Breaking News:

Kasus Terorisme

Jokowi Ultimatum RUU Antiterorisme Selesai Juni 2018, Ternyata 7 Hal Ini yang Masih Diperdebatkan

Presiden Joko Widodo memberi ultimatum. Revisi UU UU Antiterorisme harus selesai pada Juni 2018.

Editor: Claudia Noventa
Kolase/TribunWow.com
Densus 88, Joko Widodo 

TRIBUNWOW.COM - Presiden Joko Widodo memberi ultimatum.

Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) harus selesai pada Juni 2018.

Jika tidak disahkan pada batas waktu tersebut, Jokowi akan memilih jalan pintas merevisi UU Antiterorisme dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). 

Ultimatum Kepala Negara itu merespons serangan teroris yang kembali terjadi di Tanah Air, mulai dari serangan bom oleh satu keluarga ke tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, hingga serangan ke Mapolrestabes Surabaya. 

Mirisnya, para pelaku melibatkan anak-anak mereka dalam aksi bunuh diri.

Kemenag Terbitkan Rekomendasi 200 Penceramah, Fadli Zon: Kebijakan Semacam Itu Cacat

Jokowi menyebut, serangan tersebut sebagai tindakan biadab, di luar batas kemanusiaan.

Para pelaku dianggap Presiden sebagai pengecut. 

Presiden memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengusut tuntas jaringan pelaku.

“Saya perintahkan untuk membongkar jaringan itu sampai ke akar-akarnya,” tegas Presiden.

Sorotan kemudian mengarah kepada Kepolisian yang diberi kuasa untuk memberantas teroris.

Namun, Polri kembali mengeluhkan keterbatasan kewenangan yang diberikan untuk menindak, khususnya sebelum serangan dilakukan.

Alasan ini selalu dilontarkan para pimpinan Polri ketika sel-sel teroris bangun dari tidur. 

Saat serangan teroris terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta, pada Januari 2016, pemerintah langsung mengajukan revisi UU Antiterorisme.

Polri meminta kewenangan tambahan agar bisa bertindak represif untuk preventif.

Namun, pembahasan revisi antara pemerintah dan DPR tak berjalan mulus hingga akhirnya mandek.

Dampaknya, Densus 88 Antiteror Polri bergerak dengan keterbatasan.

Publik, khususnya netizen, kemudian ramai-ramai mendesak agar RUU Antiterorisme segera disahkan. Mereka tidak ingin kejadian serupa terulang dan kembali memakan korban.

Lambatnya pembahasan RUU Antiterorisme juga ditunggangi kepentingan politik.

Di jagat media sosial, muncul ajakan agar netizen tidak memilih parpol tertentu pada pemilu 2019 karena dicap menghambat pembahasan di DPR.

Padahal, pengesahannya tak semudah yang dibayangkan.

Pembahasannya selama ini alot, terjadi perdebatan mengenai beberapa hal.

Bahkan, di antara institusi pemerintah pun sempat tidak sejalan.

Akhirnya, pemerintah meminta penundaan pembahasan.

Hadiri Acara Royal Wedding, David Beckham Unggah Foto Lawas Pangeran Harry dan Tuliskan Pujian

"DPR sebenarnya 99 persen sudah siap ketuk palu sebelum reses masa sidang yang lalu. Namun, pihak pemerintah minta tunda karena belum adanya kesepakatan soal definisi terorisme," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo saat dihubungi, Senin (14/5/2018).

 

Perdebatan Pasal

Pembahasan revisi UU Antiterorisme di Panitia Khusus RUU Antiterorisme di DPR tak berjalan mulus.

Sejumlah hal dalam draf RUU dipermasalahkan.

Setidaknya, ada tujuh poin yang menjadi bahan perdebatan di dalam pembahasan. 

Penalti Sederhana Eden Hazard ke Gawang Manchester United Antarkan Chelsea Juarai Piala FA 2017/2018

 

BACA ARTIKEL SELENGKAPNYA DI SINI

Sumber: Kompas.com
Tags:
RUU AntiterorismePresiden Joko Widodo (Jokowi)Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved