Pemerintah Indonesia Dicecar Pertanyaan soal Situasi dan Kebijakan Migrasi di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah melakukan dialog dengan Komite Pekerja Migran PBB pada tanggal 5 September 2017.
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Indonesia telah melakukan dialog dengan Komite Pekerja Migran PBB pada tanggal 5 September 2017.
Dalam putaran sesi pertama dialog selama tiga jam, Pemerintah Indonesia yang diwakili Abdul Wahab Bangkona, Staf Ahli bidang hubungan Internasional Menteri Ketenagakerjaan RI menyampaikan highlight dari laporan pemerintah yang telah di submit kepada Komite.
Menanggapi laporan inisial pemerintah Indonesia, Komite memberikan respon untuk menggali, mengkonfirmasi dan memperdalam informasi.
Dalam putaran pertama sesi tanya jawab, pemerintah Indonesia dicecar dengan 75 pertanyaan dari 7 anggota Komite.
Berdasar Pengalaman Ini Franz Magnis Mengharap Larangan Sepeda Motor Dibatalkan
Pekerja Migran, 1 orang Rappourteur Komite dan Special Rappourteur untuk perlindungan hak-hak pekerja migran.
Komite menyoroti dekegasi pemerintah Indonesia yang sangat besar yakni 23 orang.
Dalam kesempatan yang sama, delegasi dari Mexico 15 orang dan Ecuador 5 orang.
Tidak hanya dalam hal jumlah, delegasi pemerintah Indonesia juga disorot dalam hal keterwakilan perempuan yang sangat njomplang, dari 23 delegasi, hanya tiga orang yang perempuan.
Hingga menimbulkan pertanyaan dari Komite, apakah di Indonesia tidak ada aturan tentang keterwakilan perempuan?
Massa Berdemo di Depan Kedubes Myanmar, Berapa Banyak yang Ikut? Lihat Foto-fotonya!
Melansir dari rilis yang diterima oleh TribunWow.com, hal-hal yang dipertanyakan Komite Pekerja Migran adalah sebagai berikut:
Posisi revisi UU Nomor 39 tahun 2014 yang telah berlangsung lama dan harus disesuaikan dengan konvensi.
Apakah telah disesuaikan dengan kovensi dan kapan akan disahkan?
MoU dengan 13 negara tujuan yang dinilai belum sesuai dengan prinsip-prinsip konvensi harus segera direvisi
Kebijakan dan peran perusahaan pengirim tenaga kerja swasta yang dominan dan banyak melakukan praktek yang merugikan buruh migran dan melanggar HAM asasi manusia.