Breaking News:

Lolos dari 3 Kasus Besar Ini, Bukti Bahwa Setya Novanto Memang Sakti

Seperti apakah sepak terjang Setya Novanto selama ini dalam berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia?

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
dok.DPR
Ketua DPR RI Setya Novanto 

2. Papa minta saham Freeport

Nama Setya Novanto kembali mencuat ke ruang publik saat PT Freeport akan memperpanjang kontraknya di Indonesia.

Ia disebut telah meminta saham PT Freeport Indonesia sebesar 20 persen dan meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua, pada pihak Freeport.

Bahkan saat itu Setya Novanto dituding telah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sebagai legitimasi.

Kabar ini baru muncul ke permukaan publik pada 16 November 2015.

Atas kasus tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

#ThePowerOfSetnov Menyindir Kesaktian Setya Novanto, Banyak Kicauan Netizen Bikin Ngakak!

Namun, Setya Novanto melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang dituduhkan kepadanya.

Dalam berkas perkara nomor 21/PUU-XIV/2016, pemohon mengajukan uji materi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal itu menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Kata "pemufakatan jahat" dalam pasal ini mengacu pada Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Setya Novanto menilai pengertian tentang pemufakatan jahat pada Pasal 15 UU Tipikor itu multitafsir atau tidak jelas.

Sehingga, membuka potensi terjadinya pelanggaran hak asasi yang disebabkan penegakan hukum yang keliru karena penafsiran yang beraneka ragam dari pakar hukum pidana.

Anggota Majelis Hakim, Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu (7/9/2016), mengatakan khusus istilah "pemufakatan jahat" dalam Pasal 88 KUHP tidak dapat dipakai dalam perundang-undangan pidana lainnya.

"Sehingga 'pemufakatan jahat' dalam pasal 15 Undang-Undang a quo (yang digugat) tidak dapat mengacu pada Pasal 88 KUHP," ujar Manahan dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Tags:
Setya NovantoKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)korupsi e-KTP
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved