Jeritan Hati Bocah Penderita Kanker Tulang, Berawal dari Hal Kecil Justru Jadi Petaka
Menyangka puterinya sekadar terkilir, Nilawaty, ibu Ketty, membawanya ke tukang urut. Bengkak tak juga surut. Malah membuatnya demam.
Editor: Tinwarotul Fatonah
Meski menggunakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Nilawaty tetap saja harus mengeluarkan biaya.
Ketty dirawat lebih dari satu bulan lamanya di RSUP Adam Malik.
Sepanjang waktu itu, tentu, dia harus keluar uang untuk membeli makanan dan keperluan lainnya.
Bagi kalangan berkecukupan tentu tak ada masalah. Sebaliknya bagi Nilawaty.
Dia bekerja tak tetap. Kadangkala dia mendapatkan pekerjaan menjemur ikan asin di kawasan pergudangan di Gabion Belawan.
Dari pekerjaan ini dia hanya bisa mendapatkan antara Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu per hari.
Bekerja sejak pagi sampai menjelang gelap.

Jika sedang tidak ada pekerjaan di Gabion, dia mencari pekerjaan serabutan lain.
Paling sering menjadi buruh cuci. Di akhir pekan, kadang-kadang dia ditawari untuk membantu-bantu di dapur. Tugasnya angkat cuci piring kotor.
Alasan kedua, Nilawaty khawatir Ketty mengalami depresi lantaran konsisi yang tidak juga membaik.
Kedua kakinya semakin mengecil. Ketty sekarang bahkan sudah tak bisa berjalan sama sekali.
"Kalau mau apa-apa sekarang harus minta tolong mama. Kalau nggak ada mama, terpaksa ditahan-tahan. Lapar atau haus juga ditahan," kata Ketty.
Sering Ketty harus menahan haus dan lapar satu harian. Juga menahan buang air. Apa boleh buat. Jika mendapat pekerjaan tambahan, Nilawaty bisa pulang hingga larut malam.
Adiknya, Reihan, yang kadang-kadang ditinggalkan bersamanya di rumah, tidak dapat membantu apa-apa. Reihan baru empat tahun.
"Mau enggak mau harus kerja juga. Kadang dari jam 8 pagi. Kadang siang baru keluar. Kalau saya kerja, terpaksa Ketty di rumah. Saya kasihan. Kadang nggak tega. Terbayang bagaimana dia kesulitan. Tapi mau bagaimana lagi," katanya.