Kamis (26/7/2018).
• Suryo Prabowo Beri Tanggapan soal Teriakan Nama Ahok saat Peresmian Revitalisasi Lapangan Banteng

Kicauan Rachland Nashidik (Capture Twitter)
Rachland menyebut jalan Demokrat untu bergabung dengan Jokowi sudah tertutup.
Wasekjen Demokrat ini menambahkan jika Jokowi dan orang-orang di sekelilingnya yang menutup pintu koalisi itu.
Pihaknya meminta restu untuk berjuang bersama Gerindra, PAN, dan PKS untuk pemilihan umum 2019.
"Takdir politik sudah bicara. Jalan tertutup bagi kami pada Jokowi. Dia sendiri, dan orang-orang di sekelilingnya, yang menutup.
Kami akan berjuang sekeras-kerasnya, sebaik-baiknya, bagi pemimpin baru Indonesia dalam pemilu 2019.
Bersama Gerindra, PAN dan PKS.
Mohon restu," tulis Rachland.
• Susilo Bambang Yudhoyono Akui Hubungannya masih Belum Pulih dengan Megawati Soekarno Putri
Menurut Rachland, Partai Demokrat adalah rumah bagi orang-orang moderat dan juga tempat bagi mereka yang menginginkan ganti presiden di tahun 2019.
"Demokrat adalah rumah bagi orang-orang moderat. Tapi Jokowi dan orang-orang di sekelilingnya membuat kami terpaksa mengambil sikap keras.
Kini Demokrat adalah shelter bagi mereka yang mau ganti Presiden pada 2019.
Tiba masa Indonesia memiliki pemimpin baru," tambah Rachland.
Di akhir kicauannya, Rachland mengatakan apapun akan dilakukan agar bisa berganti presiden.
"Saya mau ganti Presiden! Kalau demi itu saya harus bekerja sama dengan setan, saya akan lakukan.
Apalagi cuma kerjasama dengan Prabowo," pungkas Rachland.
• Romahurmuziy Sebut Koalisi Jokowi Tidak Menutup Diri pada Parpol Lain yang Ingin Bergabung
Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai, hambatan koalisi antara Partai Demokrat dan partai pengusung Presiden Joko Widodo lebih disebabkan faktor internal partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu ketimbang eksternal.
Hal itu disampaikan Hendrawan menanggapi pernyataan SBY soal adanya hambatan kala menjalin koalisi dengan Jokowi.
"Menurut penilaian kami, lebih banyak kendala internal Demokrat sendiri," ujar Hendrawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Ia mengatakan, salah satu kendala internal yang muncul dari Demokrat ialah upaya menyodorkan anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai cawapres.
Hal itu, kata Hendrawan, terlihat dari upaya Demokrat saat memasangkan AHY dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
"Jadi itu sebabnya karena psikologi politik seperti itu. Kita mesti mengusung capres atau cawapres sehingga partai yang menengah ini cenderung over expectation, cenderung ketika maju ke meja negosiasi call-nya terlalu tinggi. Contohnya, Demokrat mesti memasang AHY ke Gerindra," ujar dia.
Hendrawan menganggap wajar upaya itu.
Pasalnya, Demokrat yang kini berstatus partai menengah dulunya pernah menikmati status sebagai partai yang memiliki kursi terbanyak di DPR.
• Andi Arief: Bukan Politik Dinasti, SBY dan Demokrat Sukses Regenerasi
Namun, lanjut Hendrawan, logika itu tak bisa dipakai ketika hendak berkoalisi dengan enam partai politik yang telah mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi sejak awal.
"Itu sebabnya saya selalu mengatakan, kalau ingin mendekati koalisi Pak Jokowi ya, jangan kalkulatif, jangan transaksional. Utamakan komitmen dulu, niat tulus dulu. Niat tulus melahirkan komitmen jadi hulunya niatan dulu," kata Hendrawan.
"Terus bergerak ke hilir pelan-pelan. Nah, tadi malam Pak SBY menyebut di hilirnya, harus ada mutual trust, mutual respect. Kami bicaranya hulu, yaitu niatan yang tulus dan komitmen," lanjut dia.
SBY sebelumnya melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan AHY pun ikut hadir.
Seusai pertemuan, SBY mengaku bahwa banyak rintangan dan hambatan dalam komunikasi dengan Jokowi.
• Tanggapi Pertemuan SBY-Prabowo, Ferdinand: Di Dada Mereka Ada Sapta Marga, di Hati Ada Merah Putih
"Saya menjalin komunikasi dengan Pak Jokowi hampir satu tahun untuk menjajaki kemungkinan kebersamaan dalam pemerintahan. Pak Jokowi juga berharap Demokrat di dalam, tetapi kami menyadari banyak rintangan dan hambatan," kata SBY seusai bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (24/7/2018) malam.
Sebaliknya, menurut SBY, peluang koalisi Demokrat dan Gerindra terbuka.
Kedua parpol akan membahas lebih detail koalisi tersebut.
SBY sudah menegaskan bahwa bagi Demokrat, posisi cawapres bukan harga mati.
Senada disampaikan Prabowo. SBY, menurut dia, tidak memaksa agar AHY bisa menjadi cawapres. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)