Dede Budhyarto Sebut Penjabat Gubernur yang Berasal dari Kalangan Kepolisian Selain Komjen Iriawan
Dede kembali menuliskan peristiwa yang hampir serupa yakni pj gubernur yang berasal dari kalangan kepolisian.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Komisaris Jenderal (Komjen) Mochammad Iriawan resmi menjadi penjabat (pj) Gubernur Jawa Barat setelah dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, Senin (18/6/2018).
Hal ini menjadi polemik saat beberapa pihak menilai pemerintah telah melanggar Undang-undang mengenai Aparatur Sipil Negara, Kepolisian Republik Indonesia, dan Pemilihan Kepala Daerah.
Terkait hal tersebut, penggiat sosial media, Dede Budhyarto menuliskan tanggapan melalui Twitter, @DedeBudhyarto.
• Rizal Ramli: SBY Sangat Menghargai Perbedaan Pendapat dan Demokrasi
Dede kembali menuliskan peristiwa yang hampir serupa yakni pj gubernur yang berasal dari kalangan kepolisian.
Ia mengatakan di tahun 2016, Mendagri melantik Irjen Pol Carlo Brix Tewu menjadi pj Gubernur Sulawesi Barat, namun tidak banyak menjadi polemik.
Dede menganggap keributan yang ditimbulkan saat Komjen Iriawan menjabat pj Gubernur Jawa Barat karena Jawa Barat merupakan basis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
• Fadli Dukung Hak Angket DPR untuk Pengangkatan Pj Gubernur Jabar, Suryo Prabowo: Saatnya Berjuang
"Sewaktu thn.2016 Menteri Dalam Negeri melantik Irjen Pol Carlo Brix Tewu menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), ribut ndak?
Tentu tidak, krn beda dgn Jabar yg merupakan basis @PKSejahtera," tulis Dede.

Tweet Dede Budhyarto (Twitter)
• Komjen Iriawan Jadi Pjs Gubernur Jabar, Fadli Zon: Semua Pihak Menilai Keliru
Selain itu Dede juga menyebutkan Mayjen (Purn) yang diangkat sebagai pj Gubernur Aceh pada Oktober 2016, dan tidak begitu ramai.
Dede menilah hal ini dikarenakan PKS sedang diambang kehancuran.
"...dan Mayjen (Purn) Soedarmo sbg PJ Gubernur Aceh Oktober 2016..adem2 aja tuh ndak rame sperti Jabar, knp?
karena @PKSejahtera di Jabar diambang kehancuran," tambah Dede.

Tweet Dede Budhyarto (Twitter)
• Sandiaga Uno Ungkap Gerindra akan Bergabung dengan Koalisi Demokrat dalam Pemilihan Umum 2019
Menurut Dede, pemilihan polisi sebagai penjabat gubernur sudah pernah dilakukan sebelumnya, tapi tidak seramai saat pj di Jawa Barat.
Dede menyindir mengenai kelompok mana yang paling berisik dan kepentingannya apa.
"Pemilihan polisi sebagai Plt. Gubernur pernah dilakukan sblmnya, knp ndak rame sperti Jabar?
Tinggal di lihat saja kelompok mana yg paling berisik, kepentingannya apa?," tulis @DedeBudhyarto.
• Komjen Iriawan Jadi Pjs Gubernur Jabar, Rustam Ibrahim: Benar-benar Netral
Sementara itu, dikutip Tribunwow.com dari Kompas.com, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea Poeloengan menegaskan polemik penjabat kepala daerah dari kalangan Polri perlu disikapi secara bijaksana.
Ia memandang, pada dasarnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 tak disebutkan larangan bagi anggota Polri dan TNI untuk menjadi penjabat kepala daerah.
"Yang diatur hanya secara umum pada perubahan Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 ini, di antaranya adalah dalam pasal 4 ayat (2) yaitu Pjs gubernur dapat berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi," kata Andrea dalam keterangan tertulis, Senin (18/6/2018).
• Mengaku Dipecat dari PPP, Haji Lulung Mantap Pindah ke PAN
Menurut Andrea, perbedaan kedudukan seorang aparatur sipil negara (ASN) dan anggota Polri dalam pengisian jabatan tinggi madya sebagai penjabat kepala daerah mengacu pada pasal 28 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri juncto pasal 109.
Serta, Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam aturan itu, kata dia, untuk menduduki jabatan penjabat kepala daerah, anggota Polri harus mengundurkan diri terlebih dahulu.
• Rizieq Shihab Dapat SP3, Ruhut Sitompul: Masih Banyak Kasus-kasus Lain yang Menunggu
Andrea menjelaskan, dalam penjelasan pasal 28 ayat (3), yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai keterkaitan dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Ia juga memaparkan, salah satu poin pada pasal 109 UU ASN telah menjelaskan, jabatan pimpinan tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari kedinasan.
Jika dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses terbuka dan kompetitif.
• Polemik Pengangkatan Komjen Iriawan Jadi Pj Gubernur Jabar, Sejumlah Tokoh Suarakan Hak Angket DPR
"Kedua pasal ini adalah kelanjutan dari jiwa reformasi Polri/TNI seperti tertuang pada pasal 10 ayat (3) TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian," ungkap dia.
Ia menyarankan kepada pihak-pihak yang merasa peraturan menteri tersebut bertentangan, bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). (Tribunwow/Tiffany Marantika)