Kisah Masa Lalu Fahri Hamzah saat Sahur Bersama Keluarga di Kampung, Ditemani Dila dan Rumah Bambu
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengisahkan cerita masa lalunya tatkala sahur bersama keluarga di kampung halamannya.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengisahkan cerita masa lalunya tatkala sahur bersama keluarga di kampung halamannya.
Sewaktu masih kanak-kanak, Fahri biasa sahur ditemani 'dila', yaitu lampu kecil yang terbuat dari kaleng, diberi sumbu dan diisi minyak tanah sebagai bahan bakarnya.
Dikatakan oleh Fahri, suasana sahur di kampung halamannya tersebut sangat sepi, jauh dari hingar bingar dunia.
Suasana sepi tersebut membuat Fahri bisa mendengar suara dari rumah tetangganya yang sedang menikmati sahur.
• Indonesia Kalah dalam Kasus Satelit di Arbitrase Inggris, Hotman Paris Tawarkan Bantuan Gratis
Dari sayup-sayup suara itu Fahri mendengar percakapan menu sahur yang disantap tetangganya.
Dan kebetulan menunya sama dengan menu yang disantap oleh Fahri Hamzah di meja makannya.
"Nasi, ikan asin goreng, sayur daun kelor ala kadarnya," ungkap Fahri.
Meski sederhana, Fahri mengaku jika sahurnya begitu terasa nikmat.
"Dulu, sahurku nikmat sekali, mungkin karena aku masih kecil, aku tidak memikirkan banyak hal. Tetapi aku tahu semua yang ku makan dari alam, dari hasil tangan, atau pemberian tentangga yang kelebihan, ini telah menjadi budaya kami, saling memberi dan berbagi," ujar Fahri.
"Dalam kesederhaan rasanya semua hal cukup. Ramadan membuat semuanya cukup, dan semua orang seperti memiliki semua keperluan untuk dimakan saat berbuka atau sahur atau untuk dipakai saat lebaran tiba. Semua ada, semua gembira," imbuhnya.
• Komisioner KPU: Jangan Lakukan Politik Uang Lewat Pemberian THR
Selain nuansa kesederhanaan, Fahri juga mengatakan bahwa sahur di desanya seperti layaknya sebuah perkemahan.
Cahaya dari dila dapat dilihat dari rumah per rumah yang tembus pandang karena hampir semua rumah dindingnya terbuat dari bambu.
Suasana tanpa sekat tersebut membuat keluarga Fahri dan tetangganya semakin dekat.
Tak jarang mereka saling mengunjungi untuk sekedar menawarkan dan bertukar makanan.
"Lalu kami yg kecil pergi mengantar, dan jika di sebelah ada kelebihan maka kami saling menukar makanan. Ini kultur kita di desa," ungkapnya.
Setelah sahur, sembari menunggu waktu subuh, keluarga Fahri biasanya mendengarkan siraman rohani dari pengajian di stasiun radio RRI.
Pengajian biasanya diisi oleh Daeng Naba yang ternama kala itu.
"Pengajiannya menyiram qalbu, indah di antara suara syahdu legendaris Mesir ummu Kultsum yang terdengar membangkitkan romantisme meski aku tak paham," kata Fahri.
• Mana yang Benar antara Zakat Secara Diam-diam atau Mengumumkan? Mahfud MD Beri Jawaban Tegas
Suasana sahur yang damai tersebut membuat Fahri terkadang ingin kembali ke masa lalu untuk mencicipi lagi nikmat sahurnya bersama keluarga di kampung halaman.
Keinginan Fahri itu dituliskannya dalam kicauan Twitter.
Berikut ini kicauan lengkap Fahri tentang kisah sahurnya di kampung halaman dulu.
• Keluarga Kunjungi Tanahan KPK sebelum Lebaran dan Bawakan Makanan hingga Baju Baru, Simak Videonya!
"Waktu kecil, Aku sahur ditemani DILA, bahasa sumbawa untuk lampu kecil dari kaleng bersumbu dan minyak tanah. Sepiiiii....tapi tetangga juga bangun, nampak dan terdengar dari suara sahur mereka...hampir sama; nasi, ikan asin goreng, sayur daun kelor ala kadarnya...#SahurKuDulu."
"Dulu,
Sahurku nikmat sekali, mungkin karena aku masih kecil, aku tidak memikirkan banyak hal. Tetapi aku tahu semua yang kU makan dari alam, dari hasil tangan, atau pemberian tentangga yang Kelebihan, ini telah menjadi budaya kami, saling memberi dan berbagi."
"Dalam kesederhaan rasanya semua hal cukup. Ramadhan membuat semuanya cukup, dan semua orang seperti memiliki semua keperluan untuk dimakan saat berbuka atau sahur atau untuk dipakai saat lebaran tiba. Semua ada, semua gembira."
"Sahur di desaku, seperti sedang dalam perkemahan. Sebuah tenda tembus pandang, karena rumah kami rata2 dari dinding bambu masa itu, dengan sebuah DILA di dalamnya dikelilingi sebuah keluarga mengerubungi makanan apa adanya. Indah.... #SahurKuDulu."
"Jika rumah cukup dekat maka kami akan saling mendengar, lalu saling menawarkan makanan. 'Cukup kah? Ini ada ikan goreng dan sayur'. Lalu kami yg kecil pergi mengantar, dan jika di sebelah ada kelebihan maka kami saling menukar makanan. Ini kultur Kita di desa."
"Menjelang subuh, kami mendengar pengajian RRI stasiun ujung pandang. Ada Daeng Naba, seorang ulama yang terkenal di siaran itu. Pengajiannya menyiram qalbu, Indah di antara suara syahdu legendaris Mesir ummu Kultsum yang terdengar membangkitkan romantisme meski aku tak paham."
"Andai ada perjalanan wisata ditawarkan kepadaku sekarang, aku ingin pergi ke masa lalu...menikmati kembali #SahurKuDulu yang syahdu, indah dan berkesan....Amin."
(TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)