Elektabilitas Tinggi, Tapi Nasib Jokowi Diprediksi Akan Sama dengan Ahok, Ini Penjelasannya!
Politisi ini sebut nasib Jokowi di Pilpres 2019 tak jauh beda dengan nasin Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Nama Joko Widodo masih menjadi top survei di beberapa lembaga yang menyisir calon-calon Presiden yang diinginkan masyarakat di periode 2019-2024 nanti.
Seperti halnya hasil survei terbaru dari Indo Barometer.
Indo Barometer menyebutkan, 61,7 persen masyarakat menginginkan Joko Widodo alias Jokowi kembali menjadi presiden pada periode 2019-2024.
Secara data, angka tersebut termasuk tinggi dan menjadi modal besar bagi Jokowi untuk kembali memenangkan Pilpres.
Namun angka tersebut ditafsirkan berbeda oleh politisi Gerindra, Supratman Andi Agtas.
Kecewa dengan Putusan Calon Tunggal Jokowi, Pengamat: Ada 3 Isu yang Harus Diperhatikan

Ketua DPP Partai Gerindra tersebut menilai, hasil survei tersebut menandakan bahwa ada masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya Presiden baru.
"Pertama hasil survei itu menggambarkan bahwa ternyata lebih banyak masyarakat Indonesia yang menginginkan Presiden baru dibandingkan mempertahankan incumbent," kata Supratman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2017).
Bahkan Supratman berani memprediksi jika hasil Pilpres 2019 mendatang tak jauh beda dengan Pilkada DKI 2017.
Saat itu, tingkat kepuasan masyarakat tinggi terhadap kinerja Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Syaiful Hidayat, namun masyarakat tidak memilih pasangan incumbent tersebut sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
"Dengan demikian itu sama persis dengan kejadian yang ada di pilkada DKI. Tingkat kepuasan tinggi tapi tingkat keterpilihan rendah. Nah itu kemungkinan akan terjadi sehingga kami dari Partai Gerindra optimis bahwa Pak Prabowo akan jadi Presiden di tahun 2019," katanya.
Bersifat Segera! Ini Isi Surat Jokowi Kepada DPR Soal Hadi Tjahjanto Sebagai Panglima TNI

Supratman mengungkapkan banyak hal yang membuat elektabilitas Jokowi anjlok.
Mulai dari permasalahan Perppu Ormas hingga capaian ekonomi.
"Banyak hal. Terutama menyangkut Perppu Ormas. Agak lebih mengekang hak asasi manusia. Artinya kebebasan orang berpendapat ini itu semakin dibatasi. Hal seperti itu. Kedua capaian ekonomi. Pertumbuhan kita janjinya tujuh persen. Tapi hari ini menurut laporan organisasi internasional. Sesungguhnya pertumbuhan kita hanya 4,7 persen. Maksimal 4,8 persen," katanya.