Meski Punya Hak Imunitas, Mengapa Fredrich Yunadi Diciduk KPK?
Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dia lalu berkoar ke media menggunakan pasal 16 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
"Jadi begini ya dengerin, saya sebagai seorang advokat, saya melakukan tugas dan kewajiban saya membela Pak Setya Novanto. Saya difitnah katanya melakukan pelanggaran, sedangkan pasal 16 Undang-undang 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sangat jelas menyatakan advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana," ujar Fredrich di Gedung KPK, (13/1/2018), seperti dikutip Tribunnews.com.
Bunyi lengkap pasal tersebut adalah 'Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan'.
Iktikad baik merupakan asas umum dalam hukum yang patut dijunjung dan ada di pasal tersebut.
Profesor Ismijati Jenie, ditulis dalam website ugm.ac.id, mengatakan, asas iktikad baik berasal dari hukum Romawi.
Di dalam hukum Romawi asas ini disebut Bonafides.
Dalam Bahasa Indonesia, iktikad baik dalam arti subyektif disebut kejujuran.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mempergunakan istilah iktikad baik dalam dua pengertian.
Pertama, iktikad baik dalam pengertian arti subyektif.
Hal itu terdapat dalam pasal 530 KUHP Perdata dan seterusnya, yang mengatur mengenai kedudukan berkuasa (bezit).
Iktikad baik dalam arti subyektif ini merupakan sikap batin atau suatu keadaan jiwa.
Sedangkan pengertian kedua, yaitu iktikad baik dalam arti obyektif.
Dalam Bahasa Indonesia disebut kepatutan.
Hal ini dirumuskan dalam ayat (3) pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi, 'Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik'.